21/12/2014

Belajar Jalan

"Bbiiih.. Bbiii..." Ujar Zahdan kecil, ketika mendengar suara motor mendekat, masuk ke garasi. Tahu betul jika yang datang adalah aku. Maka tak heran ketika melihatku mengucap salam dan membuka pintu, Zahdan kecil langsung tersenyum lebar, kembali memanggil-manggil "Bbii.. Bbiiii.." panggilnya. Aku pun tersenyum, dan berjongkok hendak membuka sepatu terlebih dahulu. Namun, kalah cepat dengan zahdan. Ia seketika saja sudah berada disampingku menarik-narik lengan bajuku, minta digendong.
Zahdan kecil memang belum mau jalan sendiri. Padahal usianya sudah 1 tahun 8 bulan. Ziya saja dulu bisa jalan sendiri di usia 1 tahun 6 bulan. Entahlah, tampaknya zahdan belum percaya diri untuk berjalan sendiri, Ia selalu saja mencari pegangan terdekat untuk menyeimbangkan badannya. Jika tidak, Ia memegang tanganku, lalu berkata "Nnaah.. Naa.." ujarnya sembari menunjuk ke arah pintu. Maksudnya minta dituntun untuk berjalan kesana, ke arah pintu, lalu keluar rumah. Seperti yang terjadi sekarang ini. Padahal, sebenarnya zahdan sudah bisa bangkit sendiri, lalu berjalan beberapa langkah. Namun jika ia merasa jaraknya terlalu jauh untuk kembali menemukan pegangan, zahdan memilih untuk merangkak saja. "biar lebih cepat" mungkin itu fikirnya. Karena terbukti dengan merangkak, zahdan bisa sampai di tempat yang dituju hanya dalam hitungan detik. Sedetik ia berada di kamar, sedetik kemudian ia sudah berada di ruang tamu, beberapa detik selanjutnya ia tiba-tiba saja sudah berada di dapur. Membuat kami harus lebih esktra waspada dalam mengawasinya. Karena pernah beberapa kali ia kami dapati tengah berada di dapur, berpegangan pada tembok, lalu berdiri dan meraih knop kompor, berusaha memutarnya. Sepertinya ia meniru apa yang kami lakukan saat menyalakan kompor.
"Bbii..." ujar zahdan kembali, menegaskan keinginannya untuk digendong. Urung membuka sepatu, aku menggendong zahdan sembari berdiri. "kenapa.. zahdan kangen sama abi ya.." celotehku. Yang ditanya tersenyum kembali, lalu seketika saja memegang telingaku, dan mencengkramnya kuat-kuat. Aku meringis menahan sakit. Melihat ekspresiku, zahdan tertawa senang, lalu kembali mencengkeramnya, kali ini ditambah dengan menarik-nariknya sembarang. Aku semakin meringis, membuat zahdan kian tertawa senang. Mengira aku tengah mengajaknya bercanda. "Aduuhh.. zahdan..sakiit.. abinya disayang atuh.." ujarku. Zahdan patuh, berhenti memegang telingaku, lalu membelai rambutku, tersenyum "yaah.. yaa.." (Sayang.. sayang) celotehnya. Sama seperti yang pernah kuajarkan untuk menyayangi ziya kakaknya, Umminya, dan semua saudaranya, termasuk ketika ada kucing yang tengah berjemur di depan rumah, Zahdan membelai kepala kucing dan berujar kata-kata yang sama, sembari tertawa-tawa tentunya. Tak sedikitpun ada rasa khawatir kucing tersebut akan berbalik dan mencakarnya.
"Tuu... tuu.." ujar zahdan tiba-tiba. Menarik tangannya dari rambutku, lalu menjulurkan kedua tangannya seolah tengah memegang sesuatu. "Ada apa nak..?" tanyaku. "Tuu.. tuu.." Ujarnya lagi, kali ini dengan alis mengernyit serius. "Ooh.. zahdan nangkep kutu ya? banyak ngga?" kataku, menangkap maksud kata-kata zahdan. Zahdan mengangguk, kemudian kedua tangannya ia kepalkan dengan bertenaga "Hsss..." ujarnya, lalu tersenyum senang. Seolah kutu nya sudah ia matikan. Meniru gerakan Umminya ketika menemukan kutu di kepala ziya. Aku tertawa melihatnya. "He.. hebat nak.. cari lagi.. cari lagi kutunya.." kataku, zahdan pun kembali mengulurkan tangannya ke atas kepalaku sembari berkata "Tuu..tuu". He..

1 comment:

  1. Zahdan Lucuuu... tambahin fotonya dong..

    ReplyDelete