04/01/2018

Empat Putri


Dulu, tak terbayang rasanya bahwa kisah Tiga Putri akan berlanjut kedalam buku yang baru. Imajinasi seputar kekuatan dan kerajaan kufikir hanya sebatas itu. Namun seorang anak kecil yang begitu antusias menyimak kisah para putri tersebut. Ia bertanya ini itu dengan gamblangnya, berpendapat itu ini dengan polosnya. Aneh memang, karena bersamaan dengan itu, datanglah inspirasi perihal kisah petualangan berikutnya. Satu persatu datang untuk berupaya kurangkaikan. Ketika buntu ide, Aku menggali lagi pertanyaan gamblang dan pendapat polos dari para putri tersebut. Masih ingat rasanya tatkala seorang anak bertanya, "jika aku adalah ayahnya putri Mumtaza, berarti aku adalah raja. Iya kan?" ucapnya. Aku tertawa, lalu menggeleng. Tidak..tidak.. Aku bukanlah raja, dan tak ingin sekalipun menjadi tokoh raja. Alhasil terciptalah alur perihal sosok asal muasal putri mumtaza yang masih dipertanyakan, benar-benar anak raja suryatama ataukah bukan. He..
Memang, dibanding kakaknya "Tiga Putri", novel "Empat Putri" ini membutuhkan waktu penggarapan yang jauh lebih lama. Betapa tidak, berbulan-bulan dihabiskan hanya untuk menyusun naskah intinya saja. Entah berapa puluh shift malam yang kugunakan sembari menghanyutkan diri sendiri di alur petualangannya. Jika sudah demikian, tak ada satu rekan kerjapun yang berani mengganggu. Akupun banyak bertanya dan melihat keseharian para tokoh putri di dunia nyata. Beberapa kali menggali riset perihal teknologi seputar lubang hitam dan perjalanan waktu. Menuntaskan draft naskah sebanyak lebih dari 130 halaman.
Selesaikah? Ternyata tidak.
Draft tersebut lalu kulemparkan pada beberapa penulis dan pecinta literasi untuk mendapatkan feedback dan koreksi. Tak terhitung berapa banyak tanda baca berikut kalimat yang diganti sekaligus dibenahi. Menuai perbaikan dialog dan kesimpulan genre yang lebih pantas membaca buku ini.
Bereskah? Sayangnya tidak.
Untuk lebih mengenal masing-masing tokoh inti, maka dibuatkan pula gambar ilustrasi. Berbekal sejumlah data karakter dan latar belakang masing-masing tokoh, muncullah beberapa lembar sketsa dari sang jagoan desain. Dia tak lain dan tak bukan adalah kakak kandung sendiri. Kami hanya terpaut tiga tahun. Namun lantaran Ia tinggal di kota Cimahi, maka tak ayal lagi Aku harus bolak balik kesana hanya untuk sekedar diskusi.
Rampungkah? Lagi-lagi tidak.
Aku mendadak belajar Photoshop untuk pengolahan sketsa. Membersihkan, merapihkan, sampai memberi warna kostum. Tak cukup, masih harus menunggu pula editting EYD dari penerbit, sekaligus desain cover serta revisi. Hingga akhirnya, Alhamdulillah di awal tahun yang baru ini, di minggu-minggu penantian kelahiran anak ketiga kami, lahir duluan novel "Empat Putri", kisah imajinasi remaja Islami. Entah Ia akan terpajang di Gramedia atau tidak. Yang pasti, empat foto di cover belakang, menegaskan untuk siapa buku ini dihadiahkan.

Mudah-mudahan bisa menjadi kontribusi warna tersendiri di dunia literasi.
Aamiin..





No comments:

Post a Comment