01/07/2017

Cosmo Zahdan

Mendung menggelayut di langit Garut. Menaungi segala makhluk tanpa terurut. Tak peduli mereka sedang bahagia, ataupun tengah berduka, mendung selalu saja dilihati manusia dengan raut yang takut. Semua bergegas selesaikan urusan, pergi kesini, berangkat kesana. Bawa kesini, angkut kesana. Penuh kekhawatiran hujan kan hadirkan persoalan. Aneh memang, padahal jikapun kehujanan toh tak akan membuat kepala mereka benjut-benjut bukan? Tak ada ceritanya mendung dan hujan membuat dompet menjadi akut, apalagi bangkrut. Hujan yang ada justru datangkan rizki bagi para pengrajin payung, jalan-jalan bersih seketika, dan pepohonan tersirami semuanya. Sesuatu yang tak bisa dilakukan manusia dalam jangka sekejap mata. Namun tetap saja, tak banyak makhluk yang mau mengerti aturan semesta. Hingga di berbagai sudut, mendung yang tak tercabut kerap dipandangi wajah-wajah berbalut cemberut.

Zahdan kecil mengatupkan rahang, mulutnya melengkung kebawah, sedikit menggeram. Kedua bulatan mata yang hampir tertutup poni itu, terlihat jelas memicing runcing, menatap tepat kearahku tanpa berkedip sedikitpun. Aku menelan ludah, memandang ekspresi Zahdan yang begitu serius, sangat serius malah. Raut wajahnya jauh lebih serius dibanding saat kemarin Ia merajuk meminta permen. Atau minggu lalu ketika lengan robot mainannya terlepas oleh anak tetangga. Masalah yang ini jelas-jelas lebih serius ketimbang itu semua.

Aku sempat terfikir untuk mencandainya, memberinya cerita lucu perihal Thomas si kereta uap berikut Percy sahabat setianya. Hanya agar raut serius Zahdan mencair berganti tawa. Namun urung.. Zahdan yang sekarang tampaknya tak sedikitpun bisa menerima candaan. Sedikitpun tidak. Lihat saja, kedua tangannya bahkan Ia sembunyikan di belakang, mengepal dengan begitu kuat. Seolah hanya menunggu waktu yang tepat, untuk dikeluarkan dengan tenaga yang dahsyat.

Aku kembali menelan ludah, hendak menawarinya game angry bird, sesuatu yang tak pernah ditolak Zahdan dalam berbagai keadaan. Jemari mungilnya itu memang sudah pandai sekali menjalankan aplikasi, mengatur mode permainan dengan lincah, hingga menarik ketapel berlawanan arah, melontar-lontarkan para burung pemarah.

Sayangnya, Aku terlambat. Tawaranku seketika tercekat, karena hanya dalam hitungan saat, Zahdan tiba-tiba saja berteriak kencang. Kencang sekencang-kencangnya.. Begitu memekakan telinga. Dua kepalan tangan kecilnya itu diarahkan tepat kedepanku. Aku yang semula tergugu, sedikitpun tak sempat menangkis atau mengelaknya.

"KOSMOOOO..!!!!!" teriak Zahdan, nyaring. Tak ayal, Akupun langsung terpelanting, terjatuh beberapa langkah ke belakang. Ditambah satu dua putaran terguling di lantai. Membuat Zahdan sontak tertawa kegirangan.

Dengan nafas terengah, Aku mencoba bangkit, bersiap membalas Zahdan dengan sebelah tangan yang kusembunyikan. Sayang seribu sayang, Zahdan kecil sudah mencium gelagatku. Ia tak sedikitpun membiarkan datangnya kesempatan itu.

"KOSMOOOOO......!!!!" teriaknya lagi. Membuatku kembali terpelanting, ditambah tiga empat kali terguling-guling. Tawa Zahdan semakin terdengar renyah. Aku hanya bisa menggeleng pasrah, "sudah.. Hh.. Sudah Zahdan.. Abi nyerah.. cosmo Abi sudah habis!" kataku, terengah. Tanganku melambai-lambai ke arahnya tanda menyerah. Zahdan terkekeh dengan bangganya, "haha.. Asyiik, Zahdan menang lawan Abi" ucapnya, sumringah.

Semua bermula dari film kartun di televisi. Setelah serial Thomas, Masha And The Bear, Robocar Poli, Super Wings, Cloud Bread, dan Doraemon, (gaya rambut Nobita ternyata serupa dengan Zahdan ^_^), kini Zahdan menyukai film Saint Seiya. Sebuah film khas kesukaan anak laki-laki.
Dikarenakan dalam film tersebut ada adegan pertarungan, maka saat-saat menonton film ini Zahdan harus selalu kudampingi, memberi pengertian tentang yang baik dan tidak baik. Zahdan membayangkan dirinya menjadi tokoh Seiya, pembela kebaikan berbaju pegasus yang memiliki kekuatan dalam diri yang dinamakan Cosmo.

Yang pasti, Cosmo bukan hanya kekuatan Zahdan. Itu menjadi kekuatanku untuk membujuk Zahdan melakukan sesuatu. Saat Zahdan enggan makan nasi, Aku berkata padanya, "Hmm.. Jika Kau tak mau makan, Cosmomu akan lemah Zahdan! Kau tak akan bisa menang melawan Abi. Haha.. Abi yang akan menang!!" kataku, dengan nada suara seorang tokoh jahat. Zahdan mengangkat alis, lalu terbirit-birit berlari mendekat, melahap sesendok penuh nasi yang ada di tanganku. Kemudian dengan mulut yang masih penuh, Ia mengarahkan tangannya kearahku, "Kosmoooo....!!" ucapnya, tak terlalu jelas. Beberapa butir nasi ikut tersembur keluar dari mulutnya. Demi mendengar kata 'Cosmo', Akupun langsung terpelanting, jatuh terjengkang ke belakang. Membuat Zahdan kian bersemangat melahap nasi lagi dan lagi.

Cosmopun menjadi salah satu jurus untuk menyemangati Zahdan mendirikan Shalat. "Hmm.. Jika Kau malas sholat, Cosmomu akan padam Zahdan!! Hatimu akan dikuasai kegelapan!!" kataku. Dan.. berhasil, Zahdan langsung tergopoh-gopoh menggelar sajadah. Mengikuti sholat disampingku dengan gerakan sholat khas anak kecil. Kepalanya menoleh kanan kiri, mulutnya komat kamit tanpa henti, melirik ke arahku berulang kali. Seperti yang tak sabar ingin cepat selesai, ingin cepat menyerangku kembali dengan kekuatan Cosmonya yang telah menyala. He..