21/12/2016

Aleppo..

Dunia.. Kau ini kenapa?
Usiamu renta, tapi sejarahmu dipenuhi luka.
Belum mengering darah palestin, kembali bersimbah merah suriah.
Belum lupa siksa di tanah rohingnya, kini aleppo rata dengan tanah.
Sembunyikan potongan tubuh anak-anak dan bayi yang masih merah.

Apa.. Apa yg terjadi denganmu wahai dunia?
Tidakkah kau dengar teriakan ayah yg membawa jasad anaknya,
dalam potongan kain yg tak henti bercucuran darah.
Tidakkah kau lihat bayi tenggelam dalam tangisan.
Bukan.. bukan lantaran ia lapar dan kehausan. 
Melainkan karena ususnya yang terburai berantakan 
serta tangan kakinya remuk tertimpa bangunan. 
Tidakkah kau lihat itu semua? 
Tidakkah kau dengar itu semua?
Sampai kapan lagi darah muslim terus membanjiri tanah? 

Sampai kapan lagi kelaliman terus menindas yg lemah?
 

Mengapa? 
Bukankah mereka yang terluka adalah yang tak pernah lupa sholatnya? 
Mereka yang disiksa adalah yang sentiasa bertakbir dan bertahmid padaNya?
Astaghfirullaah.. 


Ya Allah.. Turunkan ribuan malaikatMu Ya Robb! 

Tenggelamkan mereka yg berbuat kezhaliman di tanah rohingnya, 
seperti Qarun yg di telan bumi karena pongahnya! 
Binasakan mereka yg meratakan aleppo, 
seperti binasanya firaun dan bala tentaranya! 
Tumbangkan mereka yg melindungi si penista, 
seperti tumbangnya namrudz yang disusupi nyamuk kedalam otaknya. 
Hancurkan manusia-manusia keji itu Ya Aziz.. 
Luluh lantakkan pasukan tak berhati itu Ya Robb.. 
Dan azab muslim-muslim pengkhianat itu Ya Allah.. 
Mereka yang mengaku muslim, namun mencari perlindungan pada orang-orang kafir. 
Mereka yang lidahnya melafalkan tauhid, namun di hati mereka melekat kuat palu dan arit.

Dunia.. Kau ini kenapa? 

Hentikan kezhaliman mereka..
hentikan fitnah-fitnah mereka.. 
Tinggikan kebenaran, melampaui fakta yang mereka putarbalikan. 
Tinggikan keadilan, melampaui berita yang mereka sembunyi-sembunyikan.
Kami memohon padaMu Ya Allah.

Lindungi seluruh muslim-muslim yang tengah difitnah dan dizholimi di seluruh dunia ini. 
Aamiin..

Taman Baca Mumtaza

Bermula dari satu dua tetangga yang datang ke rumah, hendak pinjam buku katanya. Aku mempersilahkan saja. Buku-buku itu lebih bermanfaat dipinjam ketimbang teronggok begitu saja di rak. Waktu berjalan, aku pun kelupaan. Kebingungan ketika ditanya, dulu siapa yah yang pinjam buku A? Siapa yah yang bawa novel B? Aku menghela nafas, menatap isi rak yg terlihat lengang. Catat mencatat harus diterapkan.. Itu yang kufikirkan.

Berawal dari obrolan sederhana. Dengan Maziya, sang anak pertama. Jika punya taman baca, hendak diberi nama apa. Deretan nama tokoh KKPK dan komik pun meluncur dari mulutnya, tak ketinggalan nama-nama indah teman-teman di sekolahnya. Aku menghela nafas, menatap binar semangat di hitam bola matanya. Taman baca mumtaza.. Itu saranku padanya.

Dan, ziya pun bergerak bersama dua kawannya. Menjejerkan buku-buku di meja tamu. Lengkap dengan kasir mainan, dan receh kembalian dari celengan. Sebuah kertas ditempel sederhana di kaca. "taman baca mumtaza", pinjam pertama tanpa biaya, kali kedua seribu rupiah saja, gratis bros lucu pula. Tak cukup sampai disana, bertiga mereka berkeliling menawarkan taman bacanya. "taman baca mumtaza! Ada di rumah ziya!" teriaknya. Alhasil bergerombollah anak-anak tetangga, ramai meminjam buku satu dua. Aku menghela nafas memandangnya, mereka perlu dukungan lebih serius tampaknya.


Kemudian, ruang tamupun dihilangkan. Rak dan buku-buku ditempatkan. Ziya terlihat senang bukan kepalang. Hadiah-hadiah disiapkan. Berikut aplikasi pencatatan, dan kartu anggota yg tak boleh kelupaan. Maziya, armida, dan silmy. Duduk di atas kursi kecil yg dibariskan. 

Ah, andai saja ada naysila, tokoh-tokoh tiga puteri akan selengkap dalam cerita.
 

Akhirnya, Taman baca mumtaza resmi berada. Dengan buku-buku yg masih berupaya dilengkapi lagi koleksinya. Daftar anggota gratis. Baca di taman baca gratis. Mudah-mudahan bisa sedikit menjadi penawar dahaga bagi para pecinta baca. 

Jadi, tak perlu ragu.. Kunjungan anda kami tunggu. He..

#TamanBacaMumtaza

Puisi Kecewa

Ziya, kau tau nak?
Adakalanya kau kan merasa kecewa,
sempurna merasa kecewa.
Pada dunia yang ternyata tak seramah yang kau kira.
Pada manusia yang ternyata tak sebaik tokoh dalam cerita.
Hingga luka hati yang menganga,
tak mampu lagi kau terjemahkan dalam barisan kata.
Dalamnya kecewa di ujung asa,
tak bisa lagi kau obati dengan pena dan sejumput tinta.

Jika itu terjadi nanti, maka diamlah..
Tak ada arti pura-pura berseri.
Tiada guna memaksa untuk tertawa.

Diamlah..
Peluk erat kedua lututmu, 
tangkupkan dalam seluruh wajahmu. 
Lalu menangislah..
 

Tak apa nak, tenang saja.. 
Aku janji tak akan mengataimu cengeng. 
Bahkan mungkin, Abimu ini tak akan ada, 
meski hanya lisan untuk menghiburmu dengan cerita, 
atau hanya tangan tuk mengelus lembut kepalamu tanpa berkata.
 

Sepertiku sekarang, 
telan saja semua luka itu sendirian nak.. 
Terima semua kecewa itu sendirian saja. 
Karena kau tahu? 
Orang yg dekat begitu banyak yg pergi, 
menjauhi diri tanpa bisa untuk kembali. 
Namun orang yg jauh, justru tetap saja tinggal, 
begitu bebal dengan hati yg tersumpal.

Ilustrasi Sebuah Negeri

"Gawat pa..! Gawat..! Tetangga depan rumah kemalingan. Tuh masih teriak-teriak minta tolong" lapor seorang ajudan. Yang dilapori cuma tersenyum, "aah..kemalingan aja ko ribut. Biarin aja, kamu ga usah ikut-ikutan rempong" ujarnya, datar.
Beberapa menit kemudian, "Pa.. Gawat pa..! Malingnya ngegorok anak dan bapak yg punya rumah. Tuh lihat, ibunya nangis-nangis minta tolong..!" ucap ajudan lagi. Yang dilapori melihat sebentar lewat jendela, lalu berbalik dan tersenyum. "Ga apa-apa, itu urusan mereka. Wong tetangga sebelah rumahnya juga diem-diem aja toh? Sing penting rumah kita damai, aman, meski penghuni rumah kita ini beda-beda orangnya, tapi semua pada anut, adem ayem. Kita patut berbangga karenanya" ucapnya, masih datar.
Tak lama, "Pa..Gawat pa!! Gawat!! Ibu yg punya rumah mau dibunuh juga! Jilbabnya ditarik-tarik sama maling!" ucap sang ajudan, panik. Yang dilapori terlihat mulai kesal, lalu melempar piring hingga pecah. Masih sembari tersenyum ia berkata, "Kamu ini..jangan urusi mereka. Tuh ada urusan yang lebih penting, ada pecahan piring di lantai! Bahaya kalo sampe keinjek. Bereskan sana!" perintahnya. Ajudan mengernyit, tak mengerti. "ta..tapi..bukannya bapak sendiri yang....." ucapannya terhenti, melihat sang atasan mendelik. Ia pun beringsut membereskan pecahan piring.
Lima menit, ajudan mendekat lagi. Ragu-ragu hendak melapor. "Pppaak.. Ggawaat Pa.. Malingnya ngebakar si ibu hidup-hidup.. Terus..." ucapan ajudan langsung dipotong. "terus kenapa? Apa saya harus bilang wow gitu?" tanya atasannya, masih dengan raut wajah datar. "Eu.. Yg dibakar bukan cuma si ibu pa, tapi sama rumahnya juga.." kata ajudan. "Kamu ini.. Masih saja ngurusin org laen toh lek.. Biarin aja knapa. Sing penting rumah kita damai..aman.. Jangan bikin gaduh. Udah, pergi urusin ayam di belakang, sana!" kata sang atasan, sembari membuka handphone nya, ada sms baru masuk didalamnya. Isinya, 'salam, terima kasih pa, sasaran sudah saya habisi.Rumahnya saya bakar juga.Kita jadi bisnis pekan depan ok..'

Atasan tersenyum, membalas sms tersebut, 'Siap Bos!' balasnya. Sang atasan mengangkat wajah, tampak di depannya sosok yang tadi diperintah, ternyata masih berdiri disana, terlihat kikuk. "Lah.. Kamu masih disini toh? Ga denger apa tadi saya bilang? Urusin ayam di belakang, sana!" ulang sang atasan, sembari tersenyum, palsu. Ajudan menjawab tergagap, "eu..Pak.. Maaf pak.. Tapi ayamnya sudah.. Sudah ga ada pak. Digondol maling yg tadi.." ucapnya. Sang atasan tercengang tak percaya, tapi berusaha terlihat tenang. "Ooh.. Wis, ra po po. Biar aja. Kamu sekarang bangunin anak-anak saja, anter ke sekolah!" perintahnya. Ajudan menjawab lagi, "ta..tapi pak.. Anak-anak bapak sudah mati, digorok sama maling yang tadi juga" jawabnya. Sang atasan kembali tercengang. "Euh.. Euu.. Kalo gitu, mm.. Bersihkan rumah saja.. Sana!" perintahnya, asal, tergagap pula. Ajudan mulai kesal, "PAK!! Rumah Bapak sudah dilalap api. Api yg dinyalakan maling tadi sudah membesar, trus merembet ke rumah Bapak. Tuh lihat! Jari kaki bapak sudah terbakar juga!" ujarnya, setengah teriak. Sang atasan kalap, tak ada lagi senyum pura-puranya. Tak ada lagi tenang pura-puranya. Ia melompat-lompat, sendiri berusaha memadamkan api. "Toloong.. Toloong...!" teriaknya. Tak ada yg menanggapi, sang ajudan bahkan sudah berlari pergi, menyelamatkan diri sendiri.

Tiga Puteri dan Pulau Jawa

Kuda putih lincah meliuk di angkasa, melompat di atas awan, melayang diantara dedaunan, lalu meluncur turun ke bumi dengan gagahnya. Keempat kakinya berderap, begitu mantap menjejak, namun nyaris tanpa suara. Penunggangnya, seorang perempuan berjilbab ungu, tersenyum manis sembari berkata tiba-tiba, "kau sudah siap Nays?" tanyanya. Yg ditanya terperanjat kaget, menoleh ke belakang. Ia tak sadar dengan kemunculan putri Mumtaza. Tentu saja, makhluk sebesar dan seberat kuda pun, tak akan terdengar derapnya jika yg dijejak adalah udara.

"Hh.. Kak Mumtaz, kau mengagetkanku!" ucap putri Naysila, bersungut kesal. Padahal biasanya Ia yg gemar mengagetkan putri Mumtaza, bukan sebaliknya. Putri Mumtaza tertawa, pipinya memerah, semerah apel-apel didalam tas perbekalannya. Putri Naysila menghela nafas, pasrah. Lain kali akan kubalas, batinnya. Namun saat matanya menangkap tas perbekalan di punggung kuda putih, putri berjilbab hijau lembut itu mengernyit heran. "Kak Mumtaz mau kemana?" tanyanya, polos. Putri Mumtaza menepuk jidatnya, Naysila memang mahir melambatkan waktu, cerdas dalam ilmu bumi dan angkasa, namun terkadang ia lupa pada hal-hal tertentu, seperti sekarang ini.

"Kau lupa ya? Kita kan hendak berkunjung keluar kerajaan, ke negeri tersubur di dunia, Nays.. Namanya Negeri Indonesia. Putri Armida bahkan sudah berangkat lebih dulu kesana" papar putri Mumtaza. Putri Naysila tampak mengingat-ingat, sesaat kemudian.. "Oh iyaa!!! Aku baru ingat sekarang. Ke pulau jawa bagian tengah dan timur ya kak? Aku tidak lupa kok. Tenang saja Kak, aku bisa melambatkan putri Armida, biar nanti kita yg tiba duluan disana.." ucap Naysila, terkekeh. Dua tanduk tak kasat mata muncul di kepalanya. Putri Mumtaza menepuk jidatnya, lagi.

"Nays, ini kan bukan kompetisi. Jika Putri Armida sampai tahu Kau melambatkannya, bisa kuyup nanti Kau diguyur air hujannya" ucap Putri Mumtaza. Dalam hatinya Ia ingin tahu juga, bagaimana ekspresi sebal putri Armida jika tahu telah dilambatkan kedatangannya. Dua tanduk tak kasat mata yg serupa, menyembul pula dari kepalanya. Hehe..
Apapun itu, kedatangan tiga putri di pulau jawa bukanlah canda belaka. Tak percaya? Silahkan cek toko2 GRAMEDIA berikut, Insya Allah Tiga Puteri sudah berada disana.
  1. GRAMEDIA YOGYA MAL AMBARUKMO, Plaza Ambarukmo, unit Bookstore lantai 1, Jl. Laksda Adi Sucipto, YOGYAKARTA
  2. GRAMEDIA BALI GALERIA, Mal Bali Galeria lt.2 Blok D, Jl. Raya By Pass Ngurah Rai, BALI
  3. GRAMEDIA BALI DUTA PLASA, Duta Plaza lt Basement,Jl. Dewi Sartika,DENPASAR
  4. GRAMEDIA BALI NIKITA PLASA, Nikita Plaza, lantai 2,Jl. Gatot Subroto No. 22, DENPASAR
  5. GRAMEDIA CIPUTRA WORLD SURABAYA, MALL CIPUTRA WORLD LANTAI 2 UNIT 1,JL. MAYJEND SUNGKONO NO.89, SURABAYA
  6. GRAMEDIA Jogja City Mall, Jl Raya Magelang No.18 KM 6 Sinduadi Sleman, JOGJAKARTA
  7. GRAMEDIA MADIUN, JL PAHLAWAN 38-40, MADIUN 
  8. GRAMEDIA MALANG BASUKI RAHMAT, Jln. Basuki Rachmat No.3, MALANG
  9. GRAMEDIA MALANG TOWN SQUARE, Jl. Veteran No. 2, MALANG
  10. GRAMEDIA YOGYA MALIOBORO, Malioboro The Shopping Mal lower ground, Jl. Malioboro 52 - 58, YOGYAKARTA
  11. GRAMEDIA PAKUWON SURABAYA, Supermal Pakuwon lantai 1/02, SURABAYA 
  12. GRAMEDIA PEMUDA SEMARANG, Jl. Pemuda 138, SEMARANG
  13. GRAMEDIA PURWOKERTO, Tamara Plasa, lantai 2, Jl. Jend. Sudirman No. 447, PURWEKERTO
  14. GRAMEDIA Rita Supermall, Rita Supermall Tegal Upper Ground No 64, Jl. Kolonel Sugiono No. 155, TEGAL
  15. GRAMEDIA SEMARANG PANDANARAN, Jl. Pandanaran 122, SEMARANG
  16. GRAMEDIA SOLO SQUARE, Solo Square lantai 2, Jl. Slamet Riyadi No. 451 - 455, SOLO
  17. GRAMEDIA SURABAYA EXPO, Jl. Basuki Rahmat No. 93 - 105, SURABAYA
  18. GRAMEDIA SURABAYA ROYAL PLASA, Royal Plaza, lantai UG E6 / 26, Jl. Ahmad Yani 16 - 18, SURABAYA
  19. GRAMEDIA SURABAYA TUNJUNGAN PLASA, Plaza East, Tunjungan Plaza Lt. IV No. 411-412, Jl. Basuki Rachmat 8-12, SURABAYA
  20. GRAMEDIA SURAKARTA, Jl. Brigjen Slamet Riyadi No. 284, SOLO
  21. GRAMEDIA YOGYA SUDIRMAN, Jl. Jend. Sudirman 54-56, YOGYAKARTA
Monggo..

04/12/2016

Sepotong 212


"Hey, kau!" sebuah suara, terdengar menyapa ke arahku. Aku menoleh, berusaha mencari tahu. Sayang, selubung kain pelindung ini menghalangi lebar pandanganku. Aku yg hanya bisa mendengar suaranya saja, pun hanya bisa menjawab singkat, "eu.. Ya!! A..ada apa?" tanyaku, tergagap. Suara disana tertawa gembira, sepertinya senang karena aku telah menjawab panggilannya. "tidak ada apa2 kawan. Aku hanya salut padamu" katanya. Aku mengernyit heran, "salut atas apa? Aku tak mengerti" jawabku, masih tak bisa melihat sosok yg bertanya. "ah, kau ini suka merendah ternyata. Pastinya tak mudah juga bagimu untuk tiba di tempat ini bukan? Banyak penolakan, banyak dipersulit. Dan yang ku salut padamu adalah, kau bukan hanya bisa tetap sampai disini, tapi juga akan naik ke panggung sana, berjabat dengan ulama2, serta jendral pembuat tegak hukumnya. Kau memang hebat kawan" paparnya. Aku terdiam, sebagian diriku membenarkan perkataannya, ada rasa bangga menjadi satu yang terpilih untuk momen seindah ini. Akan tetapi sebagian perasaan yg lain menolaknya mentah2. "kenapa kawan? Apa ada ucapanku yg salah? " tanyanya. Aku tak langsung menjawab, terdiam beberapa saat.  "mm.. Entahlah. Aku ini hanya potongan kecil, tak ada mulya2nya sedikitpun. Namun satu ayat kalam Allah yg disandingkan denganku, membuat aku terbawa tinggi, ikut dihormati. Aku sebenarnya tak layak kau saluti.. " ucapku, tulus. Dia terdengar kembali tertawa, lalu berujar, "he.. Kau merendah lagi. Apapun, kau akan menjadi simbol perjuangan ini kawan. Menjadi pengingat bagi petinggi, untuk tak semena2 lagi menghina kalam Illahi. Kau patut berbangga. Kala mereka melihatmu, harusnya semakin kokoh keadilan yg kita perjuangkan selama ini" paparnya, terus menyanjungku. Aku hanya terdiam. Jika memang aku menjadi sepenting itu, aku akan sangat bersyukur.

Tak lama kemudian, aku dibawa ke atas panggung, dijabat oleh ulama2, bersua petinggi2 negeri. Jujur, aku senang.. Aku bangga. Setelah selubungku dibuka, aku diserahkan pada jenderal polisi, sebagai hadiah,  sekaligus pengingatnya pada inti yg diperjuangkan kami. Goresan indah kaligrafi Al Maidah ayat 51, terpampang jelas dibalik kaca bening. Aku yg semula hanya potongan kayu sisa bangunan, kini menjadi sesuatu yg sangat berharga. Bingkai kaligrafi salah satu ayat didalam kitab suci. Disini, diatas panggung ini, aku bisa melihat jutaan ummat memandang ke arahku, beedecak kagum. Aku..bangga. Di tengah gemuruh dan pekik takbir, aku mendengar sebuah teriakan, "kau hebat kawan!" suaranya samar terdengar dari depan panggung. Aku mengenali suaranya, ia yg bercakap denganku tadi. Aku mencari2, butuh waktu, hingga.. Tampaklah olehku sosoknya. Sepasang sandal lusuh berbaris diantara sandal2 lainnya. Tepat dihadapan shaf terdepan di tempat yg disediakan khusus bagi para pejuang dari ciamis. Aku langsung tergugu..membisu sejuta kelu. Ia yg lusuh, sejatinya lebih mulya dibanding diriku. Ia yg menjejak bumi selangkah demi selangkah demi tiba di tempat ini. Ia yg melindungi kaki mujahid berhati teguh itu dari duri dan kerikil tajam jalanan. Ia yg berhari2 menemani mereka, bahkan hingga diberi tempat istimewa di shaf terdepan ini. Ya Allah.. Aku tak patut berbangga. Peranku tak seberapa dibanding perjuangannya. Panggung tempatku dipuji ini tak ada apa2nya dibanding tinggi kemulyaannya. Dan ia masih tersenyum tulus sembari menyanjungku. Aku malu Ya Allah.. Sungguh.. Aku malu..