Tuan yang terhormat,
bukankah yang namanya utang itu haruslah dibayarkan?
Dan menunda-nunda pelunasan itu sendiri adalah sebuah bentuk kezholiman?
Lalu mengapa berbulan-bulan hak Saya tak jua Kau tunaikan?
Apa salah Saya?
Tuan yang terhormat,
bukankah hartamu itu jauh berkali lipat?
Dan hak
Saya yang tersempil didalamnya hanyalah secuil karat?
Secuil yang bagi Saya
mengumpulkannya itu butuh waktu sedemikian banyak.
Dan kini Kau tahan-tahan tanpa kejelasan sebab.
Lagi-lagi, apa salah Saya?
Tuan yang terhormat.
Saya sudah lupakan rupiah yang Kau kelola itu.
Saya tak lagi
mempertanyakan keuntungan-keuntungan itu.
Biarlah.. Seperti katamu,
'Jika tak
percaya..kelola saja sendiri', ucapmu waktu itu.
'Jumlah dana Saya tak
ada apa-apanya, Kau bisa dengan mudah mendapatkannya', ucapmu lagi. Membuat
tersadar benar, terlalu muluk harapan Saya atas usaha itu.
Terlalu
muluk cita-cita Saya memodernkan usaha itu.
Hmph.. Tuan yang terhormat.
Sudah berhari-hari dompet ini setipis kartu.
Sudah berminggu-minggu perut Saya diganjal batu.
Namun Saya tak mau mengemis-ngemis padamu.
Biarlah, Saya ikhlaskan saja semuanya.
Dana Saya yang Kau kelola,
pinjaman Saya yang Kau minta,
dan semua inventaris yang tak jua Kau
selesaikan pembayarannya.
Tak apa.. Anggap saja sebagai balas budi atas
kebaikan-kebaikanmu.
No comments:
Post a Comment