26/02/2017

Kado buat Abi

Jum'at, rajanya hari. Aku berangkat menjemput Ziya dari sekolah seperti biasa. Dan seperti biasa pula, jalanan dipadati begitu banyak kendaraan. Serobot kiri, serobot kanan, mentok, lalu bikin macet.. Huft.. Inilah jika semua orang ingin didahulukan, seolah kepentingannya adalah yang terpenting dari segala hal yg paling genting. Apa sih? Jemput anak? Semua disini juga hendak menjemput anaknya kawan.. Takut telat Jum'atan? Semua disini juga tak mau telat Jum'atan. Tak perlulah terlalu berlebihan. Sabarlah barang sedikit saja. 

Diluar kelas, ada yang terasa janggal. Anak-anak kelas 3 yang sudah keluar kelas, melihatiku sembari tersenyum-senyum. Kenapa ya? Apa sekarang ini hari tersenyum sedunia? Biasanya juga anak-anak ini datar-datar saja. Kadang menghalangi jalan tanpa peduli. Tak acuh meski sudah berulang dikatai permisi. Entah, hari ini mereka terlihat berbeda.

Dan kejanggalan itu terjawab ketika seorang anak lugas berkata, "Ziyanya masih di kelas, sedang bungkus kado, katanya buat ayahnya yang ulang tahun" ucapnya, sambil mesem-mesem. Aku menepuk jidat, Oalaah..jadi ini toh sebabnya. Ziya..ziya.. Jangan-jangan kau memberitahu hari ulang tahunku ini pada semua teman-teman kelasmu.

Tak lama, Ziya tergopoh-gopoh keluar dari kelas. Membawa kantong keresek yang lalu ia berikan padaku, "ini hadiah ulang tahun buat Abi" ucapnya. Aku mengangguk berterima kasih, sembari mengelus kepalanya lembut. Teman-temannya melihati kami sembari tersenyum. Tak acuh, aku lebih menelisik isi kantong keresek. Penasaran dengan apa yang Ia hadiahkan. Didalamnya terlihat sebuah buku tulis, sebuah bolpoin, dan kertas kado yang digulung belum rapih. Sepertinya Ziya membelinya dengan uang jajannya sendiri hari ini. Dan sepertinya Ia belum sempat membungkusnya. "Ini buat Abi nulis cerita atau novel" ujarnya. Aku menahan haru, membaca secarik kertas bertuliskan selamat.

Sayang, Ia tak tahu. Tulisanku tak bagus sedari dulu, membuatku lebih memilih mengetik saja. Percuma soalnya, khawatir nanti malah tak terbaca. Atau malah bikin sakit mata. Apapun itu, terima kasih Ziya.. Kau memang anak Abi yg hebat.

Besoknya, Ziya memegang bolpoin, hendak menulis tampaknya. Ia mengacak-acak buku, mencari buku yang masih bisa ditulisi. Ringan Aku berkata, "Ziya lagi nyari buku tulis?" tanyaku. Ziya mengangguk, "iya, yang punya Ziya ada dimana ya Abi? Biasanya kan di laci. Tapi ga ada" katanya, masih sibuk mencari. Aku tersenyum, "kan masih ada buku Abi yang dari Ziya kemarin. Kalau mau, Ziya pakai saja dulu. Abi mah nulisnya bisa di laptop" kataku. Ziya menoleh, wajahnya sumringah. Lebih sumringah lagi setelah buku tulis itu ada di tangannya. Lalu tenggelam menulisinya. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Menahan tawa.