23/10/2017

Anak Kecil Yang Bertanya



Alun-alun kota, begitu indah ditata ahlinya. Lampu-lampu antik, bangku-bangku unik, berderet rapih mengelilingi lapangan hijau tanpa keramik. Belasan pot bunga besar ditempatkan di beberapa titik, menambah suasana alun-alun kota itu menjadi terlihat semakin menarik. Tak heran jika orang-orang gemar sekali datang ke tempat ini. Sekedar menghabiskan istirahat siang, sekedar duduk-duduk di pinggiran taman, atau hanya melihati anak-anak yang saling berkejaran di lapangan.
“Horee..! Kakak yang pertama!!” teriak satu diantaranya, riang. Satunya lagi bersungut sebal, “Nggak boleh!! Ade yang menang!” balasnya, setengah merajuk. Keduanya berebut, tak mau kalah satu dan lainnya. Hingga Ayahnya datang mendekat, menengahi pertengkaran mereka. “Sudah..sudah.. Kakak yang pertama, dan Ade yang kesatu” ucapnya. Yang langsung disambut tawa girang sang Adik. Sementara sang Kakak menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, masih berusaha mencerna kata-kata bijak Ayahnya yang belum Ia pahami maksudnya.
Sejurus kemudian, mereka berdua sudah berlari lagi. Kali ini berebut ingin naik becak mini. Sebuah becak lucu yang berukuran kecil, khusus untuk anak-anak. Mereka berdua sama-sama ingin berada di posisi mengayuh. Keduanya saling mendorong, tak rela melepaskan sadel becak dari pegangannya. Lagi-lagi Ayahnya datang mendekat, menengahi pertengkaran anak-anaknya. Sementara pemilik becak hanya tertawa, senang karena becaknya akan ada yang menyewa. “Murah Pak, cuma 2000 Rupiah saja buat tiga kali putaran” ujarnya. Sang Ayah mengangguk, lalu merogoh saku. Ia mengeluarkan dua lembar uang 2000-an. “Saya sewa dua becak Pak!” ucapnya. Sontak disambut girang anak-anaknya, yang kini masing-masing memiliki becak mini untuk dikayuhnya.
Seorang Ayah memang harus memiliki seribu solusi dalam hal perdebatan anak-anaknya. Ia harus bijak dalam menengahi pertengkaran tak berujungnya. Berakhir perdebatan yang satu, muncul lagi perdebatan berikutnya. Usai pertengkaran yang satu, datang lagi pertengkaran yang lainnya. Lihat saja, sesaat setelah tertawa-tawa mengayuh becak, kini dua anak itu saling meledek satu sama lain, berlomba dulu-duluan berkeliling lapangan. Balapan..lagi. Berharap menjadi yang tecepat dalam hal mengayuh becak mini.
Sebenarnya tak hanya becak mini saja, beragam sewa permainan pun ada di tempat ini. Mulai dari DelDom, sebuah Delman kecil yang ditarik seekor Domba, Pancing ikan mainan dengan magnet, Odong-odong bermacam bentuk, hingga penjaja gelembung dan ragam jajanan. Alun-alun kota sungguh menjadi tempat kunjungan favorit bagi orang kebanyakan. Selain tempatnya yang nyaman, harga-harganya pun terhitung murah berbilang.
Tak jauh darinya, sebuah Mesjid Agung yang cukup megah berdiri dengan kokohnya. Dua menaranya yang sangat tinggi, selalu menyuarakan panggilan Adzan lima kali dalam sehari. Memanggil muslim-muslim di sekitarnya, di kantor-kantor sekelilingnya, dan mereka yang tengah berada di Alun-alun kota, untuk bersegera menunaikan kewajibannya. Shalat lima waktu, sungguh tak pernah berdurasi lama. Yang meski diakumulasikan secara keseluruhan pun, Ia tak pernah lebih dari separuh waktu dalam siklus 24 jamnya.
***
Menjelang sore, Alun-alun kota kian dipadati manusia. Kali ini kebanyakan pengunjungnya adalah anak-anak sekolah dan para remaja. Mereka hendak memanfaatkan keindahan taman sebagai tempat untuk berpacaran.. berdua-duaan. Barisan bangku uniknya diduduki mereka secara berpasangan, padahal sungguh usianya barulah menginjak belasan. Tapi tak lantas menyurutkan niat mereka untuk mengikuti tren orang kebanyakan. Seperti dalam adegan drama-drama, sinetron-sinetron, dan iklan-iklan pacaran yang menjadi konsumsi harian mereka di setiap tayangan.
Lihatlah, sebagian remaja berusia belasan itu sudah berpakaian bebas, gaul, dengan wajah dipermak bedak, dan bibir diolesi gincu merah tebal. Membuatnya makin aneh terlihat, seperti lebih tua berkali lipat. Sementara sebagian remaja lagi bahkan masih berpakaian seragam. Ada yang putih-abu, ada pula yang putih-biru. Miris sekali melihatnya..
Dan, cinta pun menjadi pembenaran atas kejahatan mereka. Cinta yang tak tahu menahu tentang pelampiasan nafsu, cinta yang senantiasa bercahaya di ujung terdalam kalbu, serta cinta yang begitu mulia anugrah dari Sang Pencipta, diberangus dengan kejam tuk menyumpal bualan perbuatan-perbuatan syetan. Mulai dari ‘hanya’ duduk berdampingan, bertambah ‘hanya’ pegangan tangan, hingga mereka yang nekat ‘hanya’ mesra berpelukan. Sesuatu yang sedari jauh hari telah diperingatkan Sang Nabi untuk dijauhi. Namun marak diperbuat oleh remaja-remaja di masa kini. Termasuk di pelataran Alun-alun kota ini.
Adzan Ashar dikumandangkan, suaranya melengking dan membuaikan. Memanggil-manggil segenap muslim untuk kembali datang menghadap. Puluhan orang segera bangkit dan berjalan mendekat. Meninggalkan segala kegiatan dunia, yang Demi Allah semua itu adalah fana belaka. Mereka mengantri di tempat wudhu, membasuh raga sementara mereka. Menggugurkan dosa di setiap alir dan tetes air wudhunya.
Sementara belasan orang sisanya, masih sibuk dengan kegiatannya. Pedagang-pedagang yang terlalu khawatir kehilangan pendapatannya, karyawan-karyawan yang terlalu takut dimarahi atasannya, serta sepasang remaja yang masih jua duduk bersisian, tersenyum saling berpandangan, dihiasi tawa dan sorakan syetan yang tak henti-henti memberikan bisikan.
***
Shalat Ashar barulah usai, para jamaahnya keluar beriringan. Memakai sandal, lalu kembali pada kegiatannya masing-masing. Dengan hati yang lebih lapang, fikiran yang lebih tenang, dan wajah-wajah bercahaya yang bekas sujudnya ditampakkan. Tinggal anak-anak kecil yang berlarian girang. Mereka bermain sembari  menunggu guru mengajinya datang. Sore ini memang jadwal mereka belajar Alif Ba Ta Tsa, tak heran jika masing-masing membawa buku Iqro dalam genggamannya.
Satu diantara anak kecil tersebut berhenti berlari, kemudian berjalan mendekat ke arah remaja yang duduk bersisian. Dengan wajah polosnya yang menggemaskan, anak kecil itu bertanya tanpa beban, "Kak, kakak muslim bukan?" tanyanya. Yang ditanya kaget bukan kepalang, menoleh pada sang Anak, lalu mengangguk spontan.
Anak itu bertanya lagi, "Kitab Suci kakak itu Al Qur’an bukan?" katanya. Dengan terpatah-patah, remaja laki-laki kembali menjawab dengan anggukan.
"Terus kenapa kakak masih saja berdua-duaan?" tanya anak tersebut. "Bukankah Allah dalam Al Qur’an menyatakan, larangan muslim mendekati Zina, menuruti Syetan?" lanjutnya. Wajah dua remaja memerah padam, tak terima kata-kata polos sang anak kecil, seketika mereka naik pitam. "Apa pedulimu anak kecil? Pergi sana, jangan urusi Kami yang sedang bersenang-senang !" bentak remaja pria, menyalak marah.

Anak kecil itupun menangis sesenggukan. Bukan.. bukan lantaran sebuah bentakan. Melainkan karena sikap mereka yang tak mau diingatkan.
***

5 menit berlalu, meski pertama terlihat takut, langkah kaki anak kecil itu tak seketika surut. Ia mendatangi kembali dua remaja yang masih duduk bersisian, kemudian mengajukan tanya, "Kak, apa itu cinta?" tanyanya. Yang ditanya kali ini tersenyum gembira, lalu memandang manusia disebelahnya. "Cinta itu ibarat bunga, cantik tiada tara, wangi tak terkira, dan senyumnya sungguh memesona" jawabnya. Yang dipandangi sontak memerah pipinya, malu-malu menyembunyikan senyumnya. "Duh.. so sweet.." katanya, manja. Mereka lalu tertawa, kedua tangan mereka berpegangan dengan mesranya.

Anak kecil itu mengangkat alis, lalu bertanya dengan herannya, "Kak, kenapa kakak tidak membuktikan kesungguhan cinta kakak dengan menikahinya?" tanyanya. Remaja pria terlihat gelagapan, "Me..me.. menikah??.. " ujar sang pemuda, terbata. Ia menatap anak kecil didepannya dengan kikuk. Namun tak lama, karena Ia kembali marah, lalu membentak anak itu dengan kasarnya, "Anak kecil tahu apa? Pergi sana !! Jauhi kami yang sedang menikmati cinta !!" ujarnya.

Anak kecil kembali menangis. Sekali lagi bukan karena bentakan, melainkan karena mereka tak mau diingatkan.
***

4 menit kemudian, anak kecil itu lagi-lagi mendatangi mereka, lalu dengan wajah polosnya Ia bertanya, "Kak, apa kakak tidak bisa hidup tanpa Cinta?" tanyanya. Dua remaja yang tengah bermesraan manja, seketika langsung tertawa dan saling menatap mata pasangannya. Sang remaja pria tersenyum, lalu menjawab, "Tentu tidak, aku tidak pernah bisa hidup tanpa kau, Cinta.." katanya. Demi mendengar jawaban sang remaja pria, wanita di sebelahnya merona pipinya, hampir-hampir saja jatuh pingsan karena kata-katanya.

Anak kecil kembali mengangkat alis, "Kak, Aku tidak percaya" katanya. Sang remaja pria langsung menimpali, "Ya, karena Kau anak kecil yang terlalu banyak tanya. Ha..ha..ha…"ujarnya, mereka berdua menertawai anak kecil itu.

Remaja pria kembali mengusirnya, "Sudah, pergi sana.. Jangan ganggu kita !" bentaknya lagi, untuk yang kesekian kali.

Sayang, anak kecil itu tak lagi menangis seperti sebelumnya. Ia tak sedikitpun bergeming dari tempat berdirinya. Dua remaja hendak kembali mengusirnya, namun urung ketika Anak kecil itu bertanya lagi,

"Kak, apa Kakak takut jika dicabut nyawa?” tanyanya. Yang ditanya menoleh pada kekasihnya, lalu menjawab dengan tak acuhnya, "Jikapun nyawa melayang, demi dirimu kan kurelakan Sayang.." gombalnya. Gadis disebelahnya kembali melayang, terbuai dengan kata-kata gombal sang remaja pria. Dengan rona merah di kedua pipinya, Ia hendak menghadiahi sang pria dengan sebuah kecupan syetan.

Namun, belum sempat hal tersebut dilakukan, Sang anak kecil berkata dengan suara yang terdengar berbeda dari sebelumnya. Jauh berbeda dari sebelumnya. Suara yang terdengar lebih berat, mengelegar, dan teramat menyeramkan.

"HRRGGHH...BAIKLAH..!!" ucap suara itu. Perlahan, wujud anak kecil berubah menjadi sebuah sosok tinggi besar yang mengerikan. Matanya merah menyala, menatap remaja pria dengan sorotan tajamnya. Dan dengan suara yang lebih menyeramkan lagi, wujud itu berkata, "AKU DIPERINTAH TUHANKU UNTUK MENCABUT NYAWAMU SEKARANG..!!" katanya, sembari menjulurkan tangannya ke arah sang remaja pria.

Mereka terpana, tak mampu berkata barang sedikit saja. Matanya terbelalak, wajahnya berubah pucat. Ketakutan teramat besar sungguh tergambar di wajahnya. Jantungnya berdegup sangat kencang, sekencang-kencangnya. Namun itu hanya sesaat, karena tak lama kemudian jantung itu berhenti berdetak. Ruh remaja pria itu dicabut paksa, ditarik dengan kasarnya. Ibarat kawat berduri didalam daging mentah, yang ditarik sekencang-kencangnya, begitu sakit, begitu berdarah-darah.  

Remaja itu mati, tanpa disangka sama sekali. Ajalnya tiba, justru di waktu yang tak pernah diduga-duga. Ruhnya dipukuli sembari diseret, meninggalkan jasad yang matanya masih melotot ketakutan, dan lidah yang masih menjulur kesakitan. Remaja gadis kekasihnya, sudah berlari entah kemana. Tak sanggup melihat kematian yang begitu mengerikan dalam pandangan.
***

Selang berapa lama, sebuah pertanyaan kembali diteriakkan pada sang remaja pria. "MAN ROBBUKA ?" suaranya bergema, menggetarkan jiwa siapapun yang mendengarnya.

Sayang, untuk kali ini remaja pria itu tak lagi bisa berkata.. "Pergi sana..!”   


T A M A T

No comments:

Post a Comment