20/05/2020

Pandemi

Di tengah pandemi, roda-roda terhenti. Terpaksa.. Atau dipaksa.
Di tengah pandemi, rutinitas berhenti.
Kendati di timur masih menyembul bulatan mentari, namun pengulangan nyata-nyata tak serupa lagi.
Memang, tampaknya tebing kali ini terlalu terjal untuk didaki. Betapapun janji kebahagiaan ada di puncaknya, namun telapak tangan sudah berdarah-darah untuk memanjatnya. Semua meragu, apa masih mampu tuk menyelesaikannya.
Pun aku, pandemi membuat jemariku berhenti. Berbulan-bulan mendadak terhenti. Setelah sekian ratus kali bangkit memaksa diri, sekian ratus kali tak peduli pada rintangan yg dihadapi, pada akhirnya aku harus berhenti.
Ya, mematahkan pena... lalu berhenti.
Bukan, kawan! Bukan hanya gegara pandemi. Tetapi lebih disebabkan kenyataan pahit yang harus dihadapi.
...
Di tengah pandemi, roda-roda terhenti. Terpaksa ... Atau dipaksa.
Di tengah pandemi, usaha-usaha berhenti.
Lihatlah! Mereka yang bersusah-susah mengayuh ke sisi atas, kebanyakan kembali terjungkal jatuh ke bawah.
Yang sedang berada di bawah, apalagi. Semakin terinjak dan kian tak berdaya. Hanya bisa pasrah pada keadaan. Terombang-ambing digilas beragam kebijakan yang menyebalkan.
...
Tidak!
Sesungguhnya, tidak!
Kita sejatinya masih memiliki senjata, bukan?
Sesuatu yang kian berdaya hebat kala puasa dijalankan, sesuatu yang di bulan Ramadhan ini pasti diiyakan. Dan sesuatu yang tatkala dipanjatkan, maka tiada seorangpun yang mampu menghalang.
Iya, sesuatu yang milyaran kali lebih kuat dibanding pandemi!
Jutaan kali lebih dahsyat ketimbang corona!
Jadi, tolong.. Janganlah berhenti!
Terus saja panjatkan setiap hari!
Jangan jemu, teruslah panjatkan!
Insya Allah, wabah ini kan segera usai.
Insya Allah..

No comments:

Post a Comment