12/04/2013

Kado untuk ziya

Alis ziya kembali mengkerut, tatkala untuk yang kesekian kalinya seorang tetangga membawakan kado untuk zahdan, adik ziya. Sudah beberapa hari ini kami memang kedatangan tamu2 yang ikut berbahagia atas kelahiran putra kedua kami. Mereka membawa kado2 dengan bungkus menarik..yang tentunya untuk sang bayi. Ziya kuizinkan untuk membuka kado2 tersebut, dengan harapan bahwa ia akan ikut senang pula. Sekali dua kali ziya memang terlihat antusias saat membuka kado, penasaran dengan isinya, namun untuk kali ke sekian terlihat jelas guratan kekecewaan di wajahnya. Betapa tidak, setiap kado2 yang dibuka itu, semuanya berisi perlengkapan bayi, yang jelas2 bukan untuk dirinya. Hanya kardusnya saja yang ziya gunakan untuk tempat menyimpan boneka2nya.
Ziya kecewa...sangat. Dan kekecewaan itu tidaklah hanya berhenti sampai disana. Yang berikutnya justru muncul dariku, ayah ziya sendiri. Nak, sudahkah kau hitung berapa kali abimu ini kelepasan membentakmu? hanya karena kau belum mengerti bahwa zahdan adikmu itu belum bisa diajak bermain balok atau boneka.. Padahal sebenarnya akulah satu2nya yang tidak mengerti, kau hanya ingin berbagi, itulah wujud rasa sayangmu pada adikmu. Sudahkah kau hitung berapa kali aku menolak saat kau berkata "abi tolong suara-in.." katamu sembari menjulurkan sebuah boneka princess favoritmu. Aku menggeleng, berkata "tidak", atau "nanti saja, nak" kataku dengan tangan yang masih mengurusi adikmu yang buang air. Padahal, kau hanya ingin diceritakan seperti biasa, ingin lebih sedikit diperhatikan.. di tengah situasi yang benar2 membuatmu tersisihkan.
Malam telah larut, ziya dan zahdan tengah tertidur. Sendirian di ruangan, aku menggunting isolasi terakhir, lalu menempelkannya pada sebuah bungkusan sembari tersenyum. "ziya pasti akan sangat senang ketika menerima kado ini" ujarku dalam hati. Ummi ziya tiba2 keluar dari kamar dengan tertatih, meringis menahan sakitnya luka bekas melahirkan. Ia berkata "bi, ko ziya jadi panas ya?" tanyanya. Aku kaget, langsung meloncat masuk ke kamar ziya. Tampak ziya masih terpejam, dengan wajah yang memerah. Kuraba keningnya..panas. Kuraba kakinya, panas juga. Pilu aku menatapnya, "kasihan kau nak, tidak terperhatikan" kataku dalam hati.
Setelah memberinya obat dan mengompres keningnya, aku lalu memeluknya.. "maafkan abimu ini nak..cepatlah sembuh.." Bisikku.
Esoknya, ziya membuka kado yang kubungkus semalam. Matanya masih terlihat sayu, panasnya belum turun benar. Namun saat melihat isi kado tersebut, tatapannya langsung berbinar.. "apa ini abi? waah.. baju putri salju..!!" ujarnya. "ziya boleh langsung pake ko.." kataku. tanpa menunggu lama, ziya langsung menggani bajunya dengan baju putri salju, tersenyum lebar.. lalu kembali berbaring..

 

No comments:

Post a Comment