18/11/2013

Omong Kosong !!



Kau ingat nak, ketika saudara sepupumu tengah mengalami kesulitan yang teramat berat. Padahal usianya barulah terbilang 3 tahun, 2 tahun lebih muda darimu. Ya, sebut saja namanya 'S'.. S adalah anak pertama dan satu2nya dari sepasang suami istri yang masih terbilang cukup muda, mereka hanya terpaut beberapa tahun di atas usia abimu ini.
Sayangnya, sekian tahun pernikahan berjalan, sudah muncul percik2 api yang membakar ikatan suci mereka. Isu perceraianpun muncul. Semua keluarga besar dari kedua belah pihak terus menerus membujuk mereka agar tetap mempertahankan pernikahan mereka tersebut. Mediasi pun dilakukan, berulang kali bahkan. Sampai berujung sidang di pengadilan yang tak kunjung usai.
Suatu ketika, kembali timbul masalah, sang suami dipergoki tengah berada di rumah seorang perempuan, kita namai saja ia 'X'. Keluarga pun diberitahu, sayangnya..sebagian besar dari mereka sudah enggan untuk ikut campur dalam masalah yang telah berlarut2 sekian tahun ini. Akhirnya, karena tak ada lagi yang mau turun tangan, abimu inilah dan seorang bibi dari pihak laki2 yang diharuskan mewakili pihak keluarga untuk mengadakan mediasi.
Singkat cerita, mediasi tak berjalan dengan baik, malah mengarah pada perceraian (lagi) dan pernikahan kedua bagi sang suami.
'Omong kosong!!' kataku tiba2. Semua yang hadir terdiam,menatapku heran. Mungkin mereka tak menyangka aku yang jarang sekali berbicara di muka umum, apalagi dengan kata2 yang cukup kasar seperti itu. 'Kau !! Apa kau memang berniat menikahi X? Ya atau tidak?' tanyaku sembari menunjuk sang suami. Yang ditunjuk terdiam cukup lama, lalu menjawab 'kalau istri saya masih...' jawabnya yang dengan cepat kupotong. 'pertanyaan saya bukan begitu, Ya atau Tidak, kau berniat menikahi X?' tanyaku tegas. Sang suami kembali terdiam lama, seluruh yang hadir menatap yang ditanya. Beberapa saat kemudian, ia menjawab 'iya' ujarnya. Aku lalu bertanya lagi 'lebih besar mana, sayangmu terhadap X, atau sayangmu terhadap S anakmu?' tanyaku. Ayah dari X yang ikut hadir disana hendak memotong, namun kularang dengan tegas 'bapak diam dulu, saya sedang bertanya!' ujarku. Tampak ia tersentak, terdiam mati kata. Aku lalu kembali menatap tajam sang suami. Cukup lama ia terdiam, lalu ia menjawab 'lebih besar sayang ke S' katanya lirih. Tak memberi kesempatan rehat, aku lalu memberondongnya kembali dengan pertanyaan menohok berikutnya, 'bisa tidak, demi sayangmu kepada S, kau jauhi X?' tanyaku. Ayahnya X kembali hendak memotong, 'sebentar a...' tak sempat ia menghabiskan kalimatnya, sudah kupotong kembali. 'tunggu pa, bapak tolong diam dulu, saya sedang bertanya !' kataku dengan nada sedikit lebih tinggi.
Sang suami kembali tertunduk, diam tak berkata. 'hubungan dengan anak itu ga bisa dipisahkan..' ujarnya, terbata. 'saya tahu, dan pertanyaan saya bukan itu, bisa tidak kau jauhi X demi sayangmu kepada S?' kataku lagi, sembari gemetar menahan marah.
Sayangnya, jawaban belum kudapatkan, sang bibi ikut berujar 'jawab saja..masalah nanti kau mau menikahi siapapun itu beda lagi.' katanya.
Suasana kembali hening, tak ada yang berkata. Aku kembali menumpahkan kekesalanku. 'kalian itu ya, sudah sering dihadapkan pada keadaan semacam ini. Dan alasannya klasik, kuno, itu2 saja, suami ga suka kelakuan istri, istri ga terima kelakuan suami. Dan yang saya ga suka, dua2nya bilang sayang sama S' kataku, menarik nafas sebentar, lalu kembali melanjutkan. 'suami ingin istrinya ngerti, istri juga sama minta suaminya paham, tapi apa kalian pernah tanya, apa keinginan S?' tanyaku sedikit membentak. ' S cuma ingin kasih sayang ibu sama ayahnya, titik. Bukan ibu tiri, bukan ayah tiri. Kalian tak pernah ngerti karena kalian sibuk dengan urusan masing2, sibuk liat kesalahan istri, dan sibuk mencari2 kesalahan suami. Sementara anak diombang ambing sendiri. Apa kalian ga ngerti juga?' paparku. Semua yang hadir terdiam.
Aku kembali menumpahkan kata2 pedas, 'kalau kalian masih juga sibuk dengan masalah2 ini, besok bereskan baju2 S, akan kubawa S ke panti asuhan, biar kalian bebas dengan urusan kalian. Toh di panti asuhan jelas2 ada yang bakal menyayangi S. Dan saya punya kenalan pengasuh panti asuhan, orangnya bisa dipercaya.' kataku panjang lebar. Tampak sang istri dan ibunya yang mendampinginya mulai menangis, terisak. 'ga mungkin..saya yang melahirkannya, mana mungkin saya tega masukin S Ke panti asuhan..' ujar sang istri terbata. 'lantas kau akan membiarkan S hidup dengan masa kecil seperti ini? Siapa yang bisa menjamin jika S hidup terus dengan keadaan ini ia nanti akan punya masa depan baik? Bisa saja ia jadi orang jahat, preman, baragajul.' ujarku.
Ibu sang istri pelan berkata 'iya, tapi anak saya juga pernah bilang, jika bukan karena S ia tak mungkin bertahan sejauh ini, tapi bagaimana bisa hidup serumah dengan suami yang berkelakuan seperti itu..' kata2nya langsung kupotong. 'Omong kosong..!! Omong kosong mereka berdalih sayang pada S, sementara sikapnya masih egois memikirkan urusan masing2. Apa yang kita bahas sekarang ini cuma akarnya, sedangkan intinya hanya satu, sayang pada S. Jika kalian punya sayang yang besar pada S, masalah sepelik apapun, tak akan bisa membuat kalian pecah !.' bentakku lagi. Hening..suasana hening kembali, semua yang hadir terdiam.
Akhirnya, Aku berdiri, setelah sebelumnya sang ayah dari X berkata bahwa ia juga tidak akan mengizinkan sang suami menikahi X jika masalahnya ternyata seperti ini. Antara percaya dan tidak pada kata2nya, aku tak peduli lagi. 'sudah.. Bubar saja, Saya mau jemput anak saya sekarang.' kataku acuh. Satu persatu yang hadirpun berdiri, bersalaman tanggung, lalu membubarkan diri.
Nak, entahlah.. Mungkin abimu ini berdosa tlah berani2nya membentak mereka yang usianya lebih tua. Tapi apa mau dikata, karena ternyata semua kata2 sayang mereka selama pacaran bertahun2, semua janji suci mereka diwaktu akad nikah, semua pesta pernikahan mereka yang terbilang mewah, semua ikrar sayang pada S sang anak, itu semua tidak bisa membendung keinginan untuk sebuah perceraian.. Omong kosong bukan?

No comments:

Post a Comment