22/12/2013

Sepatu yang tertukar (1)

"Hmm.. kenapa ziya lama sekali.." ujarku dalam hati. Setelah sekian lama aku berdiri di luar gerbang sekolah ziya, menyaksikan para orang tua murid yang berbaris menjemput anak mereka.

Para Bunda terlihat sibuk, menyeleksi anak-anak yang diperbolehkan keluar gerbang satu per satu, setelah sesaat sebelumnya memastikan orang tua atau penjemput anak tersebut memang sudah berada di luar. Tanpa tertukar, antara satu anak dengan anak lain, penjemput satu dengan penjemput yang lain. Dan keputusan itu diambil hanya sepersekian detik saja. Ajaib bukan..?
Maksudku, murid di sekolah ini ada puluhan jumlahnya. Jika masing-masing memiliki seorang ayah dan ibu yang datang bergantian untuk menjemput, maka untuk memasangkan satu anak dengan penjemput adalah bukan hal yang mudah. Sang Bunda harus cermat mengenali bapak A adalah ayah dari anak A, dan ibu B adalah ibu dari anak B, dan seterusnya. Kesulitan bertambah ketika anak A terkadang dijemput pula oleh kakaknya, pamannya, atau pengasuhnya. Wiih.. Jika aku yang berada disana, mungkin sudah berulang kali aku memberikan anak pada penjemput yang salah. Bisa gawat tuh.. he..

Barisan penjemput semakin lama semakin berkurang, menyisakan satu dua orang saja di depan gerbang sekolah, aku termasuk didalamnya. Aneh, hal ini tak biasanya terjadi. Biasanya tak lama setelah sang Bunda melihatku diluar gerbang, Ziya kecil akan menyeruak melewati barisan orang tua penjemput, mendekatiku sembari tersenyum manis, lalu berbisik "mau jajan indomilk..." katanya. Indomilk yang diinginkan selalu Indomilk kids kemasan kotak kecil, dan rasa coklat tentunya.

"Ayahnya Maziya.." ujar seorang Bunda, menyadarkanku. Aku segera mendekat, memasuki gerbang, dan melihat ziya yang merenggut seperti tengah kebingungan. Sang Bunda bertanya padaku "Ini sepatu ziya bukan?" tanyanya, sembari menunjuk sepatu berwarna ungu yang dipakai ziya. Aku tertegun, modelnya memang sama persis dengan sepatu ziya, tapi sepertinya terlihat lebih besar. "kayaknya bukan Bun, ini mah lebih gede" jawabku. Sang Bunda kembali berujar "oh, tadi lama tuh soalnya cari-cari sepatu ziya, dan yang ada hanya yang ini. Kemungkinan besar ketuker sama yang lain" katanya. Aku mengangguk, "iya, ga apa-apa bun" ujarku, memaklumi kejadian ini. Kutahu murid di sekolah itu jumlahnya puluhan, masalah sepatu yang tertukar bisa terjadi pada siapa saja.

Ziya terlihat masih saja merenggut, tak merasa nyaman dengan keadaan ini. Akupun mendekatinya, "ziya, sepatu ziya ga sengaja ketuker sama temen ziya. Kayaknya nanti pas temen ziya nyampe rumah, baru ketahuan.. ko sepatu aku kecil ya.. katanya. Waduuh..ini mah kan sepatu ziya.. ketuker sama sepatu aku.. besok dituker lagi deh sama ziya.. gitu katanya.." paparku. Ziya memperhatikanku, mengangguk pelan tanda mengerti. Sang Bunda kembali berkata "Iya, ziya sekarang pake sepatu ini aja dulu ya, besok Insya Allah dituker lagi sama punya ziya.." ujarnya. Ziya tidak menjawab, wajahnya malah kembali merenggut. Tak lama ia berbisik padaku "abi, ini kan bukan sepatu punya ziya.." katanya.

Hmph.. tampaknya ziya merasa tak nyaman jika harus memakai sepatu yang bukan miliknya. Entah, mungkin karena ia selalu diingatkan ketika memakai benda milik orang lain, "itu punya ziya bukan?" "ziya udah minta izin belum?" "kalo pake tanpa seizin orang yang punya itu disebut mencu...?" itulah kalimat-kalimat yang sering dilontarkan pada ziya.

Alhasil kini ziya tak mau memakai sepatu jika bukan miliknya. "Ya sudah.. ziya pake sendal aja dulu ya?" ujarku menawarkan solusi. Sendal yang kumaksud adalah sendal jepit yang selalu dipakai di area sekolah. Masing-masing anak mempunyainya. Ziya menatapku dengan mata yang berbinar, lalu mengangguk mantap, "Iya..!!" kata ziya. "Ziya ga apa-apa pake sendal dulu?" tanya sang Bunda meyakinkan. Ziya langsung menjawab "ga apa-apa.." jawabnya.

Dan, hari itu ziya pulang sekolah dengan memakai sendal jepit, berwarna putih oranye yang pas di kaki kecil ziya. Dan kau tahu kawan? sendal jepit itu ternyata tidak lantas menghilangkan lari-lari kecilnya di halaman sekolah, lompat-lompatnya mengejar kupu-kupu, dan tentu bisikan rutinnya usai sekolah "abi, ziya mau jajan indomilk..." ujarnya. ^_^

No comments:

Post a Comment