09/11/2023

Seharusnya

Seharusnya..

Ada luka yang menganga, setiap kali mendengar berita tentang Palestina.

Seharusnya..

Ada hati yang teriris, setiap melihat anak palestin yang menjerit dan menangis.

Mereka yang dengan jeri berkata, telah sebatang kara hidupnya.

Telah hilang semua keluarganya.

Ayah, ibu, adik, kakak, bahkan seluruh kerabat maupun tetangga. Semuanya lenyap seketika..

Tak tahu harus meratapi yang mana. Tak tahu harus mengkafani yang mana.

Karena potongan-potongan tubuh, bercampur baur dengan bongkahan bangunan rubuh.

Seharusnya..

Ada tetes air mata yang jatuh, sebanyak rumah palestin yang lantak dan luluh.

Seharusnya..

Ada iba yang berlabuh, sebanyak jiwa para syuhada yang telah direngkuh.

Seharusnya kita tidak acuh tak acuh. Merasa pongah dibalik rumah yang megah. Merasa nyenyak diatas kasur yang mewah.

Karena saudara-saudara kita disana, para penghuni tanah berkah dan mulia, penjaga mesjid Al Aqsa kiblat pertama.. tengah dibully habis-habisan, dibunuh dan diserang, diberangus bagaikan binatang.

Namun anehnya, kita malah terlalu sibuk dengan dunia sendiri. Menganggap palestina, bak iklan komersil biasa. Sebatas tayangan film, atau sinetron tak menarik belaka.

Padahal seharusnya, muslim itu ibarat satu tubuh, bukan?

Sakit yang satu, sakit pula yang lain, bukan?

Sedih yang satu, sedih pula yang lain, bukan?

Dan seharusnya, kita turut peduli.

Iya, kan?


 

 

Aneh

Aku, Ziya, Zahdan, dan Zhira. Dalam satu perjalanan bersama, tetiba saja muncul sebuah tanya.

"Anak-anak, jika misalkan abi sudah meninggal, dan Umi hendak menikah lagi. Apa kalian akan mengizinkan?" tanyaku.

Ada hening selama sekian jeda. Hingga akhirnya kak Ziya yang pertama membuka suara.

"Enggak, abi! Kakak mah nggak ngizinin!" jawabnya.

"Kenapa?" tanyaku, lagi.

"Em.. Kenapa ya? Pokoknya Ziya mah gak mau ada orang yang lain. Gak mau ada abi yang lain" jawabnya.

Aneh, memang. Ziya yang biasanya paling toleran, mendadak tegas walau tanpa alasan.

Aku lantas beralih ke anak berponi.

"Kalau Zahdan, gimana?" tanyaku

Yang ditanya malah terdiam. Untuk kemudian, menjawab pelan.

"Eng.. Enggak mau, abi!" jawabnya.

"Kenapa?"

"Gak tau. Pokoknya gak mau!" jawabnya.

Lagi-lagi, aneh. Zahdan yang biasanya selalu menjawab lantang, selalu punya alasan, dan acapkali punya jawaban, kali ini kalimatnya jauh berbeda.. seolah mengambang.

"Hm.. Terus, gimana kalau yang mau nikahin Umi teh orangnya lebih baik dari abi. Sholeh, kaya, ganteng, sama lebih perhatian sama kalian. Dan, umi keliatan bakal jauh lebih bahagia sama dia. Gimana?" kejarku.

Keduanya lantas terdiam. Hingga tak lama kemudian..

"Tetep gak mau!" jawab Ziya, tegas sekali.

"Iya!" dukung Zahdan, kali ini suaranya lebih lantang.

Walau keduanya berbeda belahan otak dominan, namun ternyata dalam hal ini mereka bisa satu suara.

Tiba-tiba..

"Zhira mah mau sama abi, zhira kan anak abi.. Abinya gak boleh meninggal" ucap Zhira, kulihat kedua matanya berkaca-kaca.

Ah, si anak penuh cinta. Walaupun masih balita, dia seolah mengerti apa yang kami bicarakan.

#maziyamufidahmumtazailmi

#muhammadmuzahdanmumtazanazmi

#mazhiramutsbitamumtazahathfi

 


 

 

Si Anak Lucu

Si Anak Lucu, itulah gelar yang kusematkan padanya. Anak yang kerap membuat tawa, betapapun kita berusaha serius dalam berkata.

Dia juga yang seringkali berhasil membujukku membeli sesuatu. Ingin jajanan-lah, mainan-lah, mandi bola-lah, hingga 'keukeuh' meng-ekori kemanapun aku pergi.

Jika aku tegas menggelengkan kepala, zhira akan langsung berkata,

"Plis atuh, abi.. Plis", ucapnya. Sembari dua bola mata dikedipkan sedemikian rupa, serta ekspresi penuh harap di raut menggemaskannya.

Kombinasi itu acapkali membuatku luluh. Berubah mengangguk, lalu tahu-tahu, di atas pundak dia terduduk. Begitu girang tertawa-tawa, memperlihatkan sederet ompong di bagian mulutnya.

Dulu, aku tak pernah berencana menjadikannya serial buku. Hanya berusaha mematri beragam kenangan, dalam bentuk catatan-catatan ringan.

Mengulang kejadian demi kejadian, dalam rentetan kalimat yang dituturkan.

Siapa sangka, anak-anak ternyata suka. Membuatku terus menulis lagi dan lagi. Bukan! Bukan demi sejumlah royalti. Namun hanya agar mereka merasa bangga dan senantiasa berseri.

#mazhiramutsbitamumtazahathfi

#ragamcintabersamazhira