31/01/2020

Buku-buku Antologi True Story





Kutipan Novel Alkisah Putri Armida






Anak Berusia Dua Belas

Seorang anak berusia duabelas, tengah termangu sendiri di depan teras. Berbekal sebatang lidi, tangannya menggurat tanah berulang kali. Entah apa yang dia gambar, entah apa pula yang dia tulis.
Yang pasti, tiga detik mengguratkan lidi, sedetik kemudian langsung dihapus dengan alas kaki. Lima detik mengguratkan lagi, detik berikutnya dia hapus kembali.

Begitu terus, menyiratkan setampuk gundah dalam gesturnya yang gelisah.

“Baru pulang sekolah?” tanyaku, melihat seragam yang masih dia kenakan.

Yang ditanya langsung mengangguk pendek.

“Eh, bukannya sore ini jadwal kau les berenang? Belum berangkat?” tanyaku lagi.

Kali ini, yang ditanya hanya menggeleng sekali.

“Kayaknya nggak!” jawabnya, sembari memalingkan muka ke arah belakang. Dia pura-pura memerhatikan dua ekor kucing yang ada di kandang.

Sayang, sesaat sebelum berpaling, aku menangkap dua matanya yang berkaca. Linangannya ditahan sedemikian rupa. Tidak! Tak perlu psikolog untuk mengetahui bahwa anak itu sedang menyembunyikan sedihnya.

“Lho, memangnya kenapa?” aku terus bertanya padanya.

Tanpa menunjukkan wajahnya, anak itu menjawab dengan nada suara sedatar mungkin.

“Tas perlengkapan buat renangnya ada di mobil kakak. Gak tahu pulangnya kapan.” Jawabnya.

“Ooh, aku telfonin atuh ya?” tawarku.

Tanpa menunggu anggukannya, aku langsung merogoh saku, hendak menelfon kakaknya. Beberapa detik, telfon tak diangkat. Aku langsung mengirim pesan singkat.

“Ternyata belum diangkat, mungkin masih di jalan. Tanya via whatsapp saja ya,” tawarku lagi.

Yang ditawari hanya diam, helaan nafasnya terdengar. Dia sepertinya sudah pasrah tak akan pergi berenang.

“Baju renangnya juga masih basah!” katanya, suaranya bergetar pelan.

Intonasi sedihnya semakin jelas terdengar. Lebih jelas dari kalimat yang dia ucapkan sebelumnya.

“He.. kalau baju renang nggak basah, bukan baju renang namanya! Sudah, pake aja, sampe ke kolam langsung nyebur!” kataku, sambil terkekeh.

Anak itu menoleh, berpikir sejenak.

“Lah, tunggu apa lagi? Masukkin baju ganti di tas yang lain, pelampung sama kacamata renang mah bisa minjem! Ayo, dianterin sekalian!” tegasku.

Akhirnya, anak tersebut pun berlari-lari menuju rumahnya. Tak jauh, hanya sekian meter saja. Dia tergopoh-gopoh menyiapkan perlengkapan yang akan dibawa. Mengunci pintu, terus tergesa-gesa ke warung untuk membeli bekal air minum. Semuanya sibuk dilakukannya sendiri.

Iya, sendiri!

Melihatnya, aku hanya bisa menghela nafas panjang. Mau bagaimana lagi? Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membantunya.
***

Kendaraan melaju, membawa anak-anak untuk berenang. Tak butuh waktu lama, satu per satunya sudah menghentak-hentakkan kaki membelah kolam. Berulang kali mereka menoleh, riang memanggil, sembari melambai-lambaikan tangan pada ayah atau ibunya.

“Ayaaah! Ibuu! Lihat, aku bisa berenang!” teriak yang satu.

“Ayaah, lihaat! Aku bisa menyelam!” teriak yang lain.

Anak-anak itu merasa bangga, unjuk diri pada orang tua masing-masing, bahwa tangan dan kaki kecil mereka itu bisa menaklukan air. Kepala mereka tak pernah takut dikungkung air. Mereka menjadi kuat seperti apa yang melulu diteriakkan oleh pelatih.

“Ayo, kaki kuat! Kakinya kuat!” suara lantang pelatih.

Semua tangan kecil itu melambai-lambai, semua raut wajah itu tersenyum girang.

Semua, kecuali seorang anak, yang dua tangannya itu disibukkan untuk terus menerus mengayuh. Yang kakinya itu seolah tak henti dihentak-hentak ke belakang. Pun yang wajahnya itu lebih lama dibenam-benamkan ke dalam air. Betapapun dia sesungguhnya ingin melambai-lambai dan berteriak girang seperti yang lain.

Namun kepada siapa dia harus melambai?

 Bukankah dia hanyalah anak berusia duabelas, yang kerap termangu sendiri di depan teras?

01/01/2020

Buku Alkisah Putri Armida

Baiklah. Selagi orang ramai menyalakan kembang api, biarkan aku sibuk menyalakan imajinasi. Di waktu kebanyakan orang sibuk merayakan tahun baru, biarlah aku tulus menawarkan buku baru.

Iya, buku baru!

Buku yang menceritakan petualangan seorang Putri. Buku yang mengisahkan persahabatan sejati. Pun buku yang menuturkan cerita Bajak Laut pemberani.

Lihat! Bajak Laut kecil itu bahkan gemas membongkar paket yang baru tiba. Dia malah tak sabar ingin segera berpose sekaligus bergaya. Tentunya dengan terlebih dulu menyambar topi hitam serta kait mainannya.

"Ahoy, gigi ompongmu jangan sampai terlihat, Kapten! He.." teriakku.
Yang diteriaki serta merta mengatupkan mulutnya.

Em ... Bagaimanapun, buku ini sedikit berbeda dari tiga seri sebelumnya. Dengan barisan jumlah bab yang lebih banyak, dengan munculnya tokoh dan karakter baru, serta ditambah halaman berwarna untuk gambar ilustrasi yang keren.

Yang jelas, semua itu tidak akan kentara jika tak melihat dan membacanya sendiri.

Jadi, tunggu apa lagi?
 
#AlkisahPutriArmida