Hari mulai
petang, anak-anak yang sedari siang tadi berada diluar, terlihat kumal dan bau
keringat sehabis bermain kejar-kejaran. Satu persatu mereka dipanggil ibunya,
diperintahkan mandi dan berganti pakaian. Sebagian diantaranya langsung
menuruti tanpa bantahan. Sebagian lagi perlu dua tiga kali diperintahkan. Dan
sisanya, harus dijewer terlebih dahulu, lengkap dengan puluhan wejangan..
ehem.. maksudku omelan. Khas ibu-ibu tentunya.
Zahdan kecil
sudah mandi sejak sore tadi. Ia tak biasa-biasanya menurut saja saat bajunya
akan diganti. Gembira malah. Baju Thomas yang sudah bau keringat itu zahdan
buka dengan senang hati. Mandi pun tak lama-lama didalam jolang. Hanya sebentar
bermain air bersama sikat gigi dan perahu mainan. Empat menit, Ia sudah keluar
berselimutkan handuk sembari melompat riang.
“Abbiiih..!!
Zadan mau pake baju sepaydemen. Yang ada topengnyaa!!” teriaknya, tak berhenti
melompat. Aku tertawa, lalu menjawab “O Iya.. baju spiderman yang baru itu ya.
Sini atuh cepetan, abi kasih minyak telon dulu spidermannya” panggilku. Tanpa
menunggu dua kali, Zahdan sudah berlari menghampiriku. Aku pun segera
mendandaninya. Untuk yang ini, perlu waktu lebih lama. Karena Zahdan tak bisa
diam saat didandani. Ia melompat, Ia berjongkok, kedua tangannya sibuk sekali
melancarkan jurus, yang sepertinya ia sendiri tak tahu jurus apa itu. Aku
memegangi kepalanya, hendak memakaikannya baju spiderman. Berhasil, sayang kedua
tangan zahdan masih belum berhenti juga melayangkan jurusnya DUK !! siku zahdan
beradu tepat dengan jidatku. “Astaghfirullaah.. Zahdannya diem dulu atuh! Ni
kan lagi dipakein baju!” ucapku, kesal. Zahdan hanya terkekeh, lalu
berpura-pura menurut. Berpura-pura? Tentulah, karena setelah kepalanya masuk
sempurna, Ia kembali ber Ciat-ciat tak jelas. Melihatnya, aku langsung saja
mengangkat kembali baju spiderman yang baru masuk sebatas leher. Membuatnya
menutupi seluruh wajah zahdan, lalu membiarkannya. Zahdan panik, lalu meminta
tolong, “Abbiih.. ni jahdan gelap.. abbiih.. tolongin jahdaan..ni susah bajunya”
ucapnya, merajuk, dengan tangan yang berusaha melepas baju tersebut. Giliran
aku yang terkekeh puas berhasil mengerjainya.
Kesukaan
Zahdan pada tokoh spiderman, memang semakin terlihat dari hari ke hari. Zahdan
menggemari kelebihannya saat merayap di dinding, bergelantungan dari gedung ke
gedung, serta menembakkan jarring laba-laba dari kedua tangannya. Mungkin
Zahdan beranggapan bahwa hal itu terlihat keren. Anggapan inilah yang cepat
atau lambat, harus diberi pemahamanberlebih padanya. Sama halnya ketika dahulu,
kakaknya menggemari tokoh-tokoh princess.
“Zahdan”
panggilku. Zahdan tak acuh mendengarku, Ia masih terlihat sibuk ber Ciat-ciat
ria. “Zahdan, lihat sini! Abi punya buku spiderman!” panggilku kembali, kali
ini sembari menunjukkan sebuah buku dari rak bukuku. Buku dengan gambar cover
superhero manusia laba-laba tersebut, seketika merebut perhatian Zahdan.
“Waaaah…!!” ucapnya, terkagum-kagum, langsung berlari mendekatiku. Sebenarnya,
ini bukan buku komik, ataupun buku superhero biasa. Buku yang kupegang ini
berisi analisa dibalik tokoh dan film spiderman, pesan-pesan yang ingin
disampaikan, dan fakta mencengangkan tentangnya.
“Sepaydemennya
kaya baju Zahdan ya Abi?” ucap Zahdan, meminta persetujuanku. Aku mengangguk
mengiyakan, lalu berkata “iya nak, sama kayak baju tidur zahdan. Tapi, ini mah
spidermannya yang ga suka sholat. Beda sama zahdan, Zahdan mah suka sholat kan?
Suka ikut abi sholat di rumah ato di mesjid kan?” kataku, balik bertanya.
Zahdan mengernyit heran, tapi tak lama mengangguk juga membenarkan perkataanku.
Aku tersenyum, “Nah, karena spiderman yang ini mah ga suka sholat, makanya
spidermannya masuk ke neraka. Zahdan tau apa itu neraka?” tanyaku. Zahdan
menggeleng, bulatan hitam matanya masih menatap memperhatikanku. “Neraka itu..”
kataku, berhenti sejenak, hanya agar kalimat berikutnya semakin menarik di mata
Zahdan. “Tempat yang penuh sama api. Apinya.. Panaaaas sekali. Bahkan bisa
lebih panas dari matahari yang suka zahdan lihat waktu siang-siang diluar
rumah” paparku. Zahdan bergidik, gurat kecewa tampak sedikit terlihat di
wajahnya. Aku tersenyum lagi, “tapi, kalo spidermannya suka sholat kayak
Zahdan, suka belajar alif ba ta tsa kayak Zahdan, trus juga suka berbagi mainan
kayak Zahdan anak abi yang hebat ini, nanti masuknya bukan ke neraka, masuknya
ke Surga. Zahdan tau ga surga teh kayak gimana?” tanyaku. Zahdan kembali
menggeleng, bulat hitam matanya membesar, semakin penasaran dengan apa yang
kupaparkan. “Surga itu…” kataku, yang lagi-lagi berhenti barang sesaat, “Tempat
yang baguuus sekali, ada air mancur, ada sungai jernih, ada rumput hijau. Dan,
disana ada mainan Thomas yang banyaaak” kataku. Demi mendengar kata mainan,
mata Zahdan terbelalak tak percaya, ekspresi wajahnya tampak senang bukan
kepalang. “Banyak sekali Abi?” tanyanya, memastikan. Aku mengangguk mengiyakan,
“iya nak, bahkan lebih banyak dari mainan yang ada di planet mainan, toko
mainan kesukaan Zahdan tea. Dan, Zahdan tahu? Di Surga bukan cuma thomas saja, mainan yang lain juga banyak.
Zahdan bisa pilih sesuka Zahdan. Itu hadiah buat anak yang suka sholat sama
ngaji kayak Zahdan. Zahdan berdo’a saja habis sholat sama Allah, biar Zahdan
bisa masuk ke Surga” paparku. Zahdan memekik senang, Ia bahkan melompat-lompat
kegirangan. Senang sekali melihatnya gembira seperti ini.
Malamnya,
ternyata terbukti. Usai pengajian umum di mesjid, kami sholat Isya berjamaah.
Zahdan berdiri disamping kiriku, berbaris rapih dalam shaf layaknya orang
dewasa. Rakaat pertama, Zahdan mengikuti gerakan yang lain. Meski saat orang
lain bersujud, Zahdan malah tengkurap. Bagiku tak masalah, asalkan Zahdan tetap
berada dalam barisan shaf, tak lari-lari seperti halnya anak-anak lain
seusianya yang suka sekali bermain-main saat sholat berjamaah. Rakaat kedua,
keistiqomahan Zahdan mulai terganggu. Ia bersandar di kakiku, sembari menengok
kanan kiri, serta melihat-lihat ke arah belakang. Rakaat ketiga, Zahdan mulai
bergeser. Ia berdiri tepat didepanku saat aku hendak ruku. Aku langsung
bergeser ke kiri, bertukar tempat dengan Zahdan. Dan Saat hendak sujud, Zahdan
bergeser lagi kedepanku. Akupun kembali lagi beralih ke kanan, mengambil tempat
yang ditinggalkan Zahdan, sembari menggerutu dalam hati tentunya. “Aduuh..
Zahdaan, abi kehalangin” bisikku. Awal Rokaat keempat, Zahdan sudah tak sabar,
ingin cepat selesai. Ia mendahului yang lain sujud, tengkurap maksudku, lalu
duduk, kemudian mengucapkan salam sembari menoleh ke kanan dan kiri dengan
cepatnya. Tak lama Ia lalu mengangkat kedua tangannya, dan dengan lantangnya
berdo’a “Ya Alloh, Jadan ga mau jadi sepaydemen yang ke neraka. Jadan ga mau
kena api yang panas. Jadan pengennya masuk ke Surga Ya Alloh. Jadan pengen
mainan Thomas yang baanyaaaak sekali..” ucapnya, yang lalu diakhiri dengan do’a
untuk orang tua yang tak begitu jelas pelafalannya. Aku menggigit bibir, do’a
polos Zahdan barusan terdengar jelas di dalam mesjid ini. “Aduh Zahdaaan…”
ucapku dalam hati lagi. Muncul perasaan kompilasi dalam diri ini. Setengah
karena khawatir mengganggu sholat jamaah lain, setengahnya yang lain adalah rasa
ingin tertawa karena mendengar do’a polos yang dilantunkan Zahdan.
Usai sholat,
Zahdan langsung melapor padaku “Abbiih, tadi Jadan solat, tadi jadan do’a”
ucapnya bangga. Aku mengangguk, lalu setengah berbisik aku berkata padanya,
“Iya, Kau hebat Zahdan !!” pujiku sembari tersenyum. Yang dipuji semakin
berbangga, terkekeh senang, lalu berlari ke belakang, kembali ber Ciat-ciat
ria.
No comments:
Post a Comment