Melihat anak-anak yang mengaji ini, tetiba saja muncul tanya didalam hati, akan jadi apakah mereka nanti?
Setinggi apa nanti cita-citanya, sesukses apa masa depannya, dan.. sebahagia apa kelak hidupnya.
Karena seiring berjalannya waktu, ombak kehidupan kan datang silih berganti. Menerpa.. menghantam..
Menguji, seberapa kokoh iman yang diyakini,
seberapa percayakah pada Allah Robbul Izzati.
Dan sebagai orang tua, kitapun seringkali didera tanya.. sejauh mana kita bisa membersamai mereka? Seberapa sering kita hadir dalam momen-momen spesial mereka?
Karena ketika kita sudah pamit pergi, kita tak pernah tahu, kenangan apa yang melekat di benak mereka.
Sesuatu yang berharga, yang bisa menggerakkan lisan mereka untuk melantunkan do'a.
Atau justru sebuah luka, yang menjadikan mereka dengan bencinya berkata..
"Aku gak mau kayak bapak!"
And The Story Begins..
Make our own story, our own happiness.
11/12/2024
Renungan kecil
17/11/2024
Uap
Nak, itu namanya uap panas bumi..
Bukan batin yang terus mengharapi.
Yang tatkala harap itu dilabuhkan pada manusia,
maka ia serasa hampa belaka.
Nyaring berbunyi,
tapi tak bisa digenggam sama sekali.
Coba disentuh jemari,
namun yang ada malah tersakiti.
Maka, labuhkanlah harap hanya pada Penguasa Alam Semesta,
Allah azza wa jalla..
Harapmu itu kan disambut dengan kasih sayang yang sempurna,
pintamu itu kan dibalas dengan takdir yang teristimewa.
Karena berharap padaNya..
Sungguh-sungguh mustahil berbalas kecewa.
09/11/2024
Zhira takut Hujan
Hampir setiap kali terdengar turun hujan, Zhira kecil memasang raut wajah cemas dan takut. Anak itu kerap lantas minta ditemani naik ke atas tempat tidur, kemudian menutup wajahnya sendiri dengan bantal.
“Gak apa-apa, Zhira! Itu cuma hujan” ucap Umminya, berusaha menenangkan Zhira.
Yang ditenangkan tak menjawab, tetap saja menutup wajahnya.
Belum lagi jika terdengar juga suara guntur, Zhira akan semakin gugup. Kedua tangannya memeluk guling erat-erat. Bahkan terkadang, sambil menangis terisak-isak. Belaian di punggungnya, usapan di kepalanya, tak jua berhasil mengusir cemas yang melanda.
Semua karena trauma. Dua tahun lalu Zhira pernah melihat sendiri ketika hujan deras, langit-langit kamar Zahdan tiba-tiba saja rubuh. Jatuh menimpa kasur, lemari, hingga lantai. Kuyup semua, hancur seisi kamarnya. Anehnya, sang pemilik kamar justru tak ambil pusing, toh dia memang jarang sekali tidur disana. Sirkulasi yang pengap acapkali membuat nafas Zahdan terasa sesak.
Walaupun kamar kakaknya sudah diperbaiki, kejadian itu masih terus membekas bagi Zhira. Dia selalu terlihat takut ketika hujan.
“Zhira..” panggilku.
Zhira tetap terdiam.
“Hujan mah gak apa-apa. Lihat! Dengan hujan, semua tanaman, pohon, rumput, jadi bisa minum. Coba kalau kita yang nyiram satu-satu, gak akan mungkin bisa” nasihatku.
Zhira tak berkomentar, kepalanya masih ditenggelamkan dibawah bantal. Tak mau dilepas barang sekejap pun. Aku pun mencari cara yang lain.
“Em.. Zhira memang belum tahu ya, cerita tentang Putri Hujan” pancingku.
Kepalanya bergeming sedikit. Sepertinya anak ini diam-diam sedikit tertarik dengan topik yang ini. Baiklah, saatnya otak kanan ini bekerja.
“Begini.. pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan bernama kerajaan Hujan. Dipimpin oleh seorang Putri yang cantik kayak Zhira.. sikapnya juga lembut dan baik hati, sama kayak Zhira. Bedanya, putri tersebut namanya Putri Hujan. Kerajaan ini hidup aman dan damai, gak suka perang. Walau begitu, kerajaan Hujan memiliki seorang panglima hebat bernama Panglima Guntur” aku menarik napas sejenak.
“Suatu ketika, kerajaan Hujan hendak diserang oleh kerajaan besar bernama kerajaan Duri. Kerajaan yang memiliki pasukan jauh lebih banyak, dipimpin langsung oleh Raja Duri, raja yang jahat dan kejam. Hei, kerajaan hujan! Menyerah saja, lalu serahkan kerajaan kalian padaku! Jika tidak, kerajaan kalian ini akan aku hancurkan! Ancam Raja Duri”
“Panglima Guntur merasa geram dengan ancaman Raja Duri. Meski kerajaan hujan ini kecil, mereka tak boleh menyerah begitu saja. Maka demi melindungi kerajaan Hujan, sang panglima Guntur membawa seluruh pasukannya yang hanya berjumlah 500, untuk menghadang Raja Duri di perbatasan. Bayangkan Zhira, hanya 500 pasukan. Padahal pasukan Duri, ada 10.000.. eh, bukan.. ada 100.000 pasukan!”
“Apakah, panglima Guntur takut? Jelas tidak! Panglima Guntur tahu, bahwa waktu zaman Nabi Muhammad pun, seringkali pasukan yang kecil bisa menang melawan pasukan yang besar. Mereka pun bertakbir, maju dengan gagah berani. ALLAHU AKBAR! Teriak panglima Guntur, mengobarkan semangat pasukan hujan!”
“Perang berkecamuk. Pasukan duri memiliki senjata tombak-tombak panjang seperti duri yang tajam. Tombak itu ditembakkan ke atas, lalu jatuh menghantam pasukan hujan. 100 pasukan syahid.. Ditembakkan kembali, gugur lagi 100 pasukan. Panglima Guntur merasa geram. Dia kemudian mengeluarkan senjatanya, yaitu pedang Halilintar. Yang ketika dihantamkan ke tanah, suara guntur terdengar menggelegar keras. Serta muncul kilat petir yang menyambar ratusan pasukan Duri”.
“Bismillah.. ALLAHU AKBAR! WUSS! Panglima Guntur menghantamkan lagi pedang halilintarnya. DUAR! CTAR..CTAR.. Halilintar kembali menyambar pasukan duri. Setengah pasukan duri tumbang terkena pedang halilintar. Raja Duri pun panik. Namun liciknya, Raja Duri memerintahkan sebagian pasukannya untuk menculik Putri Hujan. Jelas saja, karena semua pasukan dibawa untuk bertempur, tak ada banyak pengawal di Kerajaan Hujan. Putri Hujan disandera Raja Hujan”.
“Hei Panglima Guntur! Kau harus melemparkan pedangmu! Jika tidak, Putri Hujan akan aku bunuh! Kata Raja Duri. Melihat Putri Hujan yang tertangkap, Panglima pun terpaksa menjatuhkan pedangnya. Lalu bertempur dengan senjata yang ada. Sayang seribu sayang, tanpa pedang Halilintar, pasukan Hujan mudah sekali dikalahkan”.
“Putri Hujan yang melihat sendiri pasukannya tumbang satu persatu, merasa sedih bukan buatan. Putri jatuh berlutut, kemudian menangis menjerit, menengadah ke arah langit. TIDAAAK! Hentikan perang ini.. Hentikanlah perang ini! Jangan ada lagi orang yang mati dan terluka! Jeritnya”.
“Tiba-tiba, langit dipenuhi dengan awan hitam bergulung-gulung. Lalu, BYUUUR! Hujan deras turun begitu lebatnya. Terus turun, membuat banjir. Menjadikan porak poranda pasukan duri, serta menenggelamkan Rajanya”.
“Nah, sejak saat itu, kerajaan Hujan diangkat ke langit. Berdiri kokoh diantara gumpalan awan-awan. Termasuk Putri Hujan dan Panglima Guntur, keduanya berada di Istana Hujan. Konon katanya, Hujan yang turun ke bumi saat ini, adalah tangisan Putri Hujan, yang teringat dengan kejadian perang waktu dulu. Sedangkan suara guntur dan petir yang Zhira dengar, adalah dari pedang halilintarnya panglima Guntur, untuk menghalau duri yang dilemparkan ke langit oleh sisa-sisa pasukan duri”.
***
Cerita selesai, tampak Zhira kecil yang kepalanya tak lagi tenggelam dibawah bantal, melainkan justru terduduk, menatapku dengan kedua mata berbinar.
“Abi, Putri hujan teh beneran?” tanyanya, penasaran.
Sambil tersenyum, aku malah balik bertanya, “menurut Zhira, gimana?”.
Zhira tak menjawab, kepalanya menoleh ke arah jendela. Melihat rintik-rintik hujan, yang turun lembut menyirami tanaman diluar.
“Abi, Zhira jadi ingin jas hujan! Zhira ingin hujan-hujanan diluar!” katanya, bersemangat.
“He.. Iya-iya. Insya Allah nanti abi belikan ya..” jawabku, sembari mengelus kepala Zhira.
#mazhiramutsbitamumtazahathfi