25/04/2013

kasih sayang

Ruangan ini sudah ditinggalkan anak2 mengaji sejak satu jam yang lalu. Namun sepertinya, aku urung untuk membereskannya cepat2. Malah menambahi berantakannya dengan tumpukan popok dan baju2 ziya yang belum sempat disetrika. Buku2 kuliah pun masih menumpuk terabaikan begitu saja. Tak ingat bahwa ternyata hari ujian hanya tinggal beberapa minggu lagi. Aku malah memilih menyelesaikan terlebih dahulu bacaan novel tere liye terbaru ku..
Huft.. penat rasanya badan ini, tidur selama beberapa jam tadi siang jelas tak cukup untuk menggantikan istirahat malamku. Hmph.. Rasanya sudah cukup lama aku tak menulis lagi, tulisan yang menjadi pengikat ingatan2 yang seringkali terlupakan. Seperti yang kualami tadi siang..

Seperti biasanya, ziya mencari2 alasan agar tetap berada di luar kelas bersamaku. Alasan klasiknya adalah "mau beli milkuat.." atau "mau main dulu..". Apa saja ia kemukakan agar bisa tetap bersamaku di luar kelas. "manja." itu kata orang. Suatu hal yang lumrah terjadi ketika seorang anak baru memiliki seorang adik. Tak ingin perhatian orang tuanya dicuri, tak mau ia menjadi terabaikan. "tak apalah.." fikirku. Manja adalah hak seorang anak. Justru yang harus dikhawatirkan adalah ketika seorang anak telah lupa bagaimana harus bermanja2, ia terlampau dijejali dengan kata "mandiri" yang salah tafsir sehingga membuatnya terkesan jauh lebih dewasa dan seperti bukan "anak2" lagi. Miris sekali melihatnya..
"Abi jangan kabur ya.." ujar ziya, berusaha menahanku agar tetap berada di luar kelas. "aduh ziya.. abi kan laper.. belum makan, sekarang mau cari makan dulu di luar, kan ziya tau sendiri abi tadi baru pulang kerja.. kalo abi pingsan disini, gimana coba? ziya memang ga kasian sama abi?" ujarku sambil memegangi perut, kali ini bukan berpura2, atau mencari2 alasan semata, perutku memang sudah terus berbunyi sedari tadi. Ziya memandangiku iba, lalu berkata "iya..tapi jangan lama2 ya..?" katanya. "iyyaa.. kan abi juga disuruh sama bunda yeni buat kesini lagi jam 9" jawabku. Ziya menatapku ragu. "ya udah, gini aja, abi janji deh nanti setelah abi cari makan, abi kesini lagi jam 9, ini janji kelingking abi.." ujarku sembari mengacungkan kelingking kananku, yang disambut ziya dengan kelingking kanannya pula, lalu kelingking kami saling bertaut, tampak ziya tersenyum lebar. Tak lama ia segera masuk ke kelas, tanpa menangis seperti hari kemarin. Alhamdulillaah..
Aku penuhi janjiku, jam 9 kembali memasuki gerbang sekolah ziya, lalu segera menuju ke ruang pertemuan yang dimaksud. Tampak ruangan sudah dipenuhi oleh ibu2.. semua.. waduh, Aku enggan untuk masuk.. ya iya lah.. wong ibu2 semua..
Setelah diyakinkan oleh bunda yeni, barulah aku memasuki ruangan, duduk dengan kikuk. Tapi.. hey.. apa ini.. Ada atmosfir yang berbeda di ruangan ini.. Ada yang aneh.. dan aku belum tahu apa itu.
Nak, waktu itu aku duduk disamping ayah kayla, teman dekatmu..kau ingat ia yang pernah terluka di wajahnya saat bermain denganmu. Kami menjadi dua orang ayah di tengah kumpulan ibu2.. Yah setidaknya yang duduk dengan kikuk bukan cuma abimu ini. he..
O ya, Kau pasti bertanya, atmosfir apa yang berbeda di ruangan tersebut. Baiklah, akan kujawab dengan singkat saja. Dan jawaban inipun baru kuketahui setelah pertemuan berjalan sekian menit sebelum Bunda Yeni menutupnya.
Nak, di ruangan tersebut dipenuhi dengan sesuatu yang orang namakan sebagai "kasih sayang". Dengan bentuk yang beraneka ragam, dan dengan rasa yang bermacam2. Ada ibu yang seringkali mencubiti anaknya ketika rewel, adapula yang seringkali membentaki anaknya kasar. Namun, semua itu muncul dari satu rasa... yaitu "sayang". Mereka mengekspresikan sayangnya dengan cara yang berbeda2, meneruskan kebiasaan orang tua dahulu atau sekedar mempraktekan apa kata orang lain. Lihatlah mereka, wajah2 yang terlihat lelah oleh pekerjaan2 rumah, lelah mengurusi anak2nya seharian, dan lelah membanting tulang mengais rezeki demi sang buah hati, namun mereka masih tetap bisa tersenyum. Apalagi wajah orang tua keduamu yakni para pendidik, terlampau lelah mengurusi seluruh anak2 titipan, dengan berbagai karakter dan tingkat keaktifan yang berbeda2, dengan kebutuhan dan ekspresi2 yang tidaklah sama. Akan tetapi lihat mereka, masih juga bisa tersenyum.. Seolah mengajari puluhan anak2 itu gampang2 saja dan tidak sedikitpun memakan tenaga. Aneh.. Mungkin inilah menariknya dunia anak2.. energi yang dikeluarkan akan langsung kembali, terisi begitu saja hanya dengan melihat tingkah lucu dari anak2, dan senyuman mereka yang begitu menggemaskan.
Seperti yang terjadi pada anak2 mengaji tadi saat diceritakan tentang surga. Mereka terperangah dengan polosnya, mata berbinar dengan takjubnya, dan celoteh2 riang dengan lugunya.. sungguh membawa kebahagiaan tersendiri bagi orang yang bercerita.. sesaat lupa pada ziya kecil yang juga sedang mendengarkan sampai tertidur pulas di pangkuan. 

12/04/2013

Kado untuk ziya

Alis ziya kembali mengkerut, tatkala untuk yang kesekian kalinya seorang tetangga membawakan kado untuk zahdan, adik ziya. Sudah beberapa hari ini kami memang kedatangan tamu2 yang ikut berbahagia atas kelahiran putra kedua kami. Mereka membawa kado2 dengan bungkus menarik..yang tentunya untuk sang bayi. Ziya kuizinkan untuk membuka kado2 tersebut, dengan harapan bahwa ia akan ikut senang pula. Sekali dua kali ziya memang terlihat antusias saat membuka kado, penasaran dengan isinya, namun untuk kali ke sekian terlihat jelas guratan kekecewaan di wajahnya. Betapa tidak, setiap kado2 yang dibuka itu, semuanya berisi perlengkapan bayi, yang jelas2 bukan untuk dirinya. Hanya kardusnya saja yang ziya gunakan untuk tempat menyimpan boneka2nya.
Ziya kecewa...sangat. Dan kekecewaan itu tidaklah hanya berhenti sampai disana. Yang berikutnya justru muncul dariku, ayah ziya sendiri. Nak, sudahkah kau hitung berapa kali abimu ini kelepasan membentakmu? hanya karena kau belum mengerti bahwa zahdan adikmu itu belum bisa diajak bermain balok atau boneka.. Padahal sebenarnya akulah satu2nya yang tidak mengerti, kau hanya ingin berbagi, itulah wujud rasa sayangmu pada adikmu. Sudahkah kau hitung berapa kali aku menolak saat kau berkata "abi tolong suara-in.." katamu sembari menjulurkan sebuah boneka princess favoritmu. Aku menggeleng, berkata "tidak", atau "nanti saja, nak" kataku dengan tangan yang masih mengurusi adikmu yang buang air. Padahal, kau hanya ingin diceritakan seperti biasa, ingin lebih sedikit diperhatikan.. di tengah situasi yang benar2 membuatmu tersisihkan.
Malam telah larut, ziya dan zahdan tengah tertidur. Sendirian di ruangan, aku menggunting isolasi terakhir, lalu menempelkannya pada sebuah bungkusan sembari tersenyum. "ziya pasti akan sangat senang ketika menerima kado ini" ujarku dalam hati. Ummi ziya tiba2 keluar dari kamar dengan tertatih, meringis menahan sakitnya luka bekas melahirkan. Ia berkata "bi, ko ziya jadi panas ya?" tanyanya. Aku kaget, langsung meloncat masuk ke kamar ziya. Tampak ziya masih terpejam, dengan wajah yang memerah. Kuraba keningnya..panas. Kuraba kakinya, panas juga. Pilu aku menatapnya, "kasihan kau nak, tidak terperhatikan" kataku dalam hati.
Setelah memberinya obat dan mengompres keningnya, aku lalu memeluknya.. "maafkan abimu ini nak..cepatlah sembuh.." Bisikku.
Esoknya, ziya membuka kado yang kubungkus semalam. Matanya masih terlihat sayu, panasnya belum turun benar. Namun saat melihat isi kado tersebut, tatapannya langsung berbinar.. "apa ini abi? waah.. baju putri salju..!!" ujarnya. "ziya boleh langsung pake ko.." kataku. tanpa menunggu lama, ziya langsung menggani bajunya dengan baju putri salju, tersenyum lebar.. lalu kembali berbaring..

 

09/04/2013

Adik ziya..

Ziya kecil tampak tertidur di atas karpet. Kali ini tanpa ditemani sedikitpun cerita sebelum tidur dariku seperti biasanya. Wajahnya terlihat lelah, entah lelah karena bermain di rumah sakit seharian, atau lelah menungguku berjam2 hanya untuk meluangkan sedikit waktu untuknya.
Ya, dini hari tadi adik ziya Alhamdulillah telah lahir dengan selamat. tgl.8 april 2013, jam 02:50 WIB. Apa yang kutakutkan ternyata tidaklah terjadi. Setelah sebelumnya aku menahan lututku yang gemetar ketakutan, tak berani menunggui istriku untuk melahirkan, tapi apa daya.. Allah menakdirkanku untuk tetap berdiri di ruangan bersalin, memegangi eratnya genggaman tangan sang pejuang yang tengah menahan sakit yang luar biasa. Tak jadi soal, Aku bisa menahannya. Namun saat sang bayi lahir, bayangan2 akan kronologi ziya dahulu kembali menhantuiku. Jangan2.. jangan2.. Aku tak berani menatapnya..
Bayi pun lahir, sesaat ia tak bersuara, sesaat terasa menjadi waktu yang lama, namun Alhamdulillah..tangis yang ditunggu2 pun nyaring terdengar. Menghilangkan semua kekhawatiran berkepanjanganku seketika. Kalimat Azanpun segera dikumandangkan di telinga kanannya, dan iqomat di telinga kirinya. Disusul puji2an dan syukur tak terhingga atas semua kemudahan yang telah dianugerahkan.
Ziya sudah bangun, itulah isi berita dari penunggu rumah. Akupun segera melaju, untuk segera menyampaikan kabar gembira ini pada ziya. Benarlah, setiba di rumah, ziya langsung membuka pintu dan bertanya "abi, adik ziya sudah lahir ya?" tanyanya. "iya, ziya mau liat adik ziya sekarang?" kataku. Ziya mengangguk dan menjawab mantap "mauu..!!". Setelah menyuapinya dengan sarapan kilat, kami lalu kembali ke rumah sakit. Ziya langsung berlari2 kecil menyusuri lorong2nya sembari bertanya "abi, adik ziya dimana?.. adik ziya dimana?" tanyanya. Aku lalu menunjuk ke salah satu jendela. ziya langsung menuju kesana, dan tampak terpukau ketika melihat ada seorang bayi tengah tergolek didalam tabung kaca, dan seluruh tubuh di panasi dengan sorot lampu bohlam. "waah.. halo,.. halo adik ziya.., ini kaka ziya.., bangun dong, jangan tidur terus.. " oceh ziya tanpa henti.
Mungkin itulah kegembiraan terakhir ziya di hari itu. Karena selanjutnya, seluruh perhatian orang2 hanya terfokus pada sang bayi, dan melarang ziya untuk berbuat ini itu dekat sang bayi,, khawatir akan melukainya. Satu yang luput terfikirkan adalah, ziya pun terluka karena sikap2 tersebut.
Ziya ingin menggendong bayi, dilarang. ziya ingin mengelus2 bayi juga dilarang. Terakhir, ziya mendekati sang bayi dengan membawa sebuah buku ceritanya, berniat menceritakan buku tersebut padanya, sama halnya dengan kebiasaan yang sering kulakukan pada ziya. Sayangnya, sang bayi yang terbaring di atas kasur, dan langkah ziya yang sedikit melompat karena girang ,membuat satu larangan bagi ziya muncul kembali. Alhasil, ziya kini tertidur dengan sebuah buku dalam genggaman. Dan kami baru tersadar telah mengabaikannya seharian..
Aku lalu menggendong ziya, memindahkannya ke kamar. Ziyapun terbangun sekejap. Tanpa membuang waktu, aku segera memeluknya, dan berbisik di telinga kirinya "ziya, maafin abi ya nak.. hari ini ga main2 sama ziya kayak kemaren2" ujarku. ziya terlihat mengangguk dengan mata yang masih terpejam. sedetik kemudian, ia tampak terlelap kembali.. tanpa peduli terdengar atu tidak, aku melanjutkan kata2ku. "Tadi abi sibuk ngurusin adik ziya, ngurusin ummi ziya, malah lupa sama zia deh. Tapi.. abi seneng liat ziya udah jadi anak hebat hari ini, udah mau sayang sama adik ziya, udah mau bacain cerita buat adik ziya, dan udah jadi anak yang nurut sama ummi." ujarku. "ma kasih ya nak.." kataku, kali ini tak ada anggukan sebagai jawaban. Pernyataan itu pun menggantung di langit2 kamar, menunggu pagi hari tiba untuk dibayar dengan jawaban.      

05/04/2013

First Day School

Tanggal 16 Juli 2012, adalah hari pertama ziya bersekolah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia sangat antusias membeli peralatan2 sekolahnya, mencobai baju2 seragamnya, dan setiap kali ia melewati sekolah tersebut zia selalu mengoceh "Abi, nanti zia sekolahnya disini ya?", "Abi lihat..!! itu sekolah ziya..!" "waah..sekolah ziya warna warni, bagus ya abi..!!" celotehnya. "Iyyaaa..." jawabku.
Suatu kali, aku bertanya pada ziya "Mmm.. ziya tau ga, sodara ziya kan mau sekolah juga, tapi katanya sekolahnya mau di yang warna hijau, bukan di yang warna warni, sekolah yang hijau itu yang sekolahnya deket, kalo yang warna warni mah lumayan jauh. Tetangga ziya juga sekolahnya mau disana. Kalo ziya, gimana?" tanyaku. Ziya terdiam sesaat, lalu menjawab dengan mantap "ziya mah mau sekolah di yang warna warni aja ah." jawabnya. "bener?" tanyaku memastikan. Ziya lalu mengangguk. "ga apa2 ngga satu sekolah sama sodara ziya?" tanyaku lagi. "ga apa2..!" jawab ziya tanpa ragu. Dan jadilah ziya seorang diri yang didaftarkan di sekolah ini, TK Al-Wasilah.. berbeda dengan teman2 sekomplek dan saudara2 seusianya. Tak mengapa, ini adalah keputusan ziya. Akupun bangga melihat ziya kecil ternyata sudah berani mengambil keputusan besar.
Mulanya aku hendak memasukannya di kelas kober, akan tetapi seorang guru yang baik meyakinkan kami untuk langsung saja mendaftarkannya ke TK A. Entahlah, aku sempat ragu ziya akan bisa cepat beradaptasi di tingkat ini.
Hari yang dinanti pun tiba, kami memasuki gerbang sekolah yang sudah ramai dipenuhi anak2 dan para orang tuanya. Tampak para guru2nya berjejer di gerbang masuk, menyalami anak dan orang tua yang baru datang.
Singkat cerita, ziya sudah berada di kelas, terdiam mengamati keadaan kelasnya. Melihat gambar2 yang ditempel di dinding, benda2 menarik yang tergantung di langit2, dan banyak sekali anak2 lain yang memakai baju seragam yang sama dengan dirinya.
Dua menit, lima menit, 10 menit berlalu, ziya mulai merasa tidak nyaman.. Ia merajuk, menarik2 tanganku minta ditemani. Aku pun mendudukannya di pangkuanku, lalu mencoba menyapa anak2 lain, dan mengenalkannya pada ziya, berharap hal tersebut bisa sedikitnya membantu ziya dalam beradaptasi. Tapi sebentar kemudian ziya kembali bertingkah, menggigiti kerudungnya, lalu kian merajuk minta pulang. Bujukan gurunya tak sedikitpun digubrisnya. Berulang2 aku membujuk ziya agar terus bertahan.. namun inilah ziya, ia tak suka berada di lingkungan yang baru, dengan kegiatan2 baru diluar kesehariannya. Keringatku mulai mengalir, di tengah kelas yang terasa kian sesak, dan sikap ziya yang membuatku kebingungan harus berbuat apa. Lalu, mendekatlah ummi ziya, mengambil alih ziya dari tanganku, dan memaksanya tetap mengikuti kegiatan kelas dengan wajah yang dingin. Ziya semakin meronta, memanggil namaku berulang2. "abii.. pengen sama abii..!" ujarnya sambil menangis. Aku terdiam, iba menatapnya menangis seperti itu, meronta tanpa bisa lepas dari pegangan umminya, yang seolah tak peduli dengan tangisannya. "harus tega, biar bisa mandiri" kata umminya. Aku menurut saja, berfikir..apa tak ada cara yang lebih menyenangkan untuk membuatnya tetap bertahan.
Jam 10 pagi, kelaspun usai. Dan ziya tak mau berbaris seperti anak2 yang lain. Ummi ziya lalu memeganginya, memaksanya untuk ikut berbaris. Ziya menangis, menurut..yang penting bisa segera pulang.. fikirnya.
Hari kedua, ziya kembali bersemangat saat memakai seragam yang berbeda, bersemangat saat berangkat ke sekolah, namun.. kembali menangis saat di kelas.
Hari ketiga, ziya sudah mulai bisa membiasakan diri, memperhatikan saat gurunya bernyanyi lagu yang menyenangkan, dan alis berkerut ketika diucapkan slogan2 yang mendidik. ziya kecil duduk di kursi berwarna pink di samping gurunya, seolah kursi tersebut memang disediakan hanya untuk ziya, sementara anak2 yang lain duduk dengan manisnya di atas karpet.
Beberapa hari kemudian, ziya sudah berani ke depan kelas, menulis dengan menggunakan spidol. Dan setiap kali dibonceng pulang dari sekolah, ia seringkali terdengar bersenandung.. "ilaa liqo.. ilaaaa liqo..sampai berjumpa lagi satu dua..." ujarnya. Aku tersenyum mendengarnya..
Nak, mungkin kau tak pernah tahu, bukan hanya kau yang belajar di kelas tersebut. Abimu ini juga berusaha untuk menghafal lagu2 yang dinyanyikan olehmu, kata2 slogan yang diteriakan teman2mu, dan cara gurumu dalam menghadapi anak2 seusiamu. Karena kau tahu sendiri, sehari2 abimu ini "bercakap2" dengan mesin, berbahasa dengan angka dan data, malah mungkin telah "tertular" sifat kaku si mesin. he..  tak heran, kebingunganlah yang didapatkan ketika harus mengajarimu. Satu kata yang teringat.. Mumtaz.. istimewa. Kau ini istimewa bagiku nak.. dan itulah yang membuat "si mesin" ini belajar untuk memberikan yang terbaik. Belajar mengulang kembali lagu2 yang dinyanyikan di sekolah, belajar meniru gerakan2 sang pemberi ilmu yang bisa membuat kau tertawa kegirangan, semua demi yang teristimewa..
Meski pada kenyataannya, banyak hal yang tak sesuai dengan yang kita inginkan. Kau tak bisa berangkat ke bogor bersama teman2mu karena aku tak bisa meninggalkan ummi dan adikmu di perutnya, aku tak bisa membawamu melihat parade drum band cilik karena kunjungan nenekmu dari luar kota, dan terakhir..kita tak bisa jalan santai bersama kelasmu karena jadwal kerja "si mesin" ini.. semoga kelak kau mengerti..
Hmph.. Hampir satu tahun sudah ziya bersekolah di TK ini, dan Alhamdulillah..banyak sekali hal positif berkembang pada dirinya. Keputusannya dulu sungguh tidaklah mengecewakan. Seperti usai shalat maghrib di masjid tadi, ziya kecil tiba2 saja memelukku dari belakang, lalu berbisik dii telinga kananku.. "ziya sayang abi..karena Allah.." ujarnya. Aku tersenyum haru, "iyaa.. abi juga..".

 

04/04/2013

Tangis ziya

Ziya kecil melangkah keluar dari gerbang sekolahnya dengan wajah yang berbeda. Ia tampak muram, awan mendung sungguh membayangi tatapan matanya. Aku lalu membisikinya, "kenapa nak?" tanyaku. Ziya hanya terdiam. Ia tak menjawab sepatah katapun, hanya roman mukanya seperti tengah menahan tangis. Akupun terdiam, berdiri, dan menuntunnya ke pelataran parkir, tempat yang sedikit lebih leluasa dibanding gerbang sekolah. Disana aku kembali berjongkok dan membisikinya, "Ziya kenapa? lagi sedih ya.." tanyaku. Tanpa disangka, ziya langsung menangis memelukku sambil berkata "ziya mau ke toko bukuu..." jawabnya. Aneh, fikirku.. tak biasanya ia mengajak ke toko buku dengan cara seperti ini. Memang, kami berdua sering menghabiskan waktu bersama di toko buku. Ziya membawa satu per satu buku cerita, lalu memintaku menceritakan isinya. Setelah kubacakan dengan singkat (mengingat buku tersebut belum tentu dibeli, dan perasaan tidak enak pada penjaga toko yang mondar-mandir dibelakangku), ziya lalu meletakkannya kembali di tempat semula, melihat2 lagi sebentar, dan kembali membawa sebuah buku yang harus dibacakan..
Ditempat itu waktu seakan berlalu lebih lambat, kami baru tersadar ketika kaki sudah terasa pegal, atau sebuah sms dari umminya ziya yang meminta untuk segera dijemput. Ditempat itu, masalahpun seakan terlupakan. Ziya yang dijauhi temannya, ziya yang tak bisa ikut berwisata bersama saudara2nya.. apapun itu, di tempat tersebut ziya dihibur dengan buku2 bergambar menarik yang berjejer rapih di rak.
"Ziya.. mau cerita ke abi? apa tadi di sekolah ada yang gangguin lagi ya..?" tanyaku sembari mengelus2 kepala ziya. Ziya akhirnya sedikit bercerita, "tadi kayla jatoh, trus berdarah matanya." Aku mengangguk, "o ya? mungkin neng kaylanya lari2 ya?" tanyaku. "iya.." jawab ziya. "trus sama ziya ditolongin?" tanyaku lagi. ziya mengangguk ragu, seperti menyembunyikan sesuatu.
Aku tak terlalu paham dengan cerita ziya tersebut. Kayla itu lah yang sering disebut2 ziya sebagai sahabatnya. Berulang kali kutanya ziya bagaimana sebenarnya kejadiannya, Ia menjawab tak jelas, terakhir kali kutanya saat bermain boneka, ziya bercerita, "waktu itu neng kayla ziya kasih ke..kekuatan, trus neng kaylanya jadi bisa lari cepet..ZIING.. !!" ujar ziya. Waduh, ini pasti diadopsi dari film boboiboy..dan aku masih belum mengerti.
Hmm, mungkin saja kejadian di sekolahnya tadi adalah, ketika ziya dan kayla bermain berdua, berlari2 di kelas seperti anak2 kebanyakan, mereka diperingatkan oleh gurunya untuk tidak berlari2, namun mereka masih juga begitu. Lalu kayla pun terjatuh entah terpeleset atau apa, terbentur dan berdarah. Melihat sahabatnya terluka, ziya shock..kaget. Ingin menolong, namun bingung apa yang harus dilakukan, jadilah ia berdiri mematung, terluka dalam hatinya, iba.. dan menahan diri supaya tidak ikut menangis. tangisnya baru pecah ketika bersamaku.
Atau mungkin juga, ketika ziya dan kayla bermain, ziya tak sengaja bertabrakan dengan kayla, sehingga mengakibatkan kayla terjatuh dan berdarah. hal itu menyebabkan ziya merasa bersalah, dan merasa menyesal telah menyakiti sahabatnya sendiri. Jika ini  yang terjadi, Aku harus meminta maaf pada ayahnya kayla ketika bertemu nanti.
Entahlah.. yang pasti, ziya yang kutahu itu berhati sangat lembut, meski seringkali terlihat acuh dari luar, namun dibalik sikap acuhnya itu, ia memperhatikan dan menyayangi orang2 di sekelilingnya..