14/10/2017

Kala Zahdan ikut Jum'atan

Sesiang ini mentari menyengat dengan sangat. Membakar kepala dan ubun-ubun munculkan penat. Tak heran jika para manusia lebih memilih mengurung diri di rumah. Menikmati segarnya segelas minuman dingin, atau hanya rebahan sambil ditiupi kipas angin. Bermalas-malasan.. Biarkan, waktu kumandang Adzan toh masih belasan menit kedepan. Pun biarkan, keadaan di mesjid juga pasti masihlah lengang. Meski Jum'at adalah rajanya hari, banyak muslim yang seringkali abai pada kewajibannya di siang hari. Apalagi dengan cuaca sepanas ini. Mereka melalaikannya.. Mereka melupakannya..

Zahdan tersenyum senang, melenggang dengan girang dibawah teriknya siang. Titik-titik keringat di dahinya kembali bermunculan, padahal belum lama rasanya Ia kumandikan. Baju koko pemberian, terlihat gagah saat dipakaikan. Peci putih yg sedikit kekecilan, menyibak poni yg biasanya menghalangi pandangan. "Tuh, Zahdan makin ganteng sekarang!" pujiku, usai mendandaninya tadi. Yang dipuji makin kegirangan, berlari ke depan cermin, bergaya ini itu dengan lucunya, lalu berlari ke luar rumah, berharap ada satu dua tetangga yg memujinya juga. Lari ke rumah, mengambil satu mobil mainannya, tak lama kemudian Ia sudah berlari lagi keluar. He.. Tak heran jika baru sebentar saja Ia sudah keringatan.

Ini adalah kedua kalinya Kubawa Zahdan Jum'atan. Terpaksa, lantaran tak ada siapapun di rumah. Daripada ditinggal sendiri, lebih baik Ia kubawa saja. Dengan setengah was-was tentunya, khawatir Ia akan berulah disaat Khatib sedang berkhutbah. Zahdan memang paling tak tahan jika harus berdiam diri lama. Ada-ada saja yg dilakukannya. Mudah-mudahan tidak kali ini. Semoga Ia bisa duduk dengan manisnya sekali ini saja.

Di sepanjang perjalanan, Aku mewanti-wantinya. "Zahdan, nanti di mesjid ga boleh lari-lari ya!" kataku. "Iyaa!" jawabnya, datar. "Ga boleh jalan-jalan juga ya!" ucapku lagi. "Iyaa!" jawabnya, masih datar. "Trus ga boleh ngomong, ga boleh main-main pas lagi sholat" nasihatku, khawatir. "Iyaa!" jawab Zahdan, dengan nada yang tak acuh. Hmph, Ia tak terlalu memperhatikan rupanya. Aku lalu memberinya dua kepingan uang logam, "Ini, nanti jangan lupa masukin ke kotak infaq ya" ujarku. Bola mata Zahdan seketika membesar, untuk yang ini Ia terlihat lebih antusias. "Yeiy..! Harta karun. Siap Pak Abi!!!" jawabnya, sembari berteriak senang.

Tiba di mesjid, Zahdan mengikuti semua gerakan shalat sunnahku. Em, tentu dengan ditambahi menoleh kekanan dan kekiri, menengok kedepan juga kebelakang. Tak cukup, Ia shalat sambil berputar-putar sebentar, serta membentur-benturkan punggungnya dengan kakiku. Kekhawatiranku mulai berbayang-bayang.

Ketika khutbah, Zahdan memain-mainkan dua koin yg kuberikan. Berkali-kali Ia berdiri, melihat sudah sampai mana kotak kayu itu digeser jamaahnya. Zahdan tak sabar ingin segera memasukkan koin didalam genggamannya. Aku menariknya untuk duduk. Lima detik, Zahdan kembali berdiri, masih penasaran. Aku menariknya lagi, khawatir jamaah lain merasa terganggu. Sepuluh detik, Zahdan berdiri lagi. Aku lekas mendudukannya kembali, lalu kupegangi. Zahdan pun tak berdiri lagi. Aman.. he..

Lima belas detik, Zahdan merogoh sakunya, ternyata ada uang lembar seribu lusuh didalamnya. Entah bagaimana uang itu bisa ada disana. Namun dilihat dari tingkat kelusuhannya, tampaknya Ia sudah meringkuk disana lama sekali, hingga 'tercuci' berkali-kali. Kertasnya saja sudah mengerut, dan warnanya saja sudah memudar. Kecil kemungkinan uang itu masih dihargai di pasaran. Penjual manapun mungkin tak akan mau menerimanya, bergidik lalu kabur membawa dagangannya. Namun, tidak bagi Zahdan, Ia malah mengangkat uang tersebut bak harta karun. Bibirnya tersenyum sembari berbisik pelan, "Abi lihat, Jadan nemu uang!" ucapnya. Aku bergegas menurunkan tangannya, memasukan kembali lembaran kusam tersebut kedalam sakunya. Tak ingin terlihat oleh jamaah lain. Zahdan tak puas, Ia malah mengeluarkannya lagi. Aku mengambilnya, melipat sekecil-kecilnya, lalu memasukannya kembali ke saku Zahdan. Merasa aneh dengan yang Kulakukan, Zahdan kembali mengeluarkannya, kali ini dengan membuka lipatan-lipatan selebar-lebarnya, dibentangkan seluas-luasnya, memperlihatkan dengan jelas kerutan dan kelusuhannya. Jamaah di kanan kiri mulai meliriknya. Aku seketika risih, "Ergh..Zahdaaan" geramku, pelan. Beruntung, kotak kayu tiba di hadapan. Segera saja semua dimasukkan. Semua, tanpa kecuali.

Khutbah masihlah panjang, Zahdan sudah tak mau duduk dan diam. Ia celingukan ke arah jendela. "Abi ayo pulang" ajaknya. Aku tak acuh, pura-pura tak mendengarnya. Merasa tak dihiraukan, Zahdan lelah sendiri. Kedua kakinya diselonjorkan kedepan, diatas pangkuanku Ia rebahan. Aku menghela nafas tenang, kepalanya Aku belai pelan, mungkin rasa kantuk mulai Ia rasakan, fikirku. Peci putihnya sudah dilepas sedari tadi, menjulurkan rambutnya yang kembali membentuk poni. Beberapa menit Zahdan bersikap diam, saat tiba-tiba saja Ia mengacungkan telunjuknya padaku, ada sesuatu yang "asing" disana. "Abi, ini..." bisiknya. Aku mengernyitkan dahi tak mengerti. Zahdan kembali mendekatkan telunjuknya padaku, sembari berbisik lagi, "Ini Abi, upil Jadan" ujarnya, polos. Sontak Aku menjauhkan tangan Zahdan. "Eergh... Zahdaaaan..!!" bisikku, kesal.

Aku melihat ke kiri, ternyata ada seseorang yg Zahdan takuti diujung barisan sana. Seorang yg sering mencandai Zahdan sedari kecil. Ditambah dengan perawakannya yg tambun, muncullah sudah rasa takut di hati Zahdan. Aku tak membuang kesempatan, segera saja Kuberi isyarat pada Zahdan. Yg diberi isyarat menoleh, dan demi melihat sosok lelaki berbadan tambun, wajah Zahdan berubah pucat. Ia cepat menyembunyikan kepalanya didalam pangkuanku. Tak berani mengangkatnya meski sebentar saja. Tak lagi berulah hingga bubar Jum'atan. Aku terkekeh dengan tenang. He..berhasil! bisikku.

Kembali ke rumah, Zahdan kembali riang. "Abii, Jadan mau jajaan!!" teriaknya. Aku membungkuk, menatap wajah menggemaskannya. "Zahdan, karena Zahdan udah mau ikut Shalat Jum'at bareng Abi tadi, udah jadi anak hebat di mesjid tadi. Jadi Zahdan Abi kasih hadiah ya. Boleh pilih, mau jajan atau.. mm.. beli.. em.. beli apa ya?" kataku, berpura-pura sedang mengingat sesuatu. Dua bola mata Zahdan terbelalak, wajah sumringahnya tak bisa sedikitpun Ia sembunyikan. "Beli Mo..?" kata Zahdan, memberi petunjuk. Aku berkata, "oh iya, Moo..nyet?" tanyaku. Zahdan menepuk jidatnya sambil tergelak, "Bukaan Abi! Bukaan!! Tapi Mo?" tanyanya lagi. "Em.. Abi tahu..Abi tahu. Pasti Zahdan mau.. Moo...gok ya?" ucapku, yang langsung disambut gelengan kepala Zahdan. "Bukaan.. Tapi Jadan mau beli Moobiiil! Mobil mainan yang bagus tea Abi" kata Zahdan, wajahnya menatapku penuh harap. Aku tertawa, "Iya..iya.. tapi Zahdan janji nanti makin rajin Sholatnya ya? Makin hebat lagi Sholatnya. OK?" kataku. Zahdan mengangkat tangan kanannya, memberi hormat. "Siap Pak Abi..!!" ucapnya, menggemaskan.

No comments:

Post a Comment