"Bbiiih.. Bbiii..." Ujar Zahdan kecil, ketika mendengar suara
motor mendekat, masuk ke garasi. Tahu betul jika yang datang adalah aku.
Maka tak heran ketika melihatku mengucap salam dan membuka pintu,
Zahdan kecil langsung tersenyum lebar, kembali memanggil-manggil "Bbii.. Bbiiii.." panggilnya. Aku pun tersenyum, dan berjongkok hendak membuka sepatu
terlebih dahulu. Namun, kalah cepat dengan zahdan. Ia seketika saja
sudah berada disampingku menarik-narik lengan bajuku, minta digendong.
Zahdan
kecil memang belum mau jalan sendiri. Padahal usianya sudah 1 tahun 8
bulan. Ziya saja dulu bisa jalan sendiri di usia 1 tahun 6 bulan.
Entahlah, tampaknya zahdan belum percaya diri untuk berjalan sendiri, Ia
selalu saja mencari pegangan terdekat untuk menyeimbangkan badannya.
Jika tidak, Ia memegang tanganku, lalu berkata "Nnaah.. Naa.."
ujarnya sembari menunjuk ke arah pintu. Maksudnya minta dituntun untuk
berjalan kesana, ke arah pintu, lalu keluar rumah. Seperti yang terjadi
sekarang ini. Padahal, sebenarnya zahdan sudah bisa bangkit sendiri,
lalu berjalan beberapa langkah. Namun jika ia merasa jaraknya terlalu
jauh untuk kembali menemukan pegangan, zahdan memilih untuk merangkak
saja. "biar lebih cepat" mungkin itu fikirnya. Karena terbukti dengan
merangkak, zahdan bisa sampai di tempat yang dituju hanya dalam hitungan
detik. Sedetik ia berada di kamar, sedetik kemudian ia sudah berada di
ruang tamu, beberapa detik selanjutnya ia tiba-tiba saja sudah berada di
dapur. Membuat kami harus lebih esktra waspada dalam mengawasinya.
Karena pernah beberapa kali ia kami dapati tengah berada di dapur,
berpegangan pada tembok, lalu berdiri dan meraih knop kompor, berusaha
memutarnya. Sepertinya ia meniru apa yang kami lakukan saat menyalakan
kompor.
"Bbii..." ujar zahdan kembali, menegaskan keinginannya untuk digendong. Urung membuka sepatu, aku menggendong zahdan sembari berdiri. "kenapa.. zahdan kangen sama abi ya.."
celotehku. Yang ditanya tersenyum kembali, lalu seketika saja memegang
telingaku, dan mencengkramnya kuat-kuat. Aku meringis menahan sakit.
Melihat ekspresiku, zahdan tertawa senang, lalu kembali mencengkeramnya,
kali ini ditambah dengan menarik-nariknya sembarang. Aku semakin
meringis, membuat zahdan kian tertawa senang. Mengira aku tengah
mengajaknya bercanda. "Aduuhh.. zahdan..sakiit.. abinya disayang atuh.." ujarku. Zahdan patuh, berhenti memegang telingaku, lalu membelai rambutku, tersenyum "yaah.. yaa.."
(Sayang.. sayang) celotehnya. Sama seperti yang pernah kuajarkan untuk
menyayangi ziya kakaknya, Umminya, dan semua saudaranya, termasuk ketika
ada kucing yang tengah berjemur di depan rumah, Zahdan membelai kepala
kucing dan berujar kata-kata yang sama, sembari tertawa-tawa tentunya.
Tak sedikitpun ada rasa khawatir kucing tersebut akan berbalik dan
mencakarnya.
"Tuu... tuu.." ujar zahdan tiba-tiba. Menarik tangannya dari rambutku, lalu menjulurkan kedua tangannya seolah tengah memegang sesuatu. "Ada apa nak..?" tanyaku. "Tuu.. tuu.." Ujarnya lagi, kali ini dengan alis mengernyit serius. "Ooh.. zahdan nangkep kutu ya? banyak ngga?" kataku, menangkap maksud kata-kata zahdan. Zahdan mengangguk, kemudian kedua tangannya ia kepalkan dengan bertenaga "Hsss..."
ujarnya, lalu tersenyum senang. Seolah kutu nya sudah ia matikan.
Meniru gerakan Umminya ketika menemukan kutu di kepala ziya. Aku tertawa
melihatnya. "He.. hebat nak.. cari lagi.. cari lagi kutunya.." kataku, zahdan pun kembali mengulurkan tangannya ke atas kepalaku sembari berkata "Tuu..tuu". He..
21/12/2014
Chat..
Ad : Rasa-rasanya, baru kemarin sore aku menyemir sepatu kerjamu.
Al : (senyum)
Ad : Ya, waktu itu jika sepatumu kurang mengkilap, kau akan menyuruhku mengulanginya lagi hingga benar-benar mengkilap. Sampai terkadang, aku mengerjakannya sembari menggerutu kesal.
Al : He..
Ad : Dan rasa-rasanya, baru semalam aku memijati pundakmu hingga kau tertidur lelap. Seringkali, aku berharap kau lekas tertidur, hingga aku bisa cepat-cepat berjinjit menjauh..kabur.. jika tidak..kau akan segera memanggilku kembali..
Al : Hehe..
Ad : Kau pasti kecewa padaku..
Ad : Padahal masih kuingat betul, ketika kau kau menggendongku dipunggungmu. Membawaku bermain di tempat kerjamu.. Membuatkanku kamar dan lemari belajar sendiri.. Dan membelaku ketika lembar jawaban ulanganku disalahkan oleh guru di sekolah.
Al : (diam)
Ad : Rasa-rasanya, baru tadi pagi kau mengusap kepalaku, dan berbisik tulus ditelingaku "sabar ya nak..", ketika aku terbaring menahan sakit di ruang UGD Rumah Sakit setelah kecelakaan motor.
Al : (masih diam)
Ad : Dan..rasanya baru tadi maghrib.. Aku bersimpuh di hadapan jasadmu, terbungkus kafan putih. Aku tersedu.. merasakan kesedihan dan penyesalan, Kenapa kau tak bersedia menunggu. Menungguku hingga bisa menyenangkanmu. Menungguku hingga bisa membuat bangga dirimu.. Menunggu hingga kau bisa berkata bangga pada para tetangga.."itu anakku..". Sebangga ketika dulu kau menunjukkan angka-angka didalam rapotku pada mereka. Tampak jelas kau begitu senang berkata "ini rapot anakku.."
Al : (masih terdiam)
Ad : Mungkin itulah satu-satunya kejadian dimana aku bisa menyenangkanmu. Kenapa kau tak beri waktu untukku melakukannya lagi?
Al : .... (senyum) sudahlah.. Eh, gimana kabar anak-anak? sehat ?
Ad : Huft.. Alhamdulillah sehat. Kau memang bukan pembicara yang baik. Setiap kali membuka obrolan, kau selalu saja bertanya kabar anak-anak. Tak pernah yang lain.
Al : haha... dan itu menurun padamu bukan?
Ad : He.. iya..
Ad : Alhamdulillah..kini aku bisa menyicil rumah dan kendaraan.. Kau tak harus lagi murung seperti ketika dulu kau mendengar kabar aku diusir dari kostanku. Kaupun harusnya menjadi orang pertama bersama ibu, yang kuajak jalan-jalan ke tempat manapun yang kau ingin kunjungi.
Al ; iya.
Ad : Apa kau bangga padaku ? ayah..
Al : .... Nak, tentu saja.. ayah tentu bangga. Tapi ayah akan lebih bangga lagi, ketika kau mendo'akan ayah di setiap akhir shalatmu. Hingga ruang yang ayah tempati sekarang menjadi benderang karena do'amu. Dan ayah berkata pada para malaikat penjaga, serta amal yang turut serta, "itu anakku.. do'anya lah yang telah meluaskan dan menerangi tempat ini.." (senyum).
Ad : iya.. Insya Allah.. Insya Allah selalu kudo'akan..
Ad : Semoga dengan ini kau tahu, bahwa aku sungguh rindu ingin bertemu..
Al : (senyum)
Ad : Ya, waktu itu jika sepatumu kurang mengkilap, kau akan menyuruhku mengulanginya lagi hingga benar-benar mengkilap. Sampai terkadang, aku mengerjakannya sembari menggerutu kesal.
Al : He..
Ad : Dan rasa-rasanya, baru semalam aku memijati pundakmu hingga kau tertidur lelap. Seringkali, aku berharap kau lekas tertidur, hingga aku bisa cepat-cepat berjinjit menjauh..kabur.. jika tidak..kau akan segera memanggilku kembali..
Al : Hehe..
Ad : Kau pasti kecewa padaku..
Ad : Padahal masih kuingat betul, ketika kau kau menggendongku dipunggungmu. Membawaku bermain di tempat kerjamu.. Membuatkanku kamar dan lemari belajar sendiri.. Dan membelaku ketika lembar jawaban ulanganku disalahkan oleh guru di sekolah.
Al : (diam)
Ad : Rasa-rasanya, baru tadi pagi kau mengusap kepalaku, dan berbisik tulus ditelingaku "sabar ya nak..", ketika aku terbaring menahan sakit di ruang UGD Rumah Sakit setelah kecelakaan motor.
Al : (masih diam)
Ad : Dan..rasanya baru tadi maghrib.. Aku bersimpuh di hadapan jasadmu, terbungkus kafan putih. Aku tersedu.. merasakan kesedihan dan penyesalan, Kenapa kau tak bersedia menunggu. Menungguku hingga bisa menyenangkanmu. Menungguku hingga bisa membuat bangga dirimu.. Menunggu hingga kau bisa berkata bangga pada para tetangga.."itu anakku..". Sebangga ketika dulu kau menunjukkan angka-angka didalam rapotku pada mereka. Tampak jelas kau begitu senang berkata "ini rapot anakku.."
Al : (masih terdiam)
Ad : Mungkin itulah satu-satunya kejadian dimana aku bisa menyenangkanmu. Kenapa kau tak beri waktu untukku melakukannya lagi?
Al : .... (senyum) sudahlah.. Eh, gimana kabar anak-anak? sehat ?
Ad : Huft.. Alhamdulillah sehat. Kau memang bukan pembicara yang baik. Setiap kali membuka obrolan, kau selalu saja bertanya kabar anak-anak. Tak pernah yang lain.
Al : haha... dan itu menurun padamu bukan?
Ad : He.. iya..
Ad : Alhamdulillah..kini aku bisa menyicil rumah dan kendaraan.. Kau tak harus lagi murung seperti ketika dulu kau mendengar kabar aku diusir dari kostanku. Kaupun harusnya menjadi orang pertama bersama ibu, yang kuajak jalan-jalan ke tempat manapun yang kau ingin kunjungi.
Al ; iya.
Ad : Apa kau bangga padaku ? ayah..
Al : .... Nak, tentu saja.. ayah tentu bangga. Tapi ayah akan lebih bangga lagi, ketika kau mendo'akan ayah di setiap akhir shalatmu. Hingga ruang yang ayah tempati sekarang menjadi benderang karena do'amu. Dan ayah berkata pada para malaikat penjaga, serta amal yang turut serta, "itu anakku.. do'anya lah yang telah meluaskan dan menerangi tempat ini.." (senyum).
Ad : iya.. Insya Allah.. Insya Allah selalu kudo'akan..
Ad : Semoga dengan ini kau tahu, bahwa aku sungguh rindu ingin bertemu..
Subscribe to:
Posts (Atom)