28/07/2020

Belasan Tahun ke Belakang


Melihat tenda besar ini, sungguh mengingatkanku pada peristiwa di belasan tahun ke belakang. Em, memang sih, tenda yang dulu dipasang tidak sebesar yang ini. Hanya sebuah panggung kecil dengan atap, tempat tim nasyid berdendang menghibur para tamu undangan. Satu dua mereka diperbolehkan meminta tembang. Aku masih ingat, waktu itu kami meminta nasyid “human nature”nya shaffix. Indah sekali tim itu berdendang. Tak pernah bisa lupa hingga sekarang.
 
Melihat para tamu ini, sungguh mengingatkanku pada belasan tahun ke belakang. Iya sih, dulu tamu yang diundang tidaklah sebanyak ini. Hanya keluarga besar dan kerabat, para tetangga serta sahabat. 
Lupakan masalah kartu undangan, mereka diberitahu hanya melalui pesan singkat. Barisan kata-kata disebar tanpa dibiarkan melebar. Sangat sederhana.. terlalu sederhana bahkan. Menimbang dari jauhnya lokasi serta sulitnya medan. Kami sepakat tak ingin membuat orang-orang kesusahan.
 
Melihat acara pernikahan ini, sungguh mengingatkanku pada acara belasan tahun ke belakang. Walau jauh panggang dari api, pernikahan kami tak sampai seperempatnya acara ini. Serius, seperenamnya saja tidak!Dulu, tempat yang kami pakai hanya sebelah ruangan dari sebuah rumah. Membuat orang yang ingin menyaksikan, terpaksa sempit berjejalan, terpaksa sesak berdesak-desak. Apalah daya, biaya yang kami miliki pun memang seadanya. Dari mahar hingga pakaian, dari hantaran hingga dandanan, semua penuh dengan keterbatasan.
 
Meski demikian, akad nikah yang dilantunkan dulu itu masih saja terngiang-ngiang. Dibalik lisan yang bergetar mengucap ikrar, rasanya seperti mimpi, ada perempuan yang bersedia kunikahi. Serona mimpi, ada bidadari di langit dunia, yang ikhlas bersedia menempuh kesulitan bersama, tulus bersedia berjuang bersama-sama.
 
Bidadari yang dengan skenario indah dari-Nya, mengalami ujian masa lalu yang tak jauh berbeda. Berupaya tetap tegar dan bersabar, bersujud memohon pertolongan, kemudian dipertemukan dan menerima pinangan.
 
Di belasan tahun ke belakang, perjanjian yang sangat berat itu aku ikrarkan. Mengemban peran qowwam bagi istri dan keluarga, memikul lelah selaku pencari nafkah.
 
Ya, tak pernah ada yang mengatakan berumah tangga itu akan mudah, bukan? Namun asalkan berkah, kami yakin semuanya akan menjadi indah.
 
Pun di belasan tahun ke belakang, cemoohan demi cemoohan datang menghantam. Sesuatu yang hanya bisa kami terima dan terpaksa telan. Pahit memang.. Lebih pahit lagi karena sedikitpun kami tak mampu untuk melawan. Berharap waktu di masa depan akan memberi sebaik-baik jawaban.
 
Melihat hari bahagia ini, sungguh mengingatkanku pada belasan tahun ke belakang. Hari permulaan dimana kami belajar untuk saling memahami. Terus berusaha saling melengkapi kekurangan masing-masing, terus berupaya saling mendukung kelebihan masing-masing.
 
Itulah awal hari dimana kami memetik bahagia. Sedih, haru, serta kecewa, dihadapi bersama-sama. Membesarkan anak-anak bersama, menua bersama, meninggal dengan sedikit jeda, lalu Insya Allah kembali dipersatukan di Syurga-Nya.

No comments:

Post a Comment