10/03/2013

khawatir

Langit tampak muram, mentari pun enggan menampakkan wajahnya. Aku terduduk di pojok halaman sekolah, memaksa diri menghabiskan buku psikologi anak dalam genggaman. Memaksa? ya, bahasa yang terlalu teoritis didalamnya sungguh tak mudah dicerna otakku.
Beberapa kali aku mengangkat kepala, mengarahkan pandangan ke arah lubang kecil pintu gerbang sekolah yang tertutup. Khawatir Ziya kecilku menyembulkan kepalanya disana, hanya untuk memastikan keberadaanku. Jika demikian, aku hanya akan melambai padanya, sebagai ganti kalimat "abi disini nak, jangan khawatir". Huft.. padahal aku lah yang sepanjang pagi ini diliputi kekhawatiran. Ziya kecil bangun tidur dengan bentolan-bentolan merah di wajah karena alergi, pilek yang belum sembuh juga, dan beberapa kali terbatuk-batuk. Ia masih sakit, namun bersemangat sekali untuk pergi sekolah. Itulah ziya.. jika moodnya sedang bagus, meski sedang sakit, atau kesiangan, ia akan tetap "keukeuh" untuk sekolah. Sebaliknya, jika moodnya tengah terpuruk, sesehat apapun ia akan menolak bangkit dengan berbagai alasan.
"Semoga ia baik2 saja" gumamku. Do'apun dipanjatkan, melesat menembus langit dunia, berpilin dengan milyaran do'a2 manusia lainnya, lalu turun kembali dalam bentuk butiran hujan, yang entah bertuliskan apa..

No comments:

Post a Comment