Malam kian
pekat, dan jam berwarna hitam itu, tergantung tanpa suara di dinding ruangan. Satu
jarum merah didalamnya melangkah teratur, sedikit demi sedikit, sedetik demi
sedetik. Setia mengunjungi angka-angka di sekelilingnya, dan setia memperhitungkan
setiap jumlahnya. Hingga tiba di 60
langkahnya, ternyata iapun setia berada kembali di awal posisinya.
Malam kian
pekat, dan jam berwarna hitam itu, tergantung tanpa suara di dinding ruangan. Dua
jarum putih didalamnya, menunjuk tepat ke angka yang sama, angka dua belas. Sebuah
penampakan yang jelas bahwa waktu terus saja berlalu, dan lagi-lagi hari akan
berganti, tanpa ceremony, tanpa publikasi. Ia begitu saja berlalu, mengemas “kemarin”
kedalam sesuatu bernama.. masa lalu.
Malam yang
sunyi, kian membuai manusia bumi di alam mimpi. Ditambah dengan dinginnya hembusan
udara, sungguh tak banyak orang yang keluar dari alam mimpi kemudian terjaga.
Seorang anak
kecil membuka mata, terbangun di tengah malam buta. Bukan, kali ini bukan karena
ia mengompol seperti biasanya. Namun karena ia tidak mendapati umminya di
sampingnya. Setengah mengantuk ia memanggil-manggil “Ummi.. ummii…” ujarnya
sembari mengucek-ngucek kedua matanya. Merasa tak ada jawaban, anak kecil itu lalu
terduduk. Matanya memicing, kepalanya menoleh kekanan dan kiri , menyapu ruangan
kamar sambil sesekali menguap menahan kantuk. Sayang, lampu kamar itu
dimatikan, tak banyak yang bisa ditangkap anak tersebut dalam kondisi demikian.
Yang ada malah muncul dalam benaknya, bayangan-bayangan monster dalam film yang
siang tadi ditontonnya. Alhasil anak tersebut langsung bangkit, loncat dari
atas kasur, tergesa berlari keluar kamar. “Umiiii….!!!” Teriaknya.
“I..iya..
Umi disini nak..” jawab Umminya dari ruangan tengah. Demi mendengar suara
tersebut, anak kecil itu langsung berlari mendekat, menghambur kedalam pelukan
Umminya. “kenapa bangun? Masih malem nak. Ade tidur lagi aja gih..” ucap
umminya dengan suara yang parau. Anak kecil itu menggeleng, “ga mau ah, ade mau
ditemenin, soalnya takut monster” ujarnya, merajuk. “eh, ummi abis sholat ya? Ko,
malem2 sholatnya. Abi mana?” tanya anak itu lagi, baru sadar jika umminya masih
mengenakan mukena berwarna biru. Dengan tergagap, Umminya menjawab “iya, umi
abis sholat. Abi.. eu.. abi belum pulang nak..” jawabnya, hambar. “oh, belum
pulang ya? Abi ko pulangnya malem terus mi? Memang abi lagi banyak kerjaan ya
mi?” tanya anak kecil itu dengan polosnya. Umminya tercekat, lalu mengangguk pelan.
Tak sadar air mata mengalir lagi dari kedua matanya yang sembab. Anak kecil itu
langsung terperanjat. “Umi nangis ya? Iih..malu. masa udah gede masih nangis. Kemaren,
ade nangis gara-gara jatoh, umi sendiri bilang ade ga boleh nangis, malu udah
gede. Eeh.. sekarang malah umi sendiri yang nangis..hehe..” paparnya, sembari
terkekeh. Mendengar kata-kata anak tersebut, umminya tersenyum. Sembari menghapus
air matanya, ia berkata “he.. iya..iya.. ummi ga nangis lagi” katanya. Dengan lembut,
ia mendudukan anak semata wayangnya di pangkuannya, memeluknya erat beberapa
saat, lalu mengelus kepalanya dengan penuh rasa sayang. “ade, ade sayang ummi?”
tanyanya. Yang ditanya langsung mengangguk mantap. “sayangnya segimana?” tanya
umminya lagi. Anak kecil tersebut tampak berfikir sejenak, dahinya mengerut. “Mmm…
segini umi..!!” jawabnya, sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
Umminya kembali tersenyum, menatap anak kecil itu dan kepolosannya.
“Kalo ade
memang sayangnya sebesar itu sama umi, ade harus janji ya..” ujar umminya. “janji
ga boleh ngompol lagi??” potong anak kecil tersebut. Umminya terkekeh sembari
menggeleng pelan. “Bukan nak, bukan. Mmm.. ade kan anak laki-laki.. ade harus
janji..” ucapan umminya terhenti, lidahnya tercekat. Matanya berkaca-kaca, air
mata didalamnya hendak tumpah kembali.
“janji apa
umii?” tanya anak kecil itu, penasaran. Umminya menarik nafas beberapa saat,
lalu menjawab dengan suara yang bergetar, “janji.. ade harus janji ga akan bikin
ummi sedih. Ade harus janji ga akan nyakitin hati ummi. Ade janji bakal jagain
ummi..” ucap umminya. Anak kecil itu mengernyit heran, tapi tak lama kemudian mengangguk-angguk
sok mengerti. “iya ummi. Eh, tapi kan yang jagain ummi mah kan abi” kata anak
tersebut. Wajah umminya kembali memerah, air mata menyeruak mengalir tak
terbendungkan. Ia cepat-cepat menyembunyikannya. “abi.. abi kan sering..pergi..
mm..kerja..” ucapnya, dengan suara yang bergetar, dan nada yang hambar. Seolah hendak
menutupi sesuatu. Beruntung, anak laki-lakinya itu masih polos, belum terlalu
mengerti. Ia malah terlihat manggut-manggut, “tenang aja ummi, kalo abi ga ada,
ade yang bakal jagain ummi” ujarnya mantap. Umminya mengangguk, “terima kasih
ya nak..” ucapnya singkat. Ia memeluk anaknya itu dengan rasa sayang, bercampur
dengan rasa tak ingin kehilangan. Kedua rasa itu bercampur, sedikit
menghilangkan rasa pedih yang tengah mendera hatinya.
Akhirnya,
anak kecil itu kembali tertidur. Pelan umminya membaringkannya diatas sajadah, lalu
menepuk-nepuk lembut kakinya agar kian lelap. Tak lama, handphone didekatnya bergetar
pelan, sebuah teks muncul pada displaynya. “sms terkirim” berulang-ulang.
Sepertinya hp suaminya itu baru aktif kembali, hingga tujuh sms yang sejak
beberapa jam lalu dikirimkan, baru sekarang diterimanya. Melihat hal tersebut,
ummi anak kecil itu hanya bisa menghela nafas panjang, kemudian beristighfar
berulang-ulang. Sedetik kemudian, ia kembali terisak, menangis, air matanya
kembali tertumpah, membasahi mukena dan sajadah.
***
Seorang pria
terduduk dibibir tempat tidur. Jarinya bergetar, membuka satu persatu pesan
dalam hp yang baru beberapa saat lalu dinyalakannya. “abi dimana?”, “abi tadi
umi tanya ke kantor, katanya udah pada pulang, memang abi sekarang dimana?”, “abi
cepet pulang, ade nanyain”. Rentetan 3 pesan dalam hpnya itu ia baca satu
persatu. Saat hendak membuka sms yang ke-4, sebuah suara mengagetkannya. “Dari
siapa mas?” bisik seorang perempuan berpakaian minim, tepat ditelinga kanan
laki-laki tersebut, manja.
Refleks,
laki-laki itu mengembalikan tampilan display hp, kembali ke menu utama.
Kemudian mematikan hpnya kembali, sembari berkata gugup,”bu..bukan.. bukan
siapa-siapa” ujarnya.