01/06/2014

Pegangan Tangan

Suatu hari,rumah kami kedatangan seorang teman. Ia membawa serta istri beserta anak laki-lakinya. Usia anaknya tersebut kurang lebih terpaut dua tahun dibawah ziya. Sikapnya yang masih malu-malu, membuat kami para orang tua dengan spontan meminta ziya mengajak main anak laki-laki tersebut. Ziya tak begitu merespon.
Aku berkata 'ziya, boleh ga mainannya dipinjemin sama aai?' tanyaku. Ziya mengangguk, 'yang untuk anak laki-laki ya' ujarnya. Aku tentu saja mengiyakan. Zahdan adiknya saja ketika penasaran dengan mainan boneka ziya, langsung ziya ambil tanpa kompromi, 'zahdan.. itu mainan anak perempuan!! ni zahdan main ini aja..' ujar ziya sembari mengambilkan robot buzz lightyear. Robot yang sama yang diberikan pada anak laki-laki yang berkunjung ke rumah kami.
Awalnya sih ia menolak, namun akhirnya.. tertarik juga, tentu saja setelah tombol robot buzz ditekan hingga lampunya menyala, dan terdengar pula suara robot khas buzz. Anak laki-laki selalu suka hal tersebut, menganggap itu sesuatu yang 'keren'. Berbeda dengan anak perempuan. Mereka mungkin berfikir 'apa kerennya buzz, cantik juga ngga, didandanin juga ga bisa, mana ga ada rambutnya..'.
Tak lama, mereka bermain sendiri-sendiri. Ziya dengan bonekanya, dan anak tersebut dengan robotnya. Kami para orangtuapun bisa dengan tenang dan  leluasa berbincang tentang urusan kami.
Singkat cerita, para tamu hendak berpamitan. Aku memanggil ziya 'ziya, salim dulu nak..' kataku. Ziya meninggalkan bonekanya di atas karpet, lalu beranjak mendekati para tamu yang tersenyum menjulurkan tangan kanannya. Ziyapun salim, seperti yang kerap diajarkan di sekolahnya. 'meni pinter.. Ini aa juga salim atuh sama teteh ziya' ujar tamu tersebut, membimbing anaknya mendekat ke arah ziya.Tanpa dikomando, ziya tiba-tiba saja menarik lengannya, lalu menggeleng. 'lho, ziya itu aa nya mau salim' ujarku. Ziya menyembunyikan tangannya ke belakang punggung, sambil tetap menggeleng. 'oo, ga mau katanya a, ga apa2 ya..' kataku pada anak tersebut. Kami berfikir, mungkin ziya masih terlalu pemalu untuk berinteraksi dengan seorang anak sebayanya yang baru ia kenal. Semua memakluminya. Para tamupun akhirnya pulang. Dan ziya kembali bermain dengan bonekanya.
Setelah beberapa lama, aku mendekati ziya. 'ziya, ma kasih ya, tadi udah jadi anak hebat, mau pinjemin mainan ke aa yang tadi'' kataku. Ziya mengangguk sambil tersenyum. Aku berkata lagi 'eh, ziya..tadi waktu aa nya mo salim, ko ziya ngga mau?' tanyaku. Ziya lalu menjawab tanpa menoleh dari bonekanya, 'abi, aa itu kan anak laki-laki, ga boleh pegangan tangan sama permpuan. Nanti bisi dimarahin princess fatimah' jawabnya polos. Sepertinya, ia masih ingat dengan cerita tentang para princess dan princess fatimah. Cerita dimana para princess didatangi oleh princess fatimah dari langit. Di cerita itu princess fatimah adalah bidadari, ia menegur para princess karena tidak memakai kerudung, dan suka berpegangan tangan dengan pangeran yang bukan muhrimnya. Lebih lanjut para princess diingatkan, betapa kaum perempuan begitu dimulyakan dalam Islam. Bak seorang ratu kerajaan, tak semua orang bisa mendekat dan bersalaman. Itulah kedudukan tinggi yang ia dapati. Jika ia menjaga kehormatannya ini, menjadi bidadari adalah hal yang pasti. 
Ziya kecil sudah mengerti, untuk bisa menjadi bidadari di surga nanti, ia harus berusaha meneladani bidadari idolanya, princess fatimah, putri dari baginda Rasul Muhammad SAW. “Insya Allah nak..

No comments:

Post a Comment