Mobil berkelok ke kanan dan kiri, menanjak dan menurun berulang
kali. Mau bagaimana lagi? Kontur bumi disini memang tidaklah datar,
berundak-undak bak tiada henti.
Hampir serupa dengan hidup yang
terus diuji. Selesai ujian yang satu, muncul kembali ujian yang lain.
Usai kesulitan yang satu, bertandang kembali kesulitan yang lain.
Butuh kesabaran yang tinggi untuk tetap tegak berdiri.
..
CKIIT..! Mobil berkelok lagi, kali ini belokan tajam setengah putaran.
“Ergh..” Aku mengernyit menahan sakit.
Meski tetap menyandarkan kepala ke jendela kaca, ternyata pusing tetap
saja keras mendera. Pun meski sebutir obat pereda sakit sudah kutelan,
ternyata sembuhnya hanya sementara.
Ah, sakit di kepala ini
pastilah lantaran lambungku. Maag yang kambuh gara-gara terlambat makan
siang tadi. Aku baru bisa melahap nasi di hampir setengah dua, setelah
sepanjang jam istirahat melakukan pekerjaan.
Alhasil lambungku
kini seperti melilit-lilit. Mual mengaduk-aduknya tanpa bisa berkelit.
Kopi yang sudah diseduh tadi, hanya bisa didalam tas Ia terselip. Aku
tak berani meminumnya.. sedikitpun. Fikiranku berkata, meminum kopi saat
maag kambuh, hanya akan memperparah rasa mual dan pusingnya.
..
DUK..! Mobil menjajal jalan berlubang.
Sang sopir tak mampu menghindarinya lantaran terhalang kendaraan. Hal
itu membuat hentakan mendadak di kaki-kaki mobil, diredam seadanya oleh
pegas, menjalar masuk ke kursi jok, dan spontan membuat kepala ini
bertambah sakit.
Sakit sekali, bahkan..
Harapan sakit itu
hilang jika bisa tidur barang sejenak, terpupus sudah. Apalagi setelah
turun nanti Aku masih harus menjemput Ziya dari sekolah. Bagaimana bisa
menjemputnya kalau kepalaku sesakit ini?
..
Tiba-tiba, sebuah
pesan masuk di salah satu grup WhatsApp. Isinya kebetulan tentang kopi
yang sudah kuseduh dan berada didalam tas. Katanya, meski maag sedang
kambuh, kopi ini justru mampu mengurangi gejalanya.
Ah, sepertinya mustahil. Mana ada kopi yang mengobati maag..
Namun, karena terdorong oleh rasa penasaran, Akupun nekat meminumnya. Dua kali tegukan, diawali dengan kalimah Basmallah.
Tak apa, andai muntah betulan pun biarkan saja. Dengan track jalan
berkelak-kelok seperti ini, setiap penumpang di mobil inipun pastilah
merasa ingin muntah. Semuanya pasti maklum.
Empat kali tegukan, rasa mual itu tak datang juga.
Enam kali tegukan, alih-alih ingin muntah, yang ada perutku justru terasa baikan.
Sembilan kali, sakit di kepalaku yang mulai berkurang.
Hingga turun dan berganti mengendarai motor, berangkat menjemput Ziya
dan pulang ke rumah, pusing ini akhirnya hilang sepenuhnya.
Alhamdulillah..
Duh, kopi apa sih ini? Rasanya enak, tapi dibuat
dari tujuh rempah kaya manfaat. Bunga dari Gula Palm, Buah dari
Mengkudu, Kulit Manggis, Akar dari Jahe, Batang Kayu Angin, Bijinya
Habbatussauda, dan Daun Sendok.
Kopi apa sih ini? Warnanya tak
hitam, tapi memberi banyak pengobatan. Mulai dari asma dan anemia, anti
oksidan dan gangguan pencernaan, bersifat adaptogen (kekebalan tubuh)
dan sedatif (menenangkan), analgesik, hipotensif, de el el.. de el el..
Kopi apa sih ini? Di Tivi tak terlihat iklan, tapi terkenal di berbagai
kalangan. Meminumnya bisa menjaga kesehatan, tapi mampu juga sebagai
pengobatan.
Ah, sudahlah. Tulisan ini murni sekedar berbagi
pengalaman, tak lebih.. pun tak kurang. Bukankah kemustahilan hanya akan
terjawab sendiri dengan sebuah pembuktian?
No comments:
Post a Comment