27/09/2023

Menghujam Bahagia

Masih serba terbatas, memang. Lapangan yang berdebu, perlengkapan yang hanya satu, pengetahuan yang sekilas adanya, semua serba sekedarnya saja.

Namun, lihatlah! Ditengah semua itu, ada sederet senyum dan sekepal gembira, ada setampuk tawa dan segulung bahagia.
 
Terlebih jika warna kuning yang terkena, entah itu disengaja ataupun tidak. Yang pasti, si penarik busur akan langsung terkekeh dan melonjak girang. Sedang yang lain tercengang memandang, kemudian tulus bertepuk tangan.
 
Bukan.. Ini bukanlah kegiatan membidik tepat sasaran, ini adalah kegiatan menghujamkan kebahagiaan.

20/09/2023

Kereta Lama

 

Menyaksikan Zahdan di pameran sains fair kemarin, yakni ketika seragam masinis gagah dia kenakan, pun tatkala project kereta bertenaga surya miliknya dijelaskan. Sesungguhnya telah berhasil menarik ingatanku, akan momen lima tahun ke belakang.

Ya, momen ketika seorang anak kecil berjaket merah berjingkrak-jingkrak teramat girang. Bersamaan ketika barisan gerbong kereta melambat dan berhenti tepat di hadapan. 
 
Apalagi tatkala klakson panjangnya dibunyikan, TOOOT! Nyaring sekali. 
Setengah melompat, anak tersebut langsung berpura-pura kaget, lalu tertawa lepas tanpa bisa ditahan.
 
Kala itu, aku memang sengaja membawanya ke stasiun. Bukan, bukan dalam rangka bepergian. Melainkan hanya agar Zahdan bisa melihat kereta betulan.
 
Dan cerita tentang kereta itu, nyaris tak pernah berhenti hingga beberapa hari kemudian. Videonya pun kerap ditonton berulang-ulang.
 
Kau ingat itu, Nak? 

Mikel dan Zahdan

 

Mikel dan Zahdan. 
Dulu, dan sekarang. 
Sekian tahun terpisah jeda, mereka sudah meninggi beberapa angka.

Pipinya memang tak lagi segembil dulu. Parasnya pun sudah tak lagi terlihat lucu.
Namun kini, ada yang berbeda pada sorot matanya. 
Tersemat tekad, terpancar azam yang kuat.
 
Kian merebak tatkala aku bertanya.. apa cita-citamu, nak?
 
'Menjadi tentara', tegasnya, tanpa ada nada yang terbata.
 
Dalam hati aku mengaminkan, lalu berkata beberapa kalimat.
 
'Bagus, maka jadilah bukan hanya tentara saja. Tetapi tentara yang sholeh. Karena tanpa kesholehan, do'amu tak akan sampai kepada ibu dan bapak"
 
Anak itu lantas mengangguk tanda mengerti. Ada aura takzim ketika aku menyebut kata orang tuanya.

Sharing kak Ziya

Sharing kepenulisan ka Ziya bareng SMP Bestari. 
Gugup? Tentu saja. 
 
Ziya memang belum berpengalaman banyak menjadi pemateri. 
Meski dari beberapa hari kemarin, anak itu sibuk mempersiapkan segalanya sendiri. Mencari materi, menyiapkan file, sampai berkomunikasi dengan sang guru untuk membuat janji. 
 
Semoga dengan begini, kemampuan public speakingnya kian diperbaiki. 
 
Ah, Ziya. Kau kini sudah bertambah dewasa.

04/09/2023

Dongeng Kemerdekaan

Pagi ini, Istana Quran Anak Sholeh (IQAS) dikunjungi kak Yeni dari Kampung Dongeng Indonesia. 

Alhamdulillah, acara berjalan lancar dan seru. Anak-anak tertawa riang, gemas ingin bersalaman dengan boneka nenglis. Di mata mereka, nenglis itu nyata. 

Mungkin, kejadian ini kan terkenang oleh mereka, kala nanti beranjak dewasa. Nasihat-nasihat sederhana, sampai berkumpul dan murojaah bersama. 

Semoga nanti di alam baqa, kita semua dikumpulkan kembali dalam bahagia yang sama. Bergandengan tangan masuk ke istana di surga, buah dari kesabaran dan ketaatan kita menjadi anak-anak yang sholeh. 

Aamiin.. Allahuma Aamiin..

#IstanaQuranAnakSholeh


 

Bazar TBM

Selayaknya permata, yang paham nilainya hanyalah pemilik dan para ahli batu mulia. Di mata yang awam, permata tak lebih dari seonggok batu biasa. 

Pun Taman Baca Mumtaza, gerakan literasi ini boleh jadi dianggap angin lalu, disangka tiada berguna. Berbeda jauh dengan cafe kopi, mall, atau tempat olahraga.

#TamanBacaMumtaza


 

 

Jagoan Andalan

"Abi, tugas aku apa?" pertanyaan yang kerap dilontarkan zahdan, ketika melihatku tengah mengerjakan sesuatu.
 
Padahal, selama ini dia memang sudah banyak membantu. Dari mulai mengecat tembok, menjagai zhira, hingga berjalan berkeliling perum untuk mengumpulkan kencleng infak. Seakan dia lupa akan asma yang menjangkitnya, seolah dia sehat seperti anak pada umumnya.
 
Maka maafkanlah, nak. kali ini aku harus menggeleng dan mengatakan 'tidak'. Ditambah berbisik dalam hati, 'kau sudah banyak membantu abi'.
 
Zahdan pun melenggang pergi, dan sedetik kemudian, dia terdengar bertengkar dengan zhira. Aduuh.. Si bungsu itu jelas tak mau kalah dengan kakaknya.
 
Hmm, Mazhira. Mungkin aku harus menulis buku tentangnya juga. 

Al Jabbar

Dalam sapuan pandang yang menakjubkan, pun dalam tawa canda anak-anak di pelataran. Diri justru tertunduk resah menatap kaki.

Sudah sejauh ini, apakah kau ingin berhenti?
Apakah kau sungguh-sungguh hendak berhenti?
 
Rihlah ini, sejatinya bukan hanya dari Garut menuju Sumedang. Bukan pula dari Al Muhajirin menuju Al Jabbar.
 
Namun lebih dari itu, rihlah adalah dari hati yang kurang bermakna. Menuju hari yang bermanfaat bagi sesama.
 
Rihlahku sendiri berangkat dari diri yang kelam dan pelik. Berpayah-payah menuju kondisi yang berkali lebih baik.
 
Ya, aku tahu.. IQAS yang dikelola, sejatinya tak pernah membutuhkanku. Dia akan berdiri, berjalan, dan membesar dengan kuasa Sang Maha Besar. Dia akan mengakar, menjulang rindang, dan manfaatnya menyebar dengan kehendak Al Jabbar.
 
IQAS tidak pernah membutuhkanku. Justru akulah yang membutuhkannya.
 
Allah Maha Tahu. Sudah terlalu banyak lisan ini menyakiti orang lain. Sudah terlampau sering tingkah ini melukai orang lain. Gelimang dosa, tinggi menggunung tiada terhitung. Yang tentu saja, tak bisa pudar hanya dengan istighfar yang hambar.
 
Dan IQAS, sesungguhnya adalah wadah memperbaiki diri, menebus diri dari kejahatan di masa lalu. IQAS adalah wadah yang Allah beri, agar bisa menanam amal pengganti.