22/12/2013

Sepatu yang tertukar (2)

Besoknya, ternyata ziya masih memakai sandal jepit sepulang dari sekolah. Begitupun esoknya, dan esoknya lagi. Tampaknya sang Bunda belum menemukan siapa anak yang secara tak sengaja memakai sepatu milik ziya.
Tak terasa, 4 hari sudah, ziya pergi dan pulang sekolah dengan memakai sandal. Berasumsi bahwa di hari itu ia akan menemukan sepatunya ungu kesayangannya.

Seminggu berlalu, aku mulai berfikir untuk mencarikan ziya sepatu yang baru, yang serupa dan sewarna dengan sepatunya yang dulu. Biarlah jika sepatu lamanya tak ditemukan, tak mengapa.. itu hanya sepatu bukan? Bukan masalah yang serius. Lagipula dengan memakai sandal jepit ziya terlihat lebih gesit, tak lagi berkutat lama-lama dengan alas kaki ketika di pagi hari aku memanggilnya dari atas motor "ziya ayo cepetan, nanti kesiangan.." ujarku. Tak lebih dari 5 detik kemudian, ziya telah naik ke atas motor, lengkap dengan seragamnya, kerudungnya, dan jaket tebal berwarna coklatnya. 10 detik lebih cepat dibanding ketika ia harus memakai sepatu terlebih dahulu. "Ayo abi, bisi kesiangan..!" teriaknya bersemangat. Aku tersenyum, lalu bertanya "buku iqro ziya mana?" tanyaku. Ziya tersentak, lalu tersenyum lebar.. "Hee...Ziya lupa.." katanya sembari melompat turun, dan berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambil map berisi buku iqro dan buku cerita yang telah disiapkan Umminya.

Di sekolah, beberapa Bundapun seringkali bertanya, kenapa ziya tak mengenakan sepatu. Kami hanya menjawab singkat, "ketuker bun..". Dan terkadang aku yang bertanya pada mereka, apa sepatu ziya zudah ketemu. Berbalik denganku, sang Bunda menjawab dengan jawaban yang panjang, "aduh maaf belum ketemu, kemarin anak yang dicurigai ga sengaja pake sepatu ziya lagi sakit, belum masuk sekolah lagi, jadi belum bisa ditanyain masalah sepatunya.." begitu katanya. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Esok harinya, keputusan sudah bulat, sepulang dari sekolah nanti ziya akan dibawa ke toko sepatu. Karena kebetulan hari itu aku libur, jadi siang nanti aku bisa lebih leluasa membawa ziya mencari sepatu pengganti. Toh kasihan juga para Bunda jika tiap hari malah disibukkan urusan sekecil ini.

"Ziya, ziya jadi anak hebat ya..jangan manja.. jangan harus ditungguin abi didalem kelas, dapet bintangnya 3. Nanti Insya Allah pulang sekolah kita ke toko sepatu, nyari sepatu ziya yang warna ungu, yang sama dengan sepatu ziya yang ketuker tea.." paparku, memberi bujukan pada ziya yang selalu enggan ditinggal di kelas. Ziya tersenyum hambar, seolah mengerti. Mungkin saja dalam hatinya ia berfikir "asyik, bakal bisa jalan-jalan.. tapi ko harus dapet bintang 3 dulu sih..mana pake ga boleh manja segala.." fikirnya.

Tiba-tiba, seorang Bunda datang menghampiri kami. "Ziya, ini sepatu ziya Alhamdulillah udah ketemu.." ujarnya sembari menunjukkan sepatu berwarna ungu yang dijinjing ditangan kirinya. Kami langsung menoleh, "waah.. ziya lihat, Alhamdulillah.. itu sepatu ziya udah ketemu.." kataku, sedikit berbeda dengan yang kukatakan didalam hati, "Alhamdulillah, jadi ga usah beli lagi sepatu, uangnya bisa dipake buat keperluan yang lain..Ha Ha.." bisikku dalam hati. Tampak ziya menatap sepatunya dengan pandangan datar. Sepertinya meski senang karena sepatunya sudah ditemukan, Ia sedikit kecewa karena itu artinya siang nanti tidak jadi jalan-jalan ke toko sepatu. He..

Setelah dipastikan bahwa itu memang benar sepatu ziya, sang Bundapun berlalu. Ziya kecil lalu membawa sepatu tersebut untuk disimpan di rak sepatu.

Saat itulah, muncul seorang Bunda yang lain. "Ziya, ini sepatu ziya bukan?" tanyanya, sembari mengeluarkan sesuatu dari kantong keresek putih yang dibawa di tangan kanannya. Terlihat sepasang sepatu berwarna ungu, berukuran kecil, sama dengan sepatu milik ziya. Yang membedakannya adalah, sepatu tersebut terlihat seperti....masih baru.

Aku lalu berkata "sudah ketemu ko Bun, itu..yang ada di rak sepatu.." kataku. Sang Bunda lalu menjawab "Ooh.. Alhamdulillah.." ujarnya singkat. Aku bertanya "memang yang itu darimana Bun?" tanyaku, memastikan prasangkaku bahwa sang Bunda sengaja membeli sepatu baru tersebut untuk mengganti sepatu ziya yang hilang.  "Ga tau, ini dari sana, deket tangga.." jawabnya hambar. "Ooh..gitu.." kataku, memaksakan diri untuk percaya.

Yah, jikapun sepatu itu dibeli sendiri oleh sang Bunda, mudah-mudahan hal tersebut menjadi kebaikan teristimewa yang akan berbalas dengan berpuluh kebaikan teristimewa pula baginya.

Akhirnya, sang sepatu ungu tercinta dilabeli nama "Maziya" oleh Bunda. Dengan spidol hitam dan huruf yang besar-besar, mengantisipasi agar sepatu itu tak tertukar lagi. ^_^

TAMAT

No comments:

Post a Comment