08/10/2020

Hari Jum'at

Bagi kami, Jum’at bukan hanya rajanya hari, melainkan hari untuk berlari. 
 
Ya, berlari! Kami wajib bersiap sedari pagi, mengenakan kaus seragam, berbaris rapi, kemudian mulai berlari secara beriringan.
 
Berlari-lari, seakan tengah menyongsong masa depan yang gemilang. Berlari-lari, seolah tengah dikejar petugas ketertiban. Berlari-lari, bagai tulang kaki berbahan besi. Terus berlari, sambil kompak melantunkan nyanyian.
 
Sesekali, kami meneriakkan pula yel-yel penambah semangat. Semakin bersemangat ketika berhasil menyalip rombongan jurusan yang lain. Bertambah semangat tatkala ada adik-adik kelas yang melihat. Apalagi jika ada siswi di angkot yang memperhatikan, mendadak lari kami menjadi gagah dan berlagak tegap.
 
Berkeringat? Tentu saja, jarak yang harus ditempuh memang tak kurang dari lima kilo jauhnya. Rutenya keluar dari sekolah, melewati pabrik, mendaki jembatan layang, menyeberangi arah pintu gerbang tol, menembus keramaian pasar, hingga akhirnya kembali memasuki gerbang sekolah.
 
‘Tidaaak, kembali pulaaang! Sebelum, kita yang menaaang!’ teriak kami, kompak dan lantang.
 
Ya, perihal kekompakan, memang tak hanya sekedar lirik dalam nyanyian. Andaikata ada salah seorang kawan yang melambat dan kepayahan, lari kami otomatis akan ikut memelan, menurunkan kecepatan. Kami berupaya menjaganya agar tetap berada dalam kawanan.
 
Tak beda dengan burung-burung yang bermigrasi, barisan kami berketetapan saling melindungi. Yang kuat berada di kanan dan kiri, yang badannya lemah berada di tengah. Sedangkan yang cepat, terus berpindah depan-belakang-depan, mengamankan kawanan dari bahaya kendaraan yang berlalu lalang. Sungguh formasi cerdas yang terstruktur, rapi, gagah dan elegan.
 
Termasuk ketika ada mobil angkutan yang kebetulan tidak berpenumpang. Formasi kami akan menyerbu dalam senyap, menduduki hamparan joknya dengan sigap, teramat cerdas memangkas jarak. Untuk selanjutnya, di 300 meter dari sekolah, barulah kami berhenti, turun dengan waspada dan rapi, kemudian kembali berlari dengan hati-hati.
 
Maka tak butuh waktu lama, barisan kami gagah memasuki gerbang sekolah. Di urutan pertama pastinya. Dan dengan elegan tentunya.
 
Elegan berpura-pura tersengal kecapaian. Elegan mengusap jidat yang tak berkeringat. Pun elegan duduk di taman, menjulurkan kedua kaki ke depan, ditambah napas yang seolah ngos-ngosan.
 
Lihat! Betapapun kami berangkat paling belakang, formasi kami terbukti berhasil tiba paling pertama. Sungguh sebuah kemenangan yang layak dirayakan.
 
Yang kuat, tersenyum bangga. Yang lemah, begitu bahagia. Sedang yang cepat, mengacungkan jempol tertawa-tawa. Tak sadar, seorang guru olahraga mendekat sembari menggeleng-gelengkan kepala.
 
Setelah itu, kami kembali membentuk formasi. Rapi berjejer di tengah lapangan. Bukan! Bukan hendak menerima hadiah atau piala. Melainkan dihukum melakukan Push-up puluhan kali, diceramahi tak henti-henti. Lalu berpanas-panas ria menghormat bendera. Duh..
 
Catatan:
Cerita ini hanyalah fiksi, janganlah diambil hati. Segala bentuk kesamaan adalah murni kebetulan.
Foto yang dilampirkan sedikitpun tak berkaitan. Hanya tengah terkenang masa-masa yang silam. Pada tempat, kejadian, maupun para sahabat dan kawan.
 

 

No comments:

Post a Comment