Penulis adalah profesi para penyabar.
Betapa tidak? Ketika disakiti, Ia
hanya diam..ambil pena, lalu menulis.
Ketika patah hati, Ia juga
diam..ambil pena, lalu menulis.
Ketika naskah ditolak penerbit, Ia
pasrah terdiam..ambil pena, kembali menulis.
Karyanya dibajak, Ia
kembali diam..ambil pena, lagi-lagi untuk menulis.
Ia dijauhi, dijatuhkan, difitnah, ataupun dizholimi, penulis melulu diam dan menulis.
Hmph.. Apa benar penulis sesabar itu?
Tidak juga ternyata..
Orang-orang
yang menyakitinya Ia balas dalam cerita, kejahatannya Ia hancurkan
sehancur-hancurnya.
Fitnah dan kezholiman, Ia lahirkan kembali dalam
barisan tulisan, hingga bisa Ia ungkap fakta sekaligus kebenaran.
Di
dunia nyata Ia diam, namun di dunia kata..merekalah yg dibungkam.
Di
dunia nyata kebal dari hukum, namun di dunia kata..merekalah yang akan Ia
gantung.
Jahatkah?
Lagi-lagi tidak.
Banyak penulis yang justru
memilih konsisten mengajarkan kebijaksanaan.
Menasihati tentang rendah
hati, pun mengajari perihal mawas diri.
Mereka telan semua pahitnya,
diam..kemudian menuliskan manis dalam kata-katanya.
Menjadikan orang yang
sempurna tlah menjahatinya, berubah sadar dan menjadi baik di kisah-kisah yang
dituliskannya.
Penulis, berjuang lewat tulisan, berkawan dengan kesunyian.
No comments:
Post a Comment