13/10/2014

Lomba mewarnai.. (lagi)

Ziya ikutan lomba mewarnai (lagi..). Entah sudah yang ke berapa kalinya Ziya ikut acara-acara seperti ini. Tapi setiap ada Lomba, Ziya bersikeras buat daftar. Kali ini meski Ia tengah terkena cacar dan badannya dipenuhi bintik-bintik merah, Ziya tetap saja serius saat menggoreskan crayonnya di atas kertas. Semangatnya bertambah ketika melihat piala-piala yang berjejer disamping panggung. Tak mengerti bahwa piala-piala itu bukan hanya untuk lomba mewarnai saja, akan tetapi piala untuk lomba matematik, science dan aritmatika pun dipajang disana. Singkat cerita, ziya selesai mewarnai, hasilnya lumayan bagus. Setidaknya itu yang terlihat olehku dari kejauhan. Jeda waktu untuk menunggu pengumuman pemenangpun, ziya enggan pergi. Ia "keukeuh" pengen nunggu hasilnya disana. Setelah dibertahu bahwa pengumumannya masih setengah jam lagi, barulah ziya bersedia diajak keluar, mencari sesuatu untuk mengisi perut. Singkat cerita, hasilnya pun dibacakan. Ziya duduk dengan manisnya didepan panggung bersama anak-anak lainnya. Dan...tak ada nama ziya disana. Hingga piala terakhir dibagikan pun, tak ada nama ziya dibacakan panitia. Ziya tampak menahan tangis. Matanya berkaca-kaca. Ingat pada janji sebelumnya, jika nanti ga menang, ga boleh nangis. Tampaknya ia berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya.. Hmph.. "ga apa-apa nak, nanti kita coba lagi..." ujarku sembari mengusap air matanya yang akhirnya meleleh juga.

Berhenti..

Berhenti.. Tolong.. Berhentilah..
Bisikku pada sang waktu.
Berharap ia berhenti melaju.
Menahan detaknya tanpa terburu.
Lalu memberi beku,pada setitik temu.

Berhenti.. Tolong berhenti.
Diri memelas putaran bumi.
Beriirama henti tuk bait puisi.
Beri isyarat jeda tuk baris cerita.
Beri ruangudara dua jiwa tuk bersua.
Pada mimpi di ujung hati..
yg sempurna tertutup dantersembunyi.

Sayangnya..
Dentingan waktu selalu saja berlalu.
Acuh satukanmasa, yang terpilah sekian lama.
Dan acuh pula pisahkan ia, yang baru bersuasekejap mata.
Tak peduli betapa hati yang mencari, masih teramat merindui.
Takpeduli betapa langkah menjauhi, masih terlampau berat dijalani kaki.

Masa Lalu

Masa lalu itu ambigu. Betapa tidak, hari kemarin saja adalah masa lalu bagi hari ini. Dan hari ini, adalah masa lalu bagi hari esok. Begitupun esok, esoknya lagi.. esoknya lagi.. dan esoknya lagi.
Lantas, dimana sebenarnya masa lalu itu? Kenapa ia seringkali diibaratkan dengan sesuatu yang tertinggal jauh di belakang. Sesuatu yang hanya tertinggal dalam ingatan. Sesuatu yang tak pernah bisa kembali diulang. Sesuatu yang selalu kita sesalkan, namun sesuatu yang selalu kita rindukan..

Masa lalu itu ambigu. Betapa tidak, Ia yang dulu itu adalah masa lalu kita yang sekarang. Dan kita yang dulu, mungkin adalah masa lalu Ia yang sekarang. Begitupun kita yang sekarang, bahkan kita di masa depan, bisa jadi selalu merupakan masa lalu bagi sebagian insan.
Lantas, dimana sebenarnya masa lalu itu? Kenapa Ia yang wujudnya jauh tak terperlihatkan, namun bayangnya masih berada dalam pandangan. Mengapa Ia yang kita tinggalkan jauh dibelakang, namun datangnya malah teramat kita rindukan.

Membingungkan..
Seperti kaki yang berhenti berlari. Tapi jalanan tetap saja terlewati.
Layaknya sayap yang berhenti mengepak. Tapi daratan masih saja tak terhinggapi.

Hmph...
Masa lalu... selalu saja ambigu..
Hingga kita berulangkali bertanya. Berada di masa apa kita sebenarnya..

Purnama Kelima

Purnama kelima, Sedap malamku berbunga..

Kawan, Malam tak selalu berhias purnama.
Ciptakan bintang-bintang yang kesepian sepanjang ia terjaga.
Kau sadari ataupun tidak kau mengerti.
Purnama selalu dinanti, apapun yang terjadi.

Hari berganti hari, malam pun datang silih berganti.
Purnama tiba berulang kali, ramaikan malam di masa yang tak terkembalikan.
Setiap ia tiba, sedap malamku berbunga, indah tiada bisa terkata.
Setiap ia berlalu, sedap malamku kembali tergagu, habiskan hari dengan cerita semu.

Andai bisa kuubah dunia,
Purnama yang sempurna, hanya dicipta tuk sedap malamku saja.
Biarkan saja bintang di kanan kiri tak henti-henti mencaci.
Mencaci purnama dengan senyumnya,
Megejek sedap malamku dengan putihnya.

Andai saja..
ya, andai saja..

Namun ternyata,
Purnama kan lebih sempurna, jika ia berada diatas sana.
Melayang di langit malam, dihias kerlipnya jutaan bintang.
Purnama kan lebih bermakna, jika ia membagi terangnya ke seluruh penjuru dunia.
Hingga bukan hanya sedap malamku saja yang berbunga.
Akan tetapi melati dan mawar jingga,
pun turut indah berbunga karena purnama.

Duhai..
Purnama yang bahagia di langit sana.
Curahkan cahya sucimu tuk penghuni dunia.
Biaskan sinar putihmu tuk makhluk di alam fana.
Hingga kelak semua kami kan bersaksi.
Kau purnama sempurna yang layak menghiasi surgawi.

Kesedihan Abadi

Kesedihan abadi..
Kokoh tertancap di relung hati.
Semakin berusaha tuk kita obati.
Semakin jeri sakitnya kita rasai.
Tak ada yang bisa kita lakukan.
Tak mampu Ia kita hilangkan.
Melupakan..
Hanya membuat luka bertambah dalam.
Menghentikan..
Hanya membuat darah mengalir tak terelakkan.

Kesedihan abadi..
muncul tatkala bidadari turun ke pelataran bumi.
Memberi senyuman yang sempurna menyejukkan.
Lalu menghilang bak embun menjelang siang.
Sisakan segenggam bayangan dalam ingatan.
Sisakan sejumput rindu dalam kenangan.
Dan sisakan sedih yang tak terungkapkan..