13/08/2020

Meniru Ekspresi

Waktu bergulir seperti alir, berganti terus laksana arus. Bulan yang dulu menjadi awal hitungan, tak terasa kini sudah lebih dari duapuluh kali pengulangan. Siklus yang tak bisa sedikitpun ditahan, perpindahan yang sebisa mungkin tak ingin kulewatkan.

Lihat! Di usia Zhira yang hampir dua, badannya sudah meninggi beberapa. Kendati jika dibandingkan dengan anak tetangga, Zhira masih tampak mungil teramat kentara. Pampers size ‘M’ saja, masih sedikit longgar untuk ukurannya. Terakhir kali ditimbang di Posyandu, beratnya hanya berubah satu digit di belakang koma. Benar, badan Zhira tidaklah gemuk seperti Zahdan di waktu dulu.

Tapi tak apa, hal itu tak lantas menghambat Zhira untuk menunjukkan kehebatannya. Tak sedikitpun mengurangi isi bak semangat Zhira setiap detiknya. Anak kecil itu tetap bergerak riang setiap hari. Lari kesana, lari kemari. Dia suka sekali mengacak-acak isi kotak mainan Zahdan, membuatnya berantakan di tengah ruangan.

Tak cukup, Zhira mengobrak-abrik pula tumpukan baju di dalam lemari. Membuat Umminya mengomel panjang lantaran baju-baju itu baru saja disetrika dan dirapihkan. Sedangkan Zhira? Tentu saja tak mengerti. Dia hanya sedang meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Dan membereskan baju, itu salah satunya.

Masih tak cukup, Zhira menghamburkan pula bedak ke atas kursi dan lantai. Tentunya setelah mengoles-oleskannya ke wajah sendiri di hadapan cermin, lagaknya seperti orang dewasa yang tengah berdandan. Sungguh sebuah tindakan yang lagi-lagi mengundang omelan dari Sang pemilik bedak.

“Astaghfirullahal azhiim! Abiii, tuh liat si anak pinter! Aduuh, abis atuh bedaknya!” gerutunya.

Sadar telah berbuat kesalahan, Zhira serta merta mencari perlindungan.

“Lalii..!” ucap Zhira sembari berlari dan memelukku.

Aku langsung terkekeh, kemudian menggamit lengan Zhira ke luar rumah.

“Gak apa-apa, itu kan cuma bedak. Zhira, kita cari kupu-kupu di luar saja, yuk!” ajakku.

Yang diajak langsung mengangguk setuju.

“Pu.. Pu!” katanya, polos.

***

Walau berbadan lebih mungil, Zhira tak kalah pintar dan cerdas dibanding yang lain. Dengar saja, Zhira kecil bisa melafalkan banyak abjad bahkan dalam bahasa inggris, merunut hingga angka sepuluh, serta mengucapkan huruf-huruf hijaiyah satu per satu.

Belum lagi bersenandung tik-tik hujan, balonku, cicak di dinding, sampai kira-kira boshi, sebuah lagu bintang kecil yang menggunakan bahasa jepang. Semuanya itu mampu Zhira ikuti dengan senyuman menggemaskan. Keren sekali!

Anak itu memang cepat sekali meniru kalimat-kalimat yang didengarnya.    

...

“Diem!” ucap Zhira kecil, tak mau digelitiki. Kata itu tampaknya dia tiru dari kakak Ziya yang gemar menyendiri.

Alih-alih menurut, aku yang mendengarnya malah tertawa. Dan semakin penasaran untuk terus menggelitikinya. Hanya berhenti ketika Zhira sudah tertawa-tawa, bangkit, kemudian berteriak sambil berlari.

“Laliii..!” katanya.

Ya, kosakata Zhira memang berkembang dengan cepat. Kata-kata ‘atut’ untuk ‘takut’, ‘koa’ untuk ‘kecoa’, dan ‘bili’ untuk ‘strawberry’, hanyalah sebagian kecil dari puluhan kata dalam kamus bahasa Zhira.

Pun dengan ekpresi, anak kecil itu sudah pandai sekali mengubah raut wajahnya. Terkadang, aku menggendongnya di depan cermin. Memintanya batuk, bersin, atau menguap. Dan Zhira kecil bisa melakukan semua itu dengan lucunya.

“Ha ha ha!” tawanya.

Zhira meniruku tatkala membacakan cerita untuk dua kakaknya.

“Hey! Kau sedang meniruku, anak kecil? Ha ha ha ha!” balasku.

“Ha ha ha ha ha!” Zhira tak mau kalah.

“Ha ha ha ha ha ha!” aku membalasnya lagi.

“Ha ha ha ha ha ha ha!” kata Zhira.

Aku berhenti membalas, lalu langsung menggelitikinya. Membuat anak kecil itu meronta, dan berlari menyelamatkan diri.

“Laliii!” teriak Zhira.

***

“Abih, tadi Unay, atoh, tus angis!” lapornya, suatu kali. (Unay adalah nama panggilan Unaisyah, seorang anaknya saudara. Mereka tinggal bersebelahan dengan rumah kami)

“Oh, ya? Jatoh dimana? Di jalan?” tanyaku.

Zhira mengangguk.

“Terus, sama Zhira disayang ngga?” tanyaku.

Zhira mengangguk lagi, lalu menjulurkan tangannya ke kepalaku.

“Yang.. ayaang..” katanya, mengelus kepalaku.

Giliranku yang mengangguk-angguk tanda mengerti.

“Em, terus, nangisnya kayak gimana?” tanyaku lagi.

Tak mengambil jeda, yang ditanya langsung saja menekuk bibirnya, menyipitkan kedua matanya, kemudian meniru suara tangis. Sungguh sebuah ekspresi yang menggemaskan bukan kepalang.

“Heu...! Heu...! Gitu,” celotehnya, diakhiri dengan sebuah senyuman.

Demi melihat ekspresinya itu, aku tentu saja memintanya lagi dan lagi. Dan anak itu akan mengulangi dua sampai empat kali. Jika sudah tak mau, aku akan langsung menggelitikinya, membuatnya tertawa-tawa kegelian, kemudian berlari kabur. Menggodanya seperti ini jelas-jelas menyenangkan.

...

Tak hanya itu, Zhira kecil sudah bisa berekspresi mengomel. Iya, mengomel! Seringnya ketika kak Zahdan iseng menggangguinya, atau ada anak tetangga yang tak mau memberi pinjam sepeda.

“Jadaaan! Mnikuteligapenjiku!” katanya, ketika Zahdan memainkan boneka tangan milik Zhira.

Lucunya, perkataan itu Zhira ucapkan dengan nada yang cepat dan intonasi datar.

Alih-alih mengembalikan boneka tangan, Zahdan malah cekikikan dan semakin penasaran untuk memancing ekspresinya lagi.

“Jadaaan!! Kelutapimeduqlohusetpo!” lanjut Zhira, kali ini dengan ujung intonasi yang sedikit meninggi.

Zahdan tertawa-tawa, membuat Zhira kecil mengeluarkan lagi ucapan aneh lainnya. Lagi, dan lagi. Deretan kata yang benar-benar tak bisa kumengerti, kalimat yang sulit sekali kukenali, bahkan meski dicari di kamus bahasa Zhira berkali-kali.

Hebatnya, kalimat absurd tersebut Zhira ucapkan, dengan bibir yang sedikit dimajukan. Ditambah dengan dua alis yang hampir bertaut, serta dagu yang tertekuk, membuat ekspresi mengomelnya menjadi sempurna.

“Aspatiujiiim! Jadaan!! Kmldhfufrnfklsslfs!” katanya.

Rasa-rasanya, tak perlu sulit menebak dari mana Zhira meniru ekspresi yang itu. Pastilah dia menirunya dari orang dewasa selainku yang ada di rumah ini. He... 

 This image has an empty alt attribute; its file name is zhira-2.jpg

No comments:

Post a Comment