14/10/2017

Tuan yang terhormat

Tuan yang terhormat,
bukankah yang namanya utang itu haruslah dibayarkan?
Dan menunda-nunda pelunasan itu sendiri adalah sebuah bentuk kezholiman?
Lalu mengapa berbulan-bulan hak Saya tak jua Kau tunaikan?
Apa salah Saya?

Tuan yang terhormat,
bukankah hartamu itu jauh berkali lipat?
Dan hak Saya yang tersempil didalamnya hanyalah secuil karat?
Secuil yang bagi Saya mengumpulkannya itu butuh waktu sedemikian banyak.
Dan kini Kau tahan-tahan tanpa kejelasan sebab.
Lagi-lagi, apa salah Saya?

Tuan yang terhormat. 
Saya sudah lupakan rupiah yang Kau kelola itu. 
Saya tak lagi mempertanyakan keuntungan-keuntungan itu. 
Biarlah.. Seperti katamu, 
'Jika tak percaya..kelola saja sendiri', ucapmu waktu itu. 
'Jumlah dana Saya tak ada apa-apanya, Kau bisa dengan mudah mendapatkannya', ucapmu lagi. Membuat tersadar benar, terlalu muluk harapan Saya atas usaha itu. 
Terlalu muluk cita-cita Saya memodernkan usaha itu.

Hmph.. Tuan yang terhormat.
Sudah berhari-hari dompet ini setipis kartu.
Sudah berminggu-minggu perut Saya diganjal batu.
Namun Saya tak mau mengemis-ngemis padamu.
Biarlah, Saya ikhlaskan saja semuanya.
Dana Saya yang Kau kelola,
pinjaman Saya yang Kau minta,
dan semua inventaris yang tak jua Kau selesaikan pembayarannya.
Tak apa.. Anggap saja sebagai balas budi atas kebaikan-kebaikanmu.

No comments:

Post a Comment