12/06/2019

Buku Ragam Ceria Bersama Zahdan

Kaki ini belum sempat menjejak bumi, sepeda motor ini pun belum sempat masuk ke garasi, tatkala seorang anak berponi berteriak menyambut kedatanganku dengan antusiasnya.
"ABII..!! Ada paket buku tentang Zahdan teaa!!" teriaknya.

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Oh, udah dateng ya? Alhamdulillah atuh. Udah dibuka?" tanyaku.

Yang ditanya menggeleng tegas.

"Belum! Boleh dibuka sekarang Abi? Ya? Zahdan bawain guntingnya ya?" jawabnya. Tanpa menunggu persetujuanku, Zahdan sudah berlari kedalam rumah, hendak mengambil gunting.

"BBAPAAH.. BBAPAAH!!" panggil Zhira kecil, merangkak cepat ke arahku sembari tersenyum. Tujuh gigi kecilnya berderet rapih terperlihatkan.

Aku langsung mengangkat dan menggendongnya. Zhira memang masih kerap memanggilku dengan sebutan Bapa. Entah mungkin karena dulu Aku kerap memintanya berkata 'BABA', saat mengajarinya melafalkan suku kata.

"Abii Nak, Ini A..BII.. coba bilang.. AAA.. BIII" bujukku.

"BAPAAH.. BBAPAAH.." jawab Zhira, tak peduli. Tak henti tersenyum menggemaskan.

"ABII..!! Ini!! Sama Zahdan sendiri ya, boleh?" ucap Zahdan, lantang. Ia mengacungkan gunting berwarna hitam.

Aku menggeleng sambil berkata, "sama Abi aja Nak.." jawabku. Khawatir Zahdan menggunting sembarang, dan tak sengaja merusak isi buku didalamnya.

Singkat cerita, paket sudah dibuka. Belasan buku 'Ragam Ceria Bersama Zahdan' dikeluarkan dari kardus. Zahdan mengambil satu, Ia menatap foto dirinya di cover belakang buku hampir tanpa berkedip. Bangga sekali Ia melihatnya.

"Abi buka plastiknya ya? Nanti Zahdan bisa minta dibacain sama Ka Ziya" kataku.
Zahdan tak bergeming, masih sibuk membolak balik buku tersebut. Gambar kartun astronot kecil di depannya memang lucu.

"Zahdan, mau dibuka nggak plastiknya?" tanyaku, lagi. Kali ini sambil menepuk pundaknya.
"MAUUU!!" teriak Zahdan.

Dan setelah dibuka, Zahdan melihat isinya dengan cepat, lalu segera bangkit dan menjulurkan lengannya ke arah rak buku. Ia ingin membariskan buku tersebut dengan buku-buku lainnya. Tepat di barisan buku tentang Ziya, tentang Tiga Putri, dan tentang Alkisah Putri. Yang terakhir itu memang pernah kubacakan untuk Zahdan, ada tokoh astronot bernama Zahdan didalamnya.

Dari jarak sepelemparan batu, Ziya melihat kami tanpa berkata barang sepatahpun.

"Ka Ziya, ada cerita Ziya juga ko didalemnya" kataku.

"Wah? Masa?" jawab Ziya. Ia langsung mengambilnya dari rak, lalu membuka-buka isinya.

Tak sampai semenit, Ia langsung terkekeh. Girang lantaran menemukan namanya juga disana.

"Zahdan.. Mau kasih buku Zahdan ini buat Nenek?" tanyaku.

Yang ditanya mengangguk cepat, menyambar satu buah, lalu menghilang dalam sekejap. Berlari-lari keluar, menuju rumah Kakek-Neneknya di blok berbeda.





05/06/2019

Beda gaya

Antara adik dan kakak, beda karakter, beda gaya.

Ziya kecil, dulu lebih suka bersembunyi di belakang kakiku. Seorang anak pemalu, dengan segudang cerita yang ingin Ia bagi bersama.
Introvert? Jelas.
Plegmatis? Bisa jadi.

Sedangkan Zahdan, tak pernah sungkan melambaikan tangannya. Berbagi ceria kepada siapapun di sekelilingnya.
Ekstrovert? Iya.
Sanguinis? Sepertinya begitu.

Apapun, keduanya adalah anak-anak yang hebat.. Dan membersamai keping kehidupan mereka, pun adalah hal yang luar biasa hebat..