31/05/2024

Bedebah Sebenarnya

Lagi..
Satu kejahatan keji yang ditoleri.
Menghancurkan.. 
membunuh,
membakar perempuan dan anak-anak di tenda-tenda pengungsi.
 
Dan seperti biasa, 
dunia hanya sebatas mengutuk dan mengecam. 
Sebatas drama somasi, 
ibarat skenario atau tayangan, 
yang sedikitpun tak pernah dipedulikan. 
Buktinya, 
para bedebah itu tetap bisa leluasa melenggang. 
Berbuat kerusakan, 
lagi dan lagi..
 
Seperti biasa pula, 
jemari ini hanya bisa menulis kalimat hampa. 
Barisan kata-kata, yang menjadi pelindung saja tidak.
Tak bisa memadamkan api.
Tak bisa menghapus air mata di pipi.
Tak bisa menjadi benteng pelindung, 
ketika pasukan tank dan seantero rudal itu datang mengepung.
 
Kalimat ini adalah selemah-lemahnya iman..
Pada diri yang lemah..
Pada jiwa yang remah.
 
Semoga kalimat ini ikut melangit, 
berpilin bersama do'a-do'a semesta, 
lirih mengadu pada Dzat Yang Maha Kuasa.
 
"Lindungi saudara-saudari kami yaa Robb..
Selamatkan mereka semua, 
sungguh.. Kami mohon.. 
Lindungi mereka, 
dari kejamnya kaum bedebah, 
sebenar-benarnya bedebah, 
yang telah secara brutal menyerang Rafah"

24/05/2024

Hujan bukan Halangan

Hujan begitu deras mengguyur bumi, 

namun para santri tetap istiqomah melangkahkan kaki.
 

Berangkat ke mesjid, 

mengaji, 

menghafalkan ayat-ayat suci.

Masya Allah.. 

Keberkahan untuk kalian, anak-anak..  

Barokah dan kebahagiaan untuk Ayah/Bunda kalian.

Lihatlah.. 

Barisan malaikat ramai berdatangan, 

mencatat, 

melangitkan do'a.

Bahkan, hujan sore ini pun menjadi sebenar-benarnya saksi. 

Di setiap butirnya, 

Di setiap tetesnya. 

Bermilyar-milyarnya berebut membenarkan, 

satu amalan istimewa yang senantiasa kalian tegakkan.

 



20/05/2024

Setengah

Terkadang kita lupa,
 
ada siklus hidup bernama setengah.
 
Ada setengah hari..
 
Ada setengah jalan..
 
Ada, setengah hati..
 
Menyesakkan, memang.
 
Di saat kehidupan manusia-manusia lain tertampak penuh, 
 
perjalanan kita justru tak jua utuh.
 
Padahal sungguh, semua itu tak benar-benar setengah.
 
Hanya masih tertutup sisi yang sebelah.
 
Tugas kita adalah melangkah,
 
terus melangkah,
 
dan melulu melangkah..
 
Hingga nanti tiba di langkah ke sekian,
 
di waktu terbaik yang Allah tentukan,
 
purnama itu pada akhirnya kan terperlihatkan, 
 
sempurna benderang tiada terbantahkan.
 

 

15/05/2024

Astronomi

Dunia astronomi, sudah berhasil menarik perhatian zahdan sejak dulu.
Mulai ketika di suatu malam, saat tengah digendong dipunggung, tangan mungilnya tetiba saja menunjuk ke arah langit, bertanya padaku tentang titik terang apa yang bertebaran disana. Saat itu aku menjawab sebisanya.
 
Berbeda usia, zahdan mengacungkan lagi jari telunjuknya, berazam, ingin menjadi seorang astronot, katanya. Aku mengangguk mengiyakan, sambil mengelus kepala berponinya.
 
Dari sanalah dia mulai bersemangat. Membaca buku-buku perihal luar angkasa, membuat project tata surya, hingga mengamati bulan dan permukaannya.
 
Iya, nak. Menuntut ilmu memang haruslah tinggi. Tetapi, iringi pula dengan akhlak terpuji. Insya Allah, kau bisa menjadi ahli astronomi.. ilmuwan muslim yang sejati.

Lomba Zahdan

Izin sedikit bercerita.

Sehari sebelum lomba, zahdan terlihat gusar sekaligus resah.
Pasalnya, sudah berkali-kali dia berlatih dan menghafal sedari jam dua siang.
Pulang ke rumah, makan, istirahat sebentar, lalu berangkat lagi ke mesjid untuk berlatih.
Maghrib, Isya, hingga akhirnya baru selesai jam setengah sembilan malam.
 
Sayangnya, zahdan berkata bahwa masih ada beberapa hafalan yang belum lancar. Melukiskan mendung kelabu di wajahnya yang kelelahan.
 
"Sudahlah, zahdan. Ga apa-apa.. Zahdan mau ikutan lomba juga, itu teh udah hebat, udah juara. Gak usah terlalu dipikirin.." hiburku.
 
Zahdan tak bergeming, rautnya tetap terlihat murung.
 
"Tapi, abi. Zahdan kan.. Pengen bikin bangga kreospora" ucapnya, lirih.
 
Untuk alasan yang itu, Aku tak bisa menjawab, hanya mengangguk kecil, sembari menghela napas pasrah.
 
"Iya. mudah-mudahan ya.."
 
Aku kemudian memintanya ke kamar dan tidur, agar Shubuhnya nanti tak kesiangan.
***
 
Usai sholat Shubuh, Zahdan kembali berlatih, menyambung akhir dan awal surah berurutan. 
Tak cukup, Zahdan berlatih juga menebak nama surah, serta mengulang-ulang ketentuan tahsin-tajwid, berikut makharijul hurufnya.
 
Anak itu terus berjibaku, berkonsentrasi, mengerahkan segala upaya demi bisa mendapat hasil yang maksimal. Padahal biasanya, Zahdan kerap terganggu dengan kegiatan yang lain. Terlalu penasaran mendebat adiknya yang lucu. Hingga tergoda untuk memainkan lego yang baru selesai dirakit minggu lalu.
 
Melihatnya serius seperti ini, sungguh tak banyak yang bisa kulakukan. Hanya mengazamkan dalam diri, apapun hasilnya nanti, dia layak mendapat apresiasi.
***
 
Siang menjelang sore, pengumuman disuarakan. Secarik photo Zahdan yang tengah memegang piala, masuk melalui pesan. 
 
Speechless.. 
Aku yang saat itu tengah berada di tempat kerja, setengah mati menahan lelehan air mata. 
Rasa haru dan bangga, rasa kecamuk dan gembira, berkelindan dengan kalimah-kalimah syukur kepada Allah Sang Pencipta. Dzat Yang Maha Menganugerahkan Bahagia.
 
Pertautkan kami dengan Al Quran Yaa Robb.. Ikatkan hati kami dengan Al Quran Yaa Allah..

Koki Zhira

 "Zhira cita-citanya jadi apa?"

"Zhira mah mau jadi koki"
 
"Ooh, iya. Abi juga kalau pas ngantuk, suka minum koki"
 
"Bukan, Abi! Itu mah kopi!"
 
"Iya, tau. Kalau diluar mataharinya lagi panas, harus pake kopi biar gak kepanasan"
 
"Itu mah TOPI, abi!"
 
"Emm.. Yang ada di kompor, panas buat ngebakar?"
 
"Itu, API!"
 
"Yang suaranya Moo?"
 
"Itu mah SAPI!"
 
"Lho, sapi mah kan daging yang ditusuk-tusuk, trus dibakar"
 
"Bukan, itu mah SATE!"
 
"Iyaa.. Kak zahdan tuh kalau habis lari-lari, suka keringetan. Kesatean katanya.."
 
"CAPEEE.. Abi!!"