12/02/2014

Ayah

Ayah, kini ku tahu..
Mengapa dulu kau sering berdiam sejuta kelu.
Duduk termenung di ruang tamu.
Tepat ketika anak-anakmu,
Tertidur dengan lelapnya dikamar yang kau buatkan.
Hanya kau saja yang tak jua terpejam.
Menghabiskan rokok berbatang-batang,
sendirian…

Waktu itu aku masih muda berbilang.
Tak faham dengan apa yang kaulakukan.
Malah sebuah cibiran yang kufikirkan.
Aneh.. Kenapa tak tidur.. Mengundang penyakit saja..
Dan fikiran itulah yang kelak teramat sangat kusesalkan.

Ayah, kau tahu..
Malam ini akupun berada di ruang tamu.
Berdiam sejuta kelu.
Anak-anak telah lelap di kamar yang kusiapkan.
Sepertimu dulu, aku tak jua terpejam.
Meski tanpa rokok berbatang-batang,
namun kini aku mewarisi kebiasaan yang kaulakukan.
Dan akhirnya akupun tahu apa yang dulu sendirian kaufikirkan.

Ayah..
Anak-anak harus tetap sekolah bukan?
Dan biaya untuk sekolah kian hari kian bertambah tinggi.
Anak-anak harus tetap mendapat makan bukan?
Dan harga-harga di pasar kian waktu kian mahal ia melaju.
Sementara gaji,
tak jua bertambah tinggi.
Minimal mengimbangi apa yang anak-anak butuhi.
Dan yang pasti,
hanya seorang yang berkewajiban menanggung beban ini..

Ayah,
Entahlah..
Perjuanganku belumlah separuhnya perjuanganmu.
Keberhasilanku belum lagi setengah keberhasilanmu.

No comments:

Post a Comment