22/01/2023

Mumtaza

Mumtaza. 
Ya, nama seorang putri dari dunia fiksi. Sebetulnya bukan sepenuhnya fiksi, karena Putri yang ini kuadaptasi dari Maziya, si anak pertama.

Perasa kah? Memang.
 
Jauh sebelum anak itu dites sidik jari, karakter perasa memang sudah terlihat sedari kecilnya. Tak ingin menyakiti, berimajinasi tinggi, sampai yang paling mengerti, ketika abinya ini belum mendapat gaji. He..
 
Setelah dites, benar saja.. Ziya termasuk tipe feeling, seorang yang memiliki kemampuan berbicara dengan 'rasa'.
 
Ah, lihat saja quotes-quotesnya, tulisan-tulisannya, puisi-puisinya, bahkan novel karyanya. Rata-rata berkisah tentang perasaan, yang lumrah dimiliki semua orang. Maka tak heran, jika ziya kerap menjadi tempat curhat beberapa kawan.
 
Tokoh putri mumtaza, dulu diimajinasikan berusia belasan. Sama dengan usia ziya di masa sekarang. 
 
Bedanya, tentu saja kekuatan pengendali angin. Ziya tak bisa menciptakan sepoi seperti putri mumtaza. 
Atau bahkan membuat topan sebagai wujud marahnya. Entahlah, apa anak itu masih suka berlama-lama di atas pohon? Akrab bersenda renyah bersama angin, atau bahkan lirih bersenandika bersama jiwa. 
 
Putri Mumtaza, maupun Maziya si anak pertama. Aku yakin keduanya memiliki sisi baik yang sama.

No comments:

Post a Comment