Surat, setidaknya
ada dua fragmen novelku yang menuturkan perihal itu.
Pertama, lembaran
kata yang diserahkan Nur pada Ipah, dalam novel “Perihal Nurla, Antara Fiksi
dan Kisah Nyata”. Kedua, untaian kalimat yang dituliskan Yudha untuk Aini,
dalam novel “Lorong Waktu di SMK 1”.
Ah, anak
sekarang mungkin tak cukup mampu mengindera filosofi surat. Ketika teknologi pesan
bisa begitu mudah disampaikan menggunakan telfon, voice note, video call, ataupun
chat, sebuah surat boleh jadi hanya dipandang sebelah mata. Bagi mereka, surat adalah
cara primitif dan menyulitkan dalam menyampaikan pesan.
Bagaimana
tidak? Dalam surat, tak pernah berlaku hukum copy-paste, tidak tersedia tombol backspace
atau delete, serta tak akan ditemukan pula fasilitas stiker atau emoji. Bahkan,
ketika surat itu dibaca, kau tak akan lantas mendapatkan notif centang dua. Kau
justru akan dibuat tersiksa dan terus bertanya-tanya.
Berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan.
Semakin
tersiksa, tatkala surat yang kau kirim itu memuat jujurnya rasa. Akankah berakhir
dengan pinangan? Atau justru bertepuk sebelah tangan? Ehem, he..
Ya, menulis
surat memang istimewa. Terlepas dari tulisan tanganmu berantakan atau tidak,
kata-kata di dalamnya selalu saja mengandung sentimen tersendiri. Maksudku ... ayolah,
apa serunya mengetik langsung kata ‘suka’? Bukankah apa yang sesungguhnya kau
rasa, tak pernah sesederhana deretan empat huruf tersebut? Pun boleh jadi, dari
ribuan emoji atau stiker itu, tak ada satupun yang bisa mewakili perasaanmu.
Benar,
kan?
Baiklah, supaya
lebih paham, di bawah ini ada untaian surat yang ditulis Yudha untuk Aini dalam
novel Lorong Waktu di SMK 1, Bab 7, hal 57-59.
Assalamu’alaikum,
Teriring ucapan salam yang tulus
sebagai tanda penghormatanku wahai Aini. Maaf beribu maaf, sungguh maafkan
kelancangan sekaligus kebodohanku berani-beraninya mengirimkan surat ini. Namun
mau bagaimana lagi? Aku tak pernah mampu untuk mengatakannya secara langsung di
hadapanmu. Aku terlalu bodoh untuk mengatakannya langsung padamu.
Semula, ingin kutelan saja semua
kata-kata ini dalam penjara hatiku. Tetapi apa daya, barisan hurufnya kian hari
kian meluas ... kian mendalam. Terus mendalam ke ujung perasaanku yang
terdalam. Hingga Aku tak mampu lagi untuk membuat untaian aksaranya lemah terbungkam.
Aini, perihal jatuh hati adalah
ibarat tersetrum. Jantungmu akan kencang berdegup, jemarimu akan serasa
dirubung semut, perasaanmu akan mendadak kalut, serta pikiranmu akan
bergelombang kusut.
Tak hanya itu, setampuk anganmu ’kan
terombang-ambing layaknya gelombang sinusoida. Sentimen rindumu ’kan merapat
seperti fluks elektromagnetika, dan logika cintamu akan lebih rumit dari
rangkaian elektronika.
Duh ... Efek yang dahsyat sekali
bukan?
Dan celakanya, efek itulah yang
tengah menghantamku. Memalu, hanya sesaat setelah bertemu denganmu.
Iya Aini, Kamu!
Mendapatkan anugerah ini, sungguh
membuatku bahagia sekaligus berduka. Bahagia karena alasan yang tak bisa diungkap
dengan kata. Dan berduka dengan alasan yang serupa runyamnya.
Maafkan Aku, mungkin Aku satu-satunya
manusia di dunia yang tak layak mendapatkan hatimu. Diukur dari fasa manapun,
potensial kita sungguh-sungguh tak sama. Serona langit dan bumi, Kau adalah
langitnya, sedangkan Aku adalah lumpurnya. Bagaikan lebah dan bunga, Kau adalah
bunganya, sedang Aku adalah cacingnya. Serta tak beda seperti Bangau dan
Merpati, Kau sudah terbang di awan, sedangkan Aku masih tertatih berjalan.
Sangat membingungkan.
Sama membingungkannya dengan alasan
Aku menulis surat ini. Karena Aku tak pernah mau namaku terpampang di sudut
buku harianmu, Aku hanya mau foto kita terpampang di halaman buku nikah merah
hijau itu. Dan Aku tak pernah ingin berjalan bersamamu di sekolahan, Aku hanya
ingin bersanding denganmu di pelaminan.
Sungguh ... Sungguh delusi yang
terlampau tinggi, tingkat probability yang kecil sekali. Sungguh mimpi yang
sangat mustahil terjadi.
Ah sudahlah, lupakan saja. Surat ini
kutulis hanya agar Aini tahu, bahwa ada seorang biasa di belahan bumi ini yang
telah jatuh hati padamu.
Wassalamu’alaikum
Ttd
YAP
No comments:
Post a Comment