Seorang anak kecil memberitahuku tiba-tiba "ayahnya ziya, itu ziya tadi
giginya berdarah" ujar anak tersebut, hanya sesaat setelah aku tiba di
depan sekolah ziya. "berdarah.., oh iya.. Ma kasih ya.." jawabku
singkat, memutuskan untuk tidak menunda waktu dengan bertanya lebih
jauh, bergegas melangkah ke arah kelas 2 abu bakar..kelas ziya.
Berpapasan dengan seorang anak lagi "tadi ziya berdarah.." ujar anak
tersebut, menghentikanku. "oya.. Nangis ngga ziya nya?" tanyaku.
"nangis.." jawab anak tersebut, yang kutahu ia teman satu kelas ziya.
Aku mengangguk berterima kasih, mempercepat langkah, lalu menengok
kedalam kelas. Tampak ziya didampingi gurunya. Berjalan mendekatiku.
"tadi giginya berdarah, mau copot tinggal sedikit lagi" ujar sang guru,
menjawab gurat kekhawatiranku. Aku kembali mengangguk takzim, berterima
kasih atas apa yang telah ia lakukan. Lalu menatap ziya lamat-lamat.
Ziya tak terlihat sedih, wajahnya lurus, tak ada yang terlihat janggal.
Hanya noda darah tampak jelas di kerudung putih yang ia kenakan.
Berjalan seperti biasa, tak acuh, seolah tak terjadi apa-apa. Mungkin
dalam fikirannya tak berbeda selayaknya anak-anak lain seusianya, merasa
terlihat keren ketika ada noda darah di pakaiannya. Apalagi jika yang
memakainya tidak menangis, unsur kerennya bertambah dua kali lipat.
"ziya" panggilku. Ziya menoleh tanpa menyahut, menjaga mulutnya tetap
tertutup. "boleh abi lihat gigi ziya yang berdarah tea?" tanyaku. Ziya
mengangguk mengiyakan, lalu membuka mulutnya. Terlihat jelas, salah satu
gigi depan bagian atasnya hampir tanggal, menekuk ke arah dalam.
Sepertinya ziya berusaha bersikap tenang, berusaha terlihat kuat.
Kaget.. Itu pasti.. Di usianya yg sekecil itu, masalah gigi ompong kerap
menjadi bahan ejek mengejek antar teman. Beberapa anak tetangga pernah
berkali-kali ditertawakan hanya karena giginya ompong. Kecuali ziya, ia
tak akan pernah berani mengejek temannya, karena jika demikian sudah
tentu akan kumarahi ia. "waah..tinggal dikit lagi itu mah nak. Bentar
lagi juga lepas.." ujarku. Ziya diam tak berkomentar. "tadi ada darahnya
ya? Ziya nangis ngga?" tanyaku. Sembari memakai sepatu, ziya bercerita
"iya..tadi teh...tadi teh lagi ngisi buku paket, trus langsung ada darah
keluar dari mulut, sama ziya langsung diginiin.." papar ziya, yang
diikuti dng gerakan menutup mulut dengan kerudungnya, memperagakan apa
yg tadi ia lakukan. "ooh... Temen ziya nolongin ngga?" tanyaku. "iya,
temen ziya yang laki-laki yang bangkunya deket ziya nolongin" jawabnya.
"mm..berlian ya?" tebakku. Ziya mengangguk, "berlian sama abi temen
ziya" jawabnya. Aku tersenyum, geli mendengar nama teman ziya yang sama
dengan panggilan ziya padaku.
"ziya, giginya coba digerak-gerakkin biar
cepet lepas" kataku. "atuda sakit abi" jawab ziya, meringis. Lalu
menutup mulutnya lagi rapat-rapat, tak mau terlihat anak lain. "he..
Ya.. Ga apa-apa. Ziya tau ga? Kalo udah ompong itu, artinya ziya udah mo
jadi anak hebat" ujarku, ziya mengernyit mendengarkan. "abi waktu dulu,
ompongnya bukan ompong sendiri, tapi kena pipa besi, berdarah banyak.."
kataku yang langsung dipotong ziya "ziya juga tadi darahnya banyak"
ujarnya tak mau kalah. "abi nangis ngga?" tanya ziya. "ya iya atuh,
waktu itu abi kan masih kecil, umur 6 taun kayaknya" jawabku. "ooh.."
kata ziya.
"tapi sejak ompong, abi jadi lebih bisa, lebih berani naek
pohon mangga, lebih..." kata-kataku dipotong lagi ziya. "ziya juga,
waktu ompong gigi belakang, trus ziya teh ngerjain bahasa inggris, trus
ziya teh jadi bisa ngerjainnya" ucap ziya. Kali ini giliranku yang
mengernyit bingung, apa kaitannya, dan harus menjawab apa. Ziya menoleh,
menunggu jawabanku. "mmm... Ooh.. Gitu ya... Mm..tuh kan, ziya jadi
lebih hebat" ujarku, sedikit dipaksakan. Nyatanya, mendengar jawaban
yang dipaksakan tadi, ziya terlihat tersenyum sumringah, senang sekali
ia tampaknya. Berlari-lari kecil menyusuri trotoar jalan menuju tempat
dimana kendaraanku diparkirkan. Tertawa girang, merasa kerennya
bertambah..3 kali lipat. He..
No comments:
Post a Comment