"Gawat pa..! Gawat..! Tetangga depan rumah kemalingan. Tuh masih teriak-teriak
minta tolong" lapor seorang ajudan. Yang dilapori cuma tersenyum,
"aah..kemalingan aja ko ribut. Biarin aja, kamu ga usah ikut-ikutan rempong"
ujarnya, datar.
Beberapa menit kemudian, "Pa.. Gawat pa..!
Malingnya ngegorok anak dan bapak yg punya rumah. Tuh lihat, ibunya
nangis-nangis minta tolong..!" ucap ajudan lagi. Yang dilapori melihat sebentar
lewat jendela, lalu berbalik dan
tersenyum. "Ga apa-apa, itu urusan mereka. Wong tetangga sebelah rumahnya
juga diem-diem aja toh? Sing penting rumah kita damai, aman, meski penghuni
rumah kita ini beda-beda orangnya, tapi semua pada anut, adem ayem. Kita patut berbangga karenanya" ucapnya, masih
datar.
Tak lama, "Pa..Gawat pa!! Gawat!! Ibu yg punya rumah mau
dibunuh juga! Jilbabnya ditarik-tarik sama maling!" ucap sang ajudan, panik.
Yang dilapori terlihat mulai kesal, lalu melempar piring hingga pecah.
Masih sembari tersenyum ia berkata, "Kamu ini..jangan urusi mereka. Tuh
ada urusan yang lebih penting, ada pecahan piring di lantai! Bahaya kalo
sampe keinjek. Bereskan sana!" perintahnya. Ajudan mengernyit, tak
mengerti. "ta..tapi..bukannya bapak sendiri yang....." ucapannya
terhenti, melihat sang atasan mendelik. Ia pun beringsut membereskan
pecahan piring.
Lima menit, ajudan mendekat lagi. Ragu-ragu hendak
melapor. "Pppaak.. Ggawaat Pa.. Malingnya ngebakar si ibu hidup-hidup..
Terus..." ucapan ajudan langsung dipotong. "terus kenapa? Apa saya harus
bilang wow gitu?" tanya atasannya, masih dengan raut wajah datar. "Eu..
Yg dibakar bukan cuma si ibu pa, tapi sama rumahnya juga.." kata ajudan.
"Kamu ini.. Masih saja ngurusin org laen toh lek.. Biarin aja knapa.
Sing penting rumah kita damai..aman.. Jangan bikin gaduh. Udah, pergi
urusin ayam di belakang, sana!" kata sang atasan, sembari membuka handphone
nya, ada sms baru masuk didalamnya. Isinya, 'salam, terima kasih pa, sasaran sudah saya habisi.Rumahnya saya bakar juga.Kita jadi bisnis pekan depan ok..'
Atasan tersenyum, membalas sms tersebut, 'Siap Bos!' balasnya. Sang atasan mengangkat wajah, tampak di depannya sosok
yang tadi diperintah, ternyata masih berdiri disana, terlihat kikuk. "Lah..
Kamu masih disini toh? Ga denger apa tadi saya bilang? Urusin ayam di
belakang, sana!" ulang sang atasan, sembari tersenyum, palsu. Ajudan
menjawab tergagap, "eu..Pak.. Maaf pak.. Tapi ayamnya sudah.. Sudah ga
ada pak. Digondol maling yg tadi.." ucapnya. Sang atasan tercengang
tak percaya, tapi berusaha terlihat tenang. "Ooh.. Wis, ra po po. Biar
aja. Kamu sekarang bangunin anak-anak saja, anter ke sekolah!" perintahnya.
Ajudan menjawab lagi, "ta..tapi pak.. Anak-anak bapak sudah mati, digorok
sama maling yang tadi juga" jawabnya. Sang atasan kembali tercengang.
"Euh.. Euu.. Kalo gitu, mm.. Bersihkan rumah saja.. Sana!" perintahnya,
asal, tergagap pula. Ajudan mulai kesal, "PAK!! Rumah Bapak sudah
dilalap api. Api yg dinyalakan maling tadi sudah membesar, trus merembet
ke rumah Bapak. Tuh lihat! Jari kaki bapak sudah terbakar juga!"
ujarnya, setengah teriak. Sang atasan kalap, tak ada lagi senyum
pura-puranya. Tak ada lagi tenang pura-puranya. Ia melompat-lompat, sendiri berusaha
memadamkan api. "Toloong.. Toloong...!" teriaknya. Tak ada yg
menanggapi, sang ajudan bahkan sudah berlari pergi, menyelamatkan diri
sendiri.
No comments:
Post a Comment