21/12/2016

Ilustrasi Sebuah Negeri

"Gawat pa..! Gawat..! Tetangga depan rumah kemalingan. Tuh masih teriak-teriak minta tolong" lapor seorang ajudan. Yang dilapori cuma tersenyum, "aah..kemalingan aja ko ribut. Biarin aja, kamu ga usah ikut-ikutan rempong" ujarnya, datar.
Beberapa menit kemudian, "Pa.. Gawat pa..! Malingnya ngegorok anak dan bapak yg punya rumah. Tuh lihat, ibunya nangis-nangis minta tolong..!" ucap ajudan lagi. Yang dilapori melihat sebentar lewat jendela, lalu berbalik dan tersenyum. "Ga apa-apa, itu urusan mereka. Wong tetangga sebelah rumahnya juga diem-diem aja toh? Sing penting rumah kita damai, aman, meski penghuni rumah kita ini beda-beda orangnya, tapi semua pada anut, adem ayem. Kita patut berbangga karenanya" ucapnya, masih datar.
Tak lama, "Pa..Gawat pa!! Gawat!! Ibu yg punya rumah mau dibunuh juga! Jilbabnya ditarik-tarik sama maling!" ucap sang ajudan, panik. Yang dilapori terlihat mulai kesal, lalu melempar piring hingga pecah. Masih sembari tersenyum ia berkata, "Kamu ini..jangan urusi mereka. Tuh ada urusan yang lebih penting, ada pecahan piring di lantai! Bahaya kalo sampe keinjek. Bereskan sana!" perintahnya. Ajudan mengernyit, tak mengerti. "ta..tapi..bukannya bapak sendiri yang....." ucapannya terhenti, melihat sang atasan mendelik. Ia pun beringsut membereskan pecahan piring.
Lima menit, ajudan mendekat lagi. Ragu-ragu hendak melapor. "Pppaak.. Ggawaat Pa.. Malingnya ngebakar si ibu hidup-hidup.. Terus..." ucapan ajudan langsung dipotong. "terus kenapa? Apa saya harus bilang wow gitu?" tanya atasannya, masih dengan raut wajah datar. "Eu.. Yg dibakar bukan cuma si ibu pa, tapi sama rumahnya juga.." kata ajudan. "Kamu ini.. Masih saja ngurusin org laen toh lek.. Biarin aja knapa. Sing penting rumah kita damai..aman.. Jangan bikin gaduh. Udah, pergi urusin ayam di belakang, sana!" kata sang atasan, sembari membuka handphone nya, ada sms baru masuk didalamnya. Isinya, 'salam, terima kasih pa, sasaran sudah saya habisi.Rumahnya saya bakar juga.Kita jadi bisnis pekan depan ok..'

Atasan tersenyum, membalas sms tersebut, 'Siap Bos!' balasnya. Sang atasan mengangkat wajah, tampak di depannya sosok yang tadi diperintah, ternyata masih berdiri disana, terlihat kikuk. "Lah.. Kamu masih disini toh? Ga denger apa tadi saya bilang? Urusin ayam di belakang, sana!" ulang sang atasan, sembari tersenyum, palsu. Ajudan menjawab tergagap, "eu..Pak.. Maaf pak.. Tapi ayamnya sudah.. Sudah ga ada pak. Digondol maling yg tadi.." ucapnya. Sang atasan tercengang tak percaya, tapi berusaha terlihat tenang. "Ooh.. Wis, ra po po. Biar aja. Kamu sekarang bangunin anak-anak saja, anter ke sekolah!" perintahnya. Ajudan menjawab lagi, "ta..tapi pak.. Anak-anak bapak sudah mati, digorok sama maling yang tadi juga" jawabnya. Sang atasan kembali tercengang. "Euh.. Euu.. Kalo gitu, mm.. Bersihkan rumah saja.. Sana!" perintahnya, asal, tergagap pula. Ajudan mulai kesal, "PAK!! Rumah Bapak sudah dilalap api. Api yg dinyalakan maling tadi sudah membesar, trus merembet ke rumah Bapak. Tuh lihat! Jari kaki bapak sudah terbakar juga!" ujarnya, setengah teriak. Sang atasan kalap, tak ada lagi senyum pura-puranya. Tak ada lagi tenang pura-puranya. Ia melompat-lompat, sendiri berusaha memadamkan api. "Toloong.. Toloong...!" teriaknya. Tak ada yg menanggapi, sang ajudan bahkan sudah berlari pergi, menyelamatkan diri sendiri.

No comments:

Post a Comment