21/10/2016

Saputangan Biru

Saputangan biru, tergenggam erat di tangan kananku. Meski begitu kumal dan sedikit berbau, memori didalamnya sempurna tak bisa ditiru.
Kau ingat? Saputangan biru ini yg menghapus air matamu. Saat kau datang padaku, mencurahkan keluh kesahmu. Menangis tersedu, terluka karena cinta. Dia yang kau puja, ternyata tertangkap bermain mata. Cemburu, itu katamu.
Lidahku kelu, gagap aku menghiburmu. Meminjamkan saputangan ini, lalu berpura2 menjadi bijak, berkata satu dua kalimat penambah semangat.
Saputangan biru, kuletakkan diatas meja. Saat kau datang dengan pipi yang merona. Bola matamu bersinar dengan indahnya. Lalu kau berkata, "tolong sampaikan salamku padanya!" katamu, dengan pipi yg semakin memerah. Aku terpaku, diam..membisu. Demi menatap ayu nya wajahmu, kepalaku mengangguk, namun hatiku menggeleng. Ia yg menyakitimu, bagaimana mungkin kau masih juga memberikan hatimu padanya. Aku tak mau kau menangis lagi, aku tak mau kau terluka lagi, aku tak mau hatimu untuk yg lain lagi. Dan, salammu itupun.. kusampaikan. Kau begitu terharu, titik air mata diujung matamu, kau seka dengan saputangan biruku.
Saputangan biru, memudar berubah abu, kumasukkan kedalam saku. Sesaat setelah ku melihat kedatanganmu. Dengan mata yang sembap, dan masih terisak menahan sesak. Pedihnya luka kau katakan, rasa kecewa pun kau utarakan. Penghianatan, itu yg hendak kau jelaskan.
Aku tergugu, menatap pilu air mata yg mengalir di pipimu. Hatiku merana kala melihat kau terluka. Deras hujan diluar sana, tak lebih menyedihkan dibanding hujan dari sudut matamu.
Kau terdiam, heran dengan sebuah keganjilan. Bukankah biasanya aku selalu menyodorkan saputangan biru untuk menghapus airmatamu? Aku tertunduk. Cukup.. Tidak kali ini.
Saputanganku berubah abu, lebih kelabu warna hatiku. Aku orang yang diam2 menyukaimu. Terlalu menyukaimu malah. Merelakan separuh hatiku hancur berkali2. Membiarkan jiwaku koyak berulang2. Karenamu.. Ya, karenamu. Karena aku benar2 mencintaimu. Tidak, tak ada lagi kalimat pemberi semangat. Huruf2nya sudah teramat berkarat.
Saputangan, yg tak lagi biru, kusodorkan tepat kehadapanmu. Kepalaku tertunduk, lirih membisikan tiga kata padamu. Tiga kata yg tertancap jauh didalam kalbu. Tiga kata yang paling tak ingin kukatakan, terutama padamu.
"aku menyerah atasmu" lirihku.

No comments:

Post a Comment