Alun-alun
kota, begitu indah ditata ahlinya. Lampu-lampu antik, bangku-bangku unik, berderet
rapih mengelilingi lapangan hijau tanpa keramik. Belasan pot bunga besar
ditempatkan di beberapa titik, menambah suasana alun-alun kota itu menjadi
terlihat semakin menarik. Tak heran jika orang-orang gemar sekali datang ke
tempat ini. Sekedar menghabiskan istirahat siang, sekedar duduk-duduk di
pinggiran taman, atau hanya melihati anak-anak yang saling berkejaran di
lapangan.
“Horee..!
Kakak yang pertama!!” teriak satu diantaranya, riang. Satunya lagi bersungut
sebal, “Nggak boleh!! Ade yang menang!” balasnya, setengah merajuk. Keduanya
berebut, tak mau kalah satu dan lainnya. Hingga Ayahnya datang mendekat,
menengahi pertengkaran mereka. “Sudah..sudah.. Kakak yang pertama, dan Ade yang
kesatu” ucapnya. Yang langsung disambut tawa girang sang Adik. Sementara sang
Kakak menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, masih berusaha mencerna
kata-kata bijak Ayahnya yang belum Ia pahami maksudnya.
Sejurus
kemudian, mereka berdua sudah berlari lagi. Kali ini berebut ingin naik becak
mini. Sebuah becak lucu yang berukuran kecil, khusus untuk anak-anak. Mereka berdua
sama-sama ingin berada di posisi mengayuh. Keduanya saling mendorong, tak rela
melepaskan sadel becak dari pegangannya. Lagi-lagi Ayahnya datang mendekat,
menengahi pertengkaran anak-anaknya. Sementara pemilik becak hanya tertawa,
senang karena becaknya akan ada yang menyewa. “Murah Pak, cuma 2000 Rupiah saja
buat tiga kali putaran” ujarnya. Sang Ayah mengangguk, lalu merogoh saku. Ia
mengeluarkan dua lembar uang 2000-an. “Saya sewa dua becak Pak!” ucapnya.
Sontak disambut girang anak-anaknya, yang kini masing-masing memiliki becak
mini untuk dikayuhnya.
Seorang
Ayah memang harus memiliki seribu solusi dalam hal perdebatan anak-anaknya. Ia
harus bijak dalam menengahi pertengkaran tak berujungnya. Berakhir perdebatan yang
satu, muncul lagi perdebatan berikutnya. Usai pertengkaran yang satu, datang
lagi pertengkaran yang lainnya. Lihat saja, sesaat setelah tertawa-tawa
mengayuh becak, kini dua anak itu saling meledek satu sama lain, berlomba
dulu-duluan berkeliling lapangan. Balapan..lagi. Berharap menjadi yang tecepat dalam
hal mengayuh becak mini.
Sebenarnya
tak hanya becak mini saja, beragam sewa permainan pun ada di tempat ini. Mulai
dari DelDom, sebuah Delman kecil yang ditarik seekor Domba, Pancing ikan mainan
dengan magnet, Odong-odong bermacam bentuk, hingga penjaja gelembung dan ragam
jajanan. Alun-alun kota sungguh menjadi tempat kunjungan favorit bagi orang
kebanyakan. Selain tempatnya yang nyaman, harga-harganya pun terhitung murah
berbilang.
Tak
jauh darinya, sebuah Mesjid Agung yang cukup megah berdiri dengan kokohnya. Dua
menaranya yang sangat tinggi, selalu menyuarakan panggilan Adzan lima kali
dalam sehari. Memanggil muslim-muslim di sekitarnya, di kantor-kantor
sekelilingnya, dan mereka yang tengah berada di Alun-alun kota, untuk bersegera
menunaikan kewajibannya. Shalat lima waktu, sungguh tak pernah berdurasi lama. Yang
meski diakumulasikan secara keseluruhan pun, Ia tak pernah lebih dari separuh
waktu dalam siklus 24 jamnya.
***
Menjelang
sore, Alun-alun kota kian dipadati manusia. Kali ini kebanyakan pengunjungnya
adalah anak-anak sekolah dan para remaja. Mereka hendak memanfaatkan keindahan
taman sebagai tempat untuk berpacaran.. berdua-duaan. Barisan bangku uniknya diduduki
mereka secara berpasangan, padahal sungguh usianya barulah menginjak belasan. Tapi
tak lantas menyurutkan niat mereka untuk mengikuti tren orang kebanyakan.
Seperti dalam adegan drama-drama, sinetron-sinetron, dan iklan-iklan pacaran
yang menjadi konsumsi harian mereka di setiap tayangan.
Lihatlah,
sebagian remaja berusia belasan itu sudah berpakaian bebas, gaul, dengan wajah
dipermak bedak, dan bibir diolesi gincu merah tebal. Membuatnya makin aneh
terlihat, seperti lebih tua berkali lipat. Sementara sebagian remaja lagi
bahkan masih berpakaian seragam. Ada yang putih-abu, ada pula yang putih-biru.
Miris sekali melihatnya..
Dan,
cinta pun menjadi pembenaran atas kejahatan mereka. Cinta yang tak tahu menahu
tentang pelampiasan nafsu, cinta yang senantiasa bercahaya di ujung terdalam
kalbu, serta cinta yang begitu mulia anugrah dari Sang Pencipta, diberangus
dengan kejam tuk menyumpal bualan perbuatan-perbuatan syetan. Mulai dari
‘hanya’ duduk berdampingan, bertambah ‘hanya’ pegangan tangan, hingga mereka
yang nekat ‘hanya’ mesra berpelukan. Sesuatu yang sedari jauh hari telah
diperingatkan Sang Nabi untuk dijauhi. Namun marak diperbuat oleh remaja-remaja
di masa kini. Termasuk di pelataran Alun-alun kota ini.
Adzan
Ashar dikumandangkan, suaranya melengking dan membuaikan. Memanggil-manggil
segenap muslim untuk kembali datang menghadap. Puluhan orang segera bangkit dan
berjalan mendekat. Meninggalkan segala kegiatan dunia, yang Demi Allah semua
itu adalah fana belaka. Mereka mengantri di tempat wudhu, membasuh raga
sementara mereka. Menggugurkan dosa di setiap alir dan tetes air wudhunya.
Sementara
belasan orang sisanya, masih sibuk dengan kegiatannya. Pedagang-pedagang yang
terlalu khawatir kehilangan pendapatannya, karyawan-karyawan yang terlalu takut
dimarahi atasannya, serta sepasang remaja yang masih jua duduk bersisian,
tersenyum saling berpandangan, dihiasi tawa dan sorakan syetan yang tak henti-henti
memberikan bisikan.
***
Shalat
Ashar barulah usai, para jamaahnya keluar beriringan. Memakai sandal, lalu
kembali pada kegiatannya masing-masing. Dengan hati yang lebih lapang, fikiran
yang lebih tenang, dan wajah-wajah bercahaya yang bekas sujudnya ditampakkan.
Tinggal anak-anak kecil yang berlarian girang. Mereka bermain sembari menunggu guru mengajinya datang. Sore ini
memang jadwal mereka belajar Alif Ba Ta Tsa, tak heran jika masing-masing
membawa buku Iqro dalam genggamannya.
Satu
diantara anak kecil tersebut berhenti berlari, kemudian berjalan mendekat ke
arah remaja yang duduk bersisian. Dengan wajah polosnya yang menggemaskan, anak
kecil itu bertanya tanpa beban, "Kak, kakak muslim bukan?" tanyanya. Yang ditanya
kaget bukan kepalang, menoleh pada sang Anak, lalu mengangguk spontan.
Anak itu bertanya lagi, "Kitab
Suci kakak itu Al Qur’an bukan?" katanya. Dengan terpatah-patah, remaja
laki-laki kembali menjawab dengan anggukan.
"Terus
kenapa kakak masih saja berdua-duaan?" tanya anak tersebut. "Bukankah
Allah dalam Al Qur’an menyatakan, larangan muslim mendekati Zina, menuruti Syetan?"
lanjutnya. Wajah dua remaja memerah padam, tak terima kata-kata polos sang anak
kecil, seketika mereka naik pitam. "Apa pedulimu anak kecil? Pergi sana,
jangan urusi Kami yang sedang bersenang-senang !" bentak remaja pria,
menyalak marah.
Anak
kecil itupun menangis sesenggukan. Bukan.. bukan lantaran sebuah bentakan. Melainkan
karena sikap mereka yang tak mau diingatkan.
***
5
menit berlalu, meski pertama terlihat takut, langkah kaki anak kecil itu tak
seketika surut. Ia mendatangi kembali dua remaja yang masih duduk bersisian,
kemudian mengajukan tanya, "Kak, apa itu cinta?" tanyanya. Yang
ditanya kali ini tersenyum gembira, lalu memandang manusia disebelahnya. "Cinta
itu ibarat bunga, cantik tiada tara, wangi tak terkira, dan senyumnya sungguh
memesona" jawabnya. Yang dipandangi sontak memerah pipinya, malu-malu
menyembunyikan senyumnya. "Duh.. so
sweet.." katanya, manja. Mereka lalu tertawa, kedua tangan mereka
berpegangan dengan mesranya.
Anak
kecil itu mengangkat alis, lalu bertanya dengan herannya, "Kak, kenapa
kakak tidak membuktikan kesungguhan cinta kakak dengan menikahinya?"
tanyanya. Remaja pria terlihat gelagapan, "Me..me.. menikah??.. "
ujar sang pemuda, terbata. Ia menatap anak kecil didepannya dengan kikuk. Namun
tak lama, karena Ia kembali marah, lalu membentak anak itu dengan kasarnya, "Anak
kecil tahu apa? Pergi sana !! Jauhi kami yang sedang menikmati cinta !!"
ujarnya.
Anak
kecil kembali menangis. Sekali lagi bukan karena bentakan, melainkan karena mereka
tak mau diingatkan.
***
4
menit kemudian, anak kecil itu lagi-lagi mendatangi mereka, lalu dengan wajah
polosnya Ia bertanya, "Kak, apa kakak tidak bisa hidup tanpa Cinta?"
tanyanya. Dua remaja yang tengah bermesraan manja, seketika langsung tertawa
dan saling menatap mata pasangannya. Sang remaja pria tersenyum, lalu menjawab,
"Tentu tidak, aku tidak pernah bisa hidup tanpa kau, Cinta.."
katanya. Demi mendengar jawaban sang remaja pria, wanita di sebelahnya merona
pipinya, hampir-hampir saja jatuh pingsan karena kata-katanya.
Anak
kecil kembali mengangkat alis, "Kak, Aku tidak percaya" katanya. Sang
remaja pria langsung menimpali, "Ya, karena Kau anak kecil yang terlalu
banyak tanya. Ha..ha..ha…"ujarnya, mereka berdua menertawai anak kecil
itu.
Remaja
pria kembali mengusirnya, "Sudah, pergi sana.. Jangan ganggu kita !"
bentaknya lagi, untuk yang kesekian kali.
Sayang,
anak kecil itu tak lagi menangis seperti sebelumnya. Ia tak sedikitpun
bergeming dari tempat berdirinya. Dua remaja hendak kembali mengusirnya, namun
urung ketika Anak kecil itu bertanya lagi,
"Kak,
apa Kakak takut jika dicabut nyawa?” tanyanya. Yang ditanya menoleh pada
kekasihnya, lalu menjawab dengan tak acuhnya, "Jikapun nyawa melayang, demi
dirimu kan kurelakan Sayang.." gombalnya. Gadis disebelahnya kembali
melayang, terbuai dengan kata-kata gombal sang remaja pria. Dengan rona merah
di kedua pipinya, Ia hendak menghadiahi sang pria dengan sebuah kecupan syetan.
Namun,
belum sempat hal tersebut dilakukan, Sang anak kecil berkata dengan suara yang terdengar
berbeda dari sebelumnya. Jauh berbeda dari sebelumnya. Suara yang terdengar
lebih berat, mengelegar, dan teramat menyeramkan.
"HRRGGHH...BAIKLAH..!!"
ucap suara itu. Perlahan, wujud anak kecil berubah menjadi sebuah sosok tinggi
besar yang mengerikan. Matanya merah menyala, menatap remaja pria dengan
sorotan tajamnya. Dan dengan suara yang lebih menyeramkan lagi, wujud itu
berkata, "AKU DIPERINTAH TUHANKU UNTUK MENCABUT NYAWAMU SEKARANG..!!"
katanya, sembari menjulurkan tangannya ke arah sang remaja pria.
Mereka
terpana, tak mampu berkata barang sedikit saja. Matanya terbelalak, wajahnya
berubah pucat. Ketakutan teramat besar sungguh tergambar di wajahnya. Jantungnya
berdegup sangat kencang, sekencang-kencangnya. Namun itu hanya sesaat, karena
tak lama kemudian jantung itu berhenti berdetak. Ruh remaja pria itu dicabut
paksa, ditarik dengan kasarnya. Ibarat kawat berduri didalam daging mentah, yang
ditarik sekencang-kencangnya, begitu sakit, begitu berdarah-darah.
Remaja
itu mati, tanpa disangka sama sekali. Ajalnya tiba, justru di waktu yang tak
pernah diduga-duga. Ruhnya dipukuli sembari diseret, meninggalkan jasad yang
matanya masih melotot ketakutan, dan lidah yang masih menjulur kesakitan.
Remaja gadis kekasihnya, sudah berlari entah kemana. Tak sanggup melihat
kematian yang begitu mengerikan dalam pandangan.
***
Selang
berapa lama, sebuah pertanyaan kembali diteriakkan pada sang remaja pria. "MAN
ROBBUKA ?" suaranya bergema, menggetarkan jiwa siapapun yang mendengarnya.
Sayang,
untuk kali ini remaja pria itu tak lagi bisa berkata.. "Pergi sana..!”
T A M A T