"Assa.... ", ucapan salamku terhenti, dipotong begitu saja oleh teriakan
dua orang anak kecil yang menghambur menghampiriku. "ABIII..." ujar
mereka dengan kompaknya. Namun kekompakan itu tak berlangsung lama,
karena tak sampai lima detik, keduanya berceloteh, berebut minta
diperhatikan. "biih, jadan ibak, mata sampo. Hiii.. Pedih.. " ujar yg
satu. Belum sempat aku berkomentar, kakaknya sudah memanggil-manggilku.
"abiii.. Matanya tutup dulu.. Matanya tutup duluu!!" pintanya,
kedua tangannya ia sembunyikan dibelakang. Aku bertanya "kenapa?",
langsung ia jawab "pokonya tutup dulu!" katanya. Aku menurut, menutup
mata kananku sembari menggendong zahdan. "satu lagii tutuup!!" teriaknya
lagi. Aku lalu menutup mata kiriku, tapi membuka
yang sebelah kanan. Sembari tertawa-tawa, ziya memprotesku lagi. "tutup
matanya dua-duanya abiii!!!" ujarnya. "abiih.. Jadan wangii.." ujar zahdan
tak mau kalah. "iyaa" ujarku sembari menutup dua mataku, dan lalu
mencium rambut zahdan. "mmm.. Zahdan wangi sekali...
Pake sampo tadi ya?" tanyaku. Yg ditanya mengiyakan, hendak bercerita,
namun terhenti karena teriakan ziya. "TARAAA...!! Abi buka matanya, ini
hadiah buat abi..!" ujar ziya, tersenyum sumringah, tangannya
menyodorkan sesuatu padaku.
Sebuah kotak kecil dari
kardus, diberi hiasan di sekelilingnya. Tampaknya ini murni buatan ziya.
Gambar hiasannya bisa dengan mudah kukenali. Kotak itu diberi
jinjingan, tak lupa ia beri juga tulisan di bagian depannya, "hadiah
untuk abi tersayang, dari kaka ziya". Aku tersenyum,
"waah.. Bagus sekali.. Ziya pasti bikin sendiri ya. Ma kasih ya ziya.. "
ujarku tulus, tangan kananku mengelus-elus kepalanya lembut. Ziya tersenyum
bangga, melirik hasil karyanya. "eh, bentar abi.. Belum dikasih bunga"
katanya, sembari mengambil kembali hadiah
itu, lalu berlari mengambil bolpoin. Aku mengiyakan, lalu mengalihkan
perhatianku pada zahdan yg masih berada dalam gendongan.
"Zahdan tadi
matanya pedih ya?" tanyaku. Yang ditanya mengangguk sembari cemberut.
"kena sampo ya?" tanyaku lagi. Zahdan mengangguk
kembali, lalu dengan bahasanya, ia memperagakan waktu kejadian itu ia
alami. "tuu.. Mi.. Byuur.. Aduuh. Mata jahdan.. Heu... Jahdan nangis."
ucapnya, tak jelas. Aku tersenyum. "iya, ga apa-apa nak, kalo pake sampo
kan rambut zahdan jadi wangi sekarang, kutunya
pada pergi naik kereta api. Oya, zahdan tadi mandinya sama percy atau
thomas?" tanyaku. Zahdan menjawab "samaa... Mm.." ia seperti teringat
sesuatu, lalu melompat turun, sepertinya hendak mencari kereta
thomasnya.
Aku menghela nafas, malas membuka sepatu dari
kaki kiri, lanjut kaki kananku. Tas yang memberati pundak inipun
kuletakkan begitu saja di atas kursi tamu. Diatas meja, kulihat
bungkusan plastik kecil berisi air kunyit. Tentu saja, ini pasti
untukku. Lambung kronisku ini baru mulai terasa membaik setelah
rutin meminum air kunyit setiap hari. Kali ini perutku memang rasanya
sedikit mual, dan kepalaku terasa pusing. Karenanya, tanpa membuang
waktu, bungkusan air kunyit itu segera kuambil, hendak kuminum.
"bismi.. " bacaanku kembali terpotong, karena tiba-tiba, dua
orang anak kecil kembali berteriak, berlari mendekatiku. "ABIII.. Ini
udah jadii!!! " teriak ziya, mengangkat hadiahnya tinggi-tinggi. "BIIH... Ni
persi sama tomaas jadaaan...!!" teriak zahdan, tak mau kalah,
menyodorkan dua mainan kereta itu ke hadapanku. Aku tersenyum,
dua kereta zahdan kuterima, lalu kumasukkan kedalam kotak hadiah dari
ziya. "ma kasih ya nak.. Ziya sama zahdan memang anak2 abi yg hebat"
pujiku. Dua anak itu tersenyum lebar.