28/05/2020

Desain Rumah Hook, dengan Tanah Trapesium (bag 2)

Bismillah, melanjutkan artikel yang kutulis pada 13 Juni 2013, yang berjudul ‘Desain Rumah Hook, dengan Tanah Trapesium’. (http://abiziya.blogspot.com/2013/06/desain-rumah-hook-dengan-tanah-trapesium.html)

Ya, memang sungguh tulisan yang lampau. Hampir tujuh tahun, rumah aslinya pun sudah berganti warna dari pertama kali dibangun. Penambahan canopy, perubahan garasi, dan semacamnya. Beruntung, foto proses pembangunannya sempat didokumentasikan. Termasuk desain railing balkon dan tangga, dimana kebetulan sang pemilik rumah memintaku untuk membuat desainnya juga.

Jadi, berbekal data-data tersebutlah tulisan ini dipaparkan. Sebagai informasi tahap lanjut akan nasib si tanah trapesium. He..

Kita mulai,

Selayaknya desain-desain pada umumnya, dalam proses pembangunan di lapangan selalu saja menemui kesulitan. Berpuluh-puluh masalah, yang acapkali menuntut improvisasi. Tak jarang, permasalahan itu memaksa adanya sedikit perubahan dari desain awal. Katakan saja masalah material, masalah biaya, de el el. 

Apa daya, sebagai pembuat desain amatiran, aku harus terus berusaha mengadakan penyesuaian.




  

Gambar di atas adalah desain yang sudah dimodifikasi. Ornamen-ornamen sampingnya dikurangi sedemikian rupa, menyesuaikan dengan permintaan mandor proyek dan pemilik rumah. Sayangnya, karena kurangnya pengawasan, ternyata setelah bangunan tersebut berdiri, tampak sampingnya terlihat sedikit berbeda. Alasannya, karena berada di perumahan, rumah itu harus menyerupai rumah-rumah lain yang ada di sekitar.  





Kecewa? Tentu saja. Hasil jerih payah menyusun dan menggambar malah diubah seenaknya. Padahal, bangunan-bangunan di sekitar rumah ini pun menurutku memang sudah berlainan. Ciri khasnya hanya berada pada topi di bagian depan, dan tiang di bagian samping. Dan itu sudah kupenuhi pada desain awal. Alasan yang dikemukakan sang mandor sungguh tidak masuk akal.

Namun, mengingat bangunan sudah hampir rampung, mau tidak mau aku lah yang harus menata ulang desain. Kembali ke laptop dan menggambar ulang.





Lihat, gambarnya saja dibuat di ms.word, khawatir keduluan dengan pembangunan yang terus berjalan. Setelah itu, cepat-cepat kuberikan dua gambar di atas pada sang mandor. Berharap agar tak terjadi lagi perubahan.

Alhamdulillah, sisanya berjalan lancar dan terkendali. Rumah pun berdiri seperti gambar di bawah ini.




Selesai?

Tidak. Sang pemilik rumah kembali memintaku untuk membuat desain railing balkon dan tangga. Balkon yang dimaksud itu ada dua, di bagian luar dan dalam. Karena seperti desainku sebelumnya, lantai dua memang tidak dicor seluruhnya, melainkan dikosongkan sebagian di atas ruang keluarga lantai satu. Tujuannya, agar ruang tersebut lebih terasa lapang dan segar.

Maka, batas lantai itu harus dibatasi pengaman dengan railing besi. Sesuatu yang kokoh dan kuat, namun harus indah pula dilihat. Posisinya yang berada di tengah rumah, bisa menjadi pusat perhatian. Sang pemilik rumah tak ingin hanya desain biasa, sebisa mungkin harus unik dan luar biasa. Maka dari itu, dengan berbagai pertimbangan, aku memilih tema ‘kaligrafi’.







Untuk desain-desain tersebut, aku menggunakan microsoft excell. Dengan acuan bahan yang digunakan adalah besi hollow ukuran 4x4. Balkon atas yang notabene lebarnya lebih kecil, banyak hurufnya pun harus lebih sedikit. Aku memilih kaligrafi kufi bertuliskan moto ‘man jadda wa jada’. Artinya, barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil. 

Sedangkan untuk railing balkon dalam, aku memilih kaligrafi lafadz hauqalah. Sebagai pengingat, bahwa setiap keberhasilan dan kesuksesan, tidak lain dan tidak bukan, semata-mata merupakan atas pertolongan Allah semata.

Untuk railing tangga, karena dituntut secepatnya, disamping aku tak sempat menemukan kalimat yang pas, maka terpaksa menggunakan tema kotak-kotak minimalis saja.

Alhamdulillah, kendati pada pengerjaannya membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian, kesemua itu berhasil dikerjakan sesuai dengan hitung-hitungan desain.






Selesai?

Masih belum. Terakhir aku diminta pula membuatkan desain untuk benteng belakang. Dengan tenaga yang tersisa, aku kembali mengukur dan menggambar.






Pada pembangunannya, ia kembali menemukan masalah. Yakni dari penggunaan material, biaya, de el el. Alhasil harus diadakan sedikit penyesuaian.

Kendati demikian, aku akhirnya bisa bernapas lega, karena dengan selesainya benteng belakang, maka artinya tugasku sudah selesai. Walau dengan segala keterbatasan dan kemampuan, ketidaksempurnaan dan kekurangan, semoga apa yang telah dilakukan ini memberi banyak manfaat bagi orang lain. Dan dicatat oleh Allah sebagai penambah berat timbangan amal nanti di hari penghisaban.

Aamiin.