23/05/2021

Zahdan! Astronot, Bajak Laut, atau Prajurit?

Kesemuanya bernama.. Zahdan.
 
Bedanya, yang satu adalah kapten bajak laut, satunya lagi adalah prajurit kerajaan Campaka. Yang satu menolong Putri Armida, satunya lagi membantu Putri Na'isylla.
 
Di buku Alkisah Putri Mumtaza, sebenarnya zahdan hadir juga, yakni sebagai seorang Astronot yg terdampar ke masa lalu. Tak sadar, putri Mumtaza kecil yang dia bantu, tak lain dan tak bukan adalah kakak kandungnya sendiri.
 
Memang selalu menarik menghadirkan zahdan dalam cerita. Karakternya melekat erat, risetnya tak perlu jauh-jauh. Imajinasinya melayang tanpa terhalang. Celotehnya tentang banyak hal begitu panjang. Teramat panjang, bahkan.
 
"Abi, zahdan pengen jadi kayak gini, terus bisa gini, terus juga punya senjata.. Bla bla bla... Nanti pas ngelawan musuh tuh, bla bla bla.. Terus.. Terus..." kata zahdan, tak berhenti.
 
Zahdan tak tahu, beberapa celotehnya telah menjadi sumber inspirasi. 
 
Beberapa saja, karena kalau semua celoteh itu dituliskan, butuh berjilid-jilid ia tertuang.
 

 

Alkisah Putri Na'isylla

Alhamdulillah, seri tiga putri berlanjut kembali. Kali ini berkisah tentang masa kecil Putri pengendali waktu, Putri Na'isylla.
 
Di buku ini, ada beberapa yg berbeda pada ceritanya. Maksudku.. Ya, zahdan memang hadir lagi dengan profesi yang lain. Zhira pun ikut berperan sebagai penulis terkenal. Bahkan Kak Ziya saja, mengisi satu dua bab menjaga Na'isylla.
 
Belum lagi Afkar, Byaz, dan Jamil. Ketiganya menjadi prajurit seperti Zahdan.
 
Hanya saja, di bagian akhirnya ada halaman teka-teki. Bisa terjawab, jika kita menelusuri kata dalam setiap babnya dengan teliti.
 
>>>>>>>>>>>>>
 
Telah terbit buku baru di LeutikaPrio!!!
 
Judul: Alkisah Putri Na'isylla
 
Penulis:Adi Wahyudin
 
Harga: Rp. 105.000,00
 
ISBN: 978-602-371-915-0
 
Blurb: 
Kerajaan Campaka diserang wabah penyakit yang tiba-tiba. Sebuah penyakit menular yang belum ada obatnya. Membuat Raja harus bersegera menutup gerbang istana, mengurai kerumunan, serta mengisolasi setiap warga yang terpapar ataupun tanpa gejala. 
 
Beruntung, saat itu terjadi, Putri Na’isylla tengah berada di Kota Pustaka. Menemui seorang penulis idola bernama Zhira. Tak disangka, penulis tersebut berkata bahwa wabah di Campaka adalah disengaja. Perbuatan pelaku jahat yang hendak membuat celaka. Maka, Putri Na’isylla pun bergegas pulang, bahu membahu dengan prajurit Zahdan untuk menyelamatkan kerajaan. 
 
Dan di tengah usahanya tersebut, sang Putri ternyata berhasil memunculkan sebuah kekuatan hebat. Melambatkan waktu.. itulah kekuatannya. 
 
Lantas, berhasilkah Putri Na’isylla dan Zahdan mengungkap misteri wabah tersebut? 
Pun, berhasilkah para pembaca mengungkap teka-teki pada halaman yang ada?
 
Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via :
- SMS/WA/Telegram ke 0819 0422 1928
- Inbox FB dengan subjek PESAN BUKU
- Email ke leutikaprio@hotmail.com
 

 

14/05/2021

Berbongkah-bongkah

Berbongkah-bongkah terhimpun di atas sajadah, kami memandanginya dengan pandangan yang teramat lelah.

Betapa tidak? Malam kemarin kami sudah diserang habis-habisan oleh sepasukan berseragam. Mereka yang melontarkan gas air mata, menembak membabi buta, menyeret dan memukuli kami dengan kasarnya.
 
Barisan mereka datang di malam buta, bergerombol tanpa permisi. Sepatu kotor mereka menginjak-injak tempat suci, tempat kami bersujud khusyu meletakkan dahi.
 
Tak cukup, moncong senapan mereka bergerak beringas, menghajar kami yang tengah beritikaf.
Aku heran, apa sebenarnya salah kami?
...
 
Dan kini, malam sudah semakin larut, tetapi langit temaram tak menghamparkan sejuk. Alih-alih demikian, kilatan cahaya merah dilontarkan disana-sini. Memicu ledakan di berbagai sudut bangunan bersejarah. Peluru-peluru dimuntahkan, jerit teriakan kesakitan, lantai memerah bercampur darah.
 
Tak hendak berhenti, malam ini pasukan berseragam merangsek masuk kembali, melindungi diri dengan tameng transparan. Mereka dilengkapi helm tertutup, senjata lengkap, seragam berlapis.
Begitu curang melawan kami, yang hanya mengenakan kaos oblong dan peci rajut alakadarnya. Kaca-kaca dan pintu dipecahkan, para pengecut berteriak mengancam dengan menodongkan senapan.
 
Lagi-lagi aku heran, apa sesungguhnya salah kami?
...
 
Lihat! Orang-orang tua yang tengah shalat, langsung tersungkur dihajar mereka. Para perempuan diikat kaki dan tangannya. Sedangkan anak-anak, menangis merasakan pedih luka di tubuhnya. Mereka membutuhkan petugas medis secepatnya.
 
Sayangnya, ambulan tak bisa datang. Para petugasnya diancam, kunci kendaraannya dirampas. Pasukan tak berhati itu telah menempuh cara-cara tak terpuji untuk memenangkan perang.
...
 
ZING! ZING!
 
Rentetan peluru terdengar berdesing melubangi dinding.
Menggunakan sisa-sisa tenaga, aku membalas mereka dengan sebongkah batu sebesar kepalan. Dengan mengucap takbir, bongkahan itu kulesatkan ke udara. Tinggi menukik di angkasa.
 
“Bismillaaah... ALLAHU AKBAR!” pekikku.
 
Batu melesat diatas garis ufuk. Ribuan malaikat berebut untuk menyambut, membuat bongkahan tersebut menjadi seberat gunung uhud.
 
Lihat saja! Dibanding uhud, tameng tipis itu tak akan ada apa-apanya. Pelindung mereka ibarat kertas yang rapuh, serapuh hati dan jiwa-jiwa mereka. Dibawah sayap malaikat, peluru-peluru itu kan serona butiran debu yang berhamburan tiada artinya.
 
“ALLAHU AKBAR!”
 
Takbir berikutnya, mengiringi lemparan kedua. Bongkahan batu melesat ke udara, lalu tajam menukik di angkasa.
 
Giliran jutaan ababil yang menyambar, membuat bongkahannya menyala seperti bara. Panasnya seperti lava, apinya seperti neraka. Bongkahan itu lalu keras berjatuhan melubangi mereka.
 
Pasukan berseragam pun tumbang, tak beda dengan dedaunan yang oleh ulat dijadikan santapan.