24/11/2013

"Kita pulang saja.."

Ziya terdiam. Berdiri mematung, memandangi saudara-saudara seusianya yang tengah bermain tak jauh darinya. Kejadian ini terjadi ketika ada pertemuan keluarga besar. Dimana disana berkumpul semua anggota keluarga, dari yang tua dan yang muda, dari yang jauh sampai yang dekat, semua berkumpul disana. Aku tak begitu tertarik dengan perkumpulan semacam itu. Toh karena basa-basi klasik yang muncul disana kebanyakan adalah lelucon2 yang merendahkan satu sama lain. Itu adalah kebiasaan yang memang sudah mengakar di komunitas suku ini, positifnya sih bisa menjadikan kami merasa semakin dekat. Negatifnya? jangan tanya. Lelucon2 yang dilontarkan seringkali tak terkendali sehingga mengarah pada kata2 yang semakin tajam, mengundang ketersinggungan beberapa orang.
Kembali kepada ziya. Ziya yang memiliki sifat introvert, membutuhkan energi besar untuk bersosialisasi dengan anak2 lain. Dan lingkungan yang mau menerima lah yang ia butuhkan. Karena ziya kecil memang kurang bisa agresif menggabungkan dirinya bersama lingkungan sekitarnya. Lalu jika lingkungannya enggan menerima? Inilah yang terjadi.
Seorang saudara ziya yang "dominan", dan tampaknya memiliki karakter ekstrovert yang kental, telah sukses memegang kendali perkumpulan anak2 seusianya di pertemuan keluarga ini. Ia berhasil menggiring anak2 lain ke mana saja yang ia suka. Dan jika ada yang tidak mau, alhasil ia akan didepak keluar dari perkumpulan, ditinggalkan.. seperti Ziya. Aku tahu, meski ziya masihlah kecil, tapi ia bukan anak yang mau begitu saja menurut pada orang lain. Jadinya, ya...seperti sekarang ini. Ziya ditinggalkan anak2 lain karena enggan menurut pada perintah "sang dominan". Sedih? tentu saja. Lihatlah, Ziya kecil hanya bisa memandangi mereka dengan mata yang berkaca2 menahan tangis. Aku? apa yang bisa kulakukan? memaksa mereka untuk menerima ziya? sementara mereka sendiri beranggapan bahwa ziya "berbeda"? "ga asyik diajak main"?
Ternyata, anak2 pun sudah pandai berpolitik. Membuat kubu yang kuat berdasarkan jumlah "massa" yang dikumpulkan. Dan dilihat dari segi manapun, tentu saja mereka yang memiliki massa lebih banyak pastilah "lebih keren" daripada yang massa nya sedikit, atau bahkan yang sendirian.
Tiba2 ziya menoleh padaku, dengan mata yang masih berkaca2. "abi..ziya sedih.." mungkin itu kata2 yang ingin ia ucapkan, tak bersuara..namun terbaca lewat pandangan mata. Aku hanya bisa membuka dua tanganku sembari memaksa diri untuk tersenyum menenangkan, menyembunyikan perasaan sedihku melihatnya "terasing". Dan Ziya pun langsung berlari ke arahku, memelukku erat.. menahan tangisnya yang terisak. Mungkin teringat kata2ku tentang "anak besar ga boleh nangis, ga boleh manja". Tidak nak, itu tak berlaku untuk saat ini, menangislah kau..kutahu itu bisa membuatmu merasa lebih baik.
Lama ziya memelukku, menyembunyikan wajahnya dibalik lenganku. Kutepuk halus punggungnya, dan berkata "ga apa2 nak.. ada abi disini.. ziya mainnya sama abi aja.." bisikku. Ziya mengangguk pelan, sembari tetap menyembunyikan wajahnya.
Beberapa saat lamanya, ziya pun tertidur begitu saja dalam gendonganku..
Giliranku yang terdiam. Memperhatikan saudara2 lain yang tengah bersenda gurau satu sama lain. Berkumpul, di deretan kursi yang lain. Sementara deretan kursi di kanan kiriku..kosong, tak ada yang berniat mendudukinya seorangpun. Tiba2 saja aku teringat dengan kata2 Ummi ziya, "ziya itu sifatnya mirip sama abi". Ummi, tampaknya kau memang benar, karakter ziya yang introvert adalah warisan dariku. Ya..tentu saja. Apa yang dulu kualami, kini dialami oleh ziya. Keterasinganku dulu kini menjadi keterasingan ziya. Maafkan nak, jika abimu ini telah mewarisi sifat yang membuatmu dijauhi, membuatmu merasa kesepian..

Hmph.. Aku lalu mengangkat ziya yang masih tertidur, menggendongnya.. dan beranjak dari kursi yang kududuki. "ayo nak.. kita pulang saja.." bisikku lirih. 
 

No comments:

Post a Comment